Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4: MANGSA PERTAMA
Serigala Bayangan Hantu (Shadow Wolf) melayang di udara. Rahangnya yang penuh taring setajam belati terbuka lebar, mengincar leher Baskara dengan akurasi mematikan. Mata hijau gelapnya bersinar licik—ini bukan hewan biasa. Ini adalah Spirit Beast (Binatang Roh) yang telah merajai pinggiran Jurang Larangan selama puluhan tahun.
Bagi serigala itu, manusia di depannya hanyalah daging segar.
Namun, ia salah besar.
Tangan Baskara bergerak. Bukan dengan kepanikan orang yang sekarat, melainkan dengan presisi dingin. Otot-ototnya bereaksi seolah memiliki ingatan tempur purba yang baru saja bangkit.
Insting.
Insting pembunuh yang diwariskan langsung oleh Raja Naga ke dalam sumsum tulangnya.
GRAB!
Jari-jari Baskara mencengkeram rahang bawah serigala itu tepat di udara. Momentum lompatan binatang seberat 80 kilogram itu terhenti seketika, tertahan hanya oleh satu lengan manusia.
‘Apa?!’
Bahkan Baskara sendiri terkejut. Lengannya tidak gemetar. Tidak ada rasa nyeri. Sebaliknya, ada aliran panas yang meledak di dalam otot-ototnya—tenaga yang belum pernah ia rasakan seumur hidup.
Inilah Prana. Energi spiritual yang selama ini hanya menjadi mimpi di siang bolong. Dan sekarang... energi itu membanjiri setiap sel tubuhnya.
[Bagus! Rasakan itu! Prana mengalir melalui Sukma Naga Penelanmu! Jangan ragu! Hancurkan dia!]
Serigala itu tidak menyerah. Ia meraung, cakarnya yang tajam menyabet ke arah dada Baskara, berniat membelah jantungnya.
Tapi Baskara lebih cepat. Tangan kirinya melesat, mencengkeram leher binatang itu dengan kekuatan remuk.
"GRRRK!" Serigala itu tercekik. Lolongannya tertahan di tenggorokan.
Baskara menatap lurus ke dalam mata hijau itu. Mata yang dulunya angkuh, kini dipenuhi sesuatu yang asing bagi predator puncak ini: Ketakutan.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupnya, sang pemburu telah menjadi buruan.
"Kau datang untuk memakanku," desis Baskara, suaranya rendah dan serak. Mata hitamnya menyala merah dalam kegelapan. "Tapi sayang... aku yang akan memakanmu."
Baskara meremas tangannya.
KRAK!
Bunyi tulang leher patah menggema nyaring di keheningan jurang. Tubuh kekar serigala itu mengejang sekali, dua kali, lalu terkulai layu. Cahaya kehidupan di mata hijaunya padam, menyisakan tatapan kosong seperti kaca pecah.
Baskara melempar bangkai itu ke tanah berdebu. Ia menatap telapak tangannya sendiri.
Dia baru saja membunuh.
Seharusnya ia merasa mual. Seharusnya tangannya gemetar ketakutan. Tapi anehnya, tidak ada rasa bersalah sedikit pun.
Yang ada hanya... kepuasan.
Kepuasan gelap yang menagih.
[Sempurna! Pembunuhan pertama yang bersih! Sekarang, inilah hidangan utamanya. Saatnya menggunakan 'Devouring' untuk pertama kali!]
"Devouring?" ulang Baskara.
[Benar. Kemampuan mutlak dari Sistem Naga Penelan. Kau bisa menyerap kultivasi, energi vital, bahkan serpihan memori dari makhluk yang kau bunuh. Inilah yang membedakanmu dari kultivator biasa. Mereka butuh bertahun-tahun meditasi untuk naik satu tingkat. Tapi kau? Kau hanya perlu... melahap.]
‘Melahap.’
Kata itu memicu rasa lapar yang bukan berasal dari perut, melainkan dari jiwanya yang terdalam.
"Bagaimana caranya?"
[Letakkan tanganmu di atas mayat itu. Fokuskan pikiran pada Sukma Naga di dadamu. Dan perintahkan: SERAP.]
Baskara berlutut di samping bangkai serigala. Bahkan dalam kematian, makhluk ini tampak mengerikan—otot padat, taring panjang, dan cakar baja. Sumber energi yang melimpah.
Ia meletakkan telapak tangannya di dada serigala yang masih hangat.
Ia memejamkan mata, merasakan Sukma-nya berputar pelan—sebuah pusaran hitam-merah di dalam dadanya. Lapar. Menunggu.
"SERAP," bisiknya.
WUUUSHH!
Aura merah darah meledak dari telapak tangannya, membungkus seluruh tubuh serigala itu bagaikan jaring laba-laba.
Baskara merasakan sensasi arus deras yang menjebol bendungan. Energi murni mengalir deras dari mayat itu, masuk ke pori-porinya, meresap ke tulang, dan berkumpul di Sukma-nya.
Rasanya seperti meneguk air es di tengah gurun pasir. Menyegarkan. Memabukkan.
Di depan matanya, tubuh kekar Serigala Bayangan Hantu itu menyusut drastis. Bulu hitamnya rontok dan memudar. Dagingnya mengkerut kering. Dalam hitungan detik, predator gagah itu berubah menjadi mumi kering—seolah telah mati ratusan tahun dan dihisap habis oleh vampir.
DING!
Lonceng notifikasi berbunyi nyaring di kepalanya.
[DEVOURING BERHASIL!]
[Target: Serigala Bayangan Hantu (Penempaan Tubuh - Bintang 5)]
------------------------------------------------
[Prana +200]
[Kultivasi +500]
[Fragmen Memori Diperoleh: Teknik Pasif 'Mata Malam']
------------------------------------------------
[LEVEL UP!]
[Ranah Penempaan Tubuh Bintang 1 -> Bintang 5!]
BOOM!
Gelombang kejut meledak dari tubuh Baskara. Tulang-tulangnya berderak, menyesuaikan diri dengan lonjakan kekuatan yang mendadak.
Empat tingkat!
Dari sampah Bintang 1, langsung melesat ke Bintang 5 dalam sekejap mata. Sesuatu yang butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun bagi kultivator jenius sekalipun, ia capai dalam hitungan detik.
Baskara berdiri perlahan. Tubuhnya terasa ringan kapas, namun bertenaga baja. Ia mengepalkan tangan, udara di genggamannya meletup kecil.
"Ini..." bisiknya tak percaya. "Ini gila..."
[Tentu saja gila. Ini adalah warisan Raja Naga. Tidak ada batasan. Tidak ada hambatan. Selama ada nyawa untuk dilahap, kau akan terus naik tanpa henti.]
Kalimat itu seharusnya mengerikan. Namun bagi Baskara, itu terdengar seperti janji surga.
"Tidak ada batasan," ulangnya. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringai iblis. "Aku suka itu."
[Coba periksa statusmu sekarang.]
Baskara memusatkan pikiran. Layar biru transparan muncul melayang.
[STATUS PEWARIS NAGA PENELAN]
Nama : Baskara Atmaja Dirgantara
Kultivasi : Penempaan Tubuh - Bintang 5
HP : 500/500
Kekuatan Fisik: 50 (Manusia Normal \= 5)
Kecepatan : 45
Pertahanan : 40
[SKILL]
> Devouring (Aktif): Menyerap esensi kehidupan target.
> Mata Malam (Pasif): Penglihatan malam meningkat 300%.
[QUEST]
> Bertahan Hidup: Keluar dari Jurang Larangan.
[Tidak buruk untuk pemula. Sekarang kau punya modal untuk bertahan hidup di neraka ini.]
"Lemah?" Baskara tertawa kecil. "Aku naik empat bintang dalam satu tarikan napas, dan kau bilang ini lemah?"
[Dunia luar itu luas, Tuan. Ada Dewa yang bisa membelah lautan dengan jentikan jari. Tapi jangan khawatir, suatu hari nanti, kau akan memakan mereka semua.]
Baskara mengangguk. Ambisinya terbakar.
[Tapi ingat, jurang ini masih berbahaya. Aku mendeteksi banyak aura lain. Kau butuh lebih banyak kekuatan untuk memanjat keluar.]
"Lebih banyak kekuatan," gumam Baskara. Matanya menyapu kegelapan di sekeliling. Berkat pasif Mata Malam, ia bisa melihat bayangan-bayangan yang bergerak di kejauhan.
Predator lain sedang mengintai. Mereka ragu setelah melihat nasib sang serigala.
Bagus. Biarkan mereka gemetar.
[Aku mendeteksi 5 Binatang Roh Ranah Penempaan Tubuh di sekitar sini. Rata-rata Bintang 2 sampai 4. Ada satu yang Bintang 7 di arah utara.]
"Bintang 7?"
[Terlalu berbahaya untuk sekarang. Fokus pada yang kecil dulu.]
"Baik," kata Baskara dingin. Ia melangkah maju, membiarkan auranya menyebar provokatif. "Malam ini... aku akan pesta besar."
Perburuan dimulai.
Baskara bergerak seperti hantu.
Korban kedua: Kadal Batu (Stone Lizard - Bintang 3). Makhluk itu melompat dari dinding tebing, mulutnya menganga. Baskara tidak menghindar. Ia menyalurkan Prana ke tinjunya.
BUAGH!
Satu pukulan telak. Kepala kadal itu pecah seperti semangka busuk. "SERAP." Mayat mengering. Kekuatan bertambah.
Korban ketiga: Laba-laba Racun (Venom Spider - Bintang 2). Baskara menginjak tubuhnya hingga remuk sebelum taring racunnya sempat menyentuh kulit. "SERAP."
Korban keempat: Kelelawar Darah (Blood Bat - Bintang 4). Ditangkap di udara, sayapnya dirobek, lehernya ditekuk. "SERAP."
Setiap pembunuhan membuatnya semakin efisien. Semakin dingin. Darah yang menodai jubahnya tidak lagi membuatnya jijik, melainkan memberinya aroma kemenangan.
DING!
[LEVEL UP!]
[Penempaan Tubuh Bintang 5 -> Bintang 6!]
Tubuh Baskara bersinar merah lagi. Ototnya memadat. Kulitnya menjadi sekeras kayu ulin.
Ia berdiri di tengah tumpukan bangkai kering, napasnya teratur.
"Lagi," desisnya. "Aku butuh lebih banyak."
[Tuan, jangan serakah. Tubuhmu butuh waktu untuk adaptasi. Kau sudah naik 5 tingkat dalam satu jam!]
"Satu lagi," potong Baskara. Matanya terkunci ke arah utara. "Yang Bintang 7 itu. Di mana dia?"
[Itu gila! Beda satu bintang di level ini sangat signifikan, apalagi dia Binatang Roh tipe pertahanan!]
"DI MANA DIA?" bentak Baskara. Suaranya mengandung otoritas yang membuat Sistem terdiam sejenak.
[...200 meter ke utara. Di dalam gua kecil. Tapi aku peringatkan, ini bisa membunuhmu.]
Baskara tidak menjawab.
Ia berjalan mantap menembus kegelapan, tangannya terkepal erat.
Malam ini, dia akan menguji batas takdirnya.
Jika dia harus mati, dia akan mati sebagai Raja Hutan, bukan sebagai mangsa yang lari ketakutan.
[BERSAMBUNG KE BAB 5]
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe