Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah keputusan
Keesokan paginya, Jenderal utama Kekaisaran datang menemui Panglima Wan Ding. Dia juga tidak pernah menyangka Nona muda Wan Yurui mendapatkan penyerangan tepat di hadapannya. Dengan menarik nafas dalam dia berkata, "Panglima, saya tahu anda telah mendapatkan musibah. Namun surat lamaran pernikahan ini juga penting. Saya harus segara melaporkannya kepada Yang Mulia. Dan pernikahan kemungkinan besar tidak akan bisa di laksanakan lagi."
Panglima Wan Ding mengangguk mengerti. "Saya mengerti. Jenderal Shen tenang saja."
Hari itu juga titah pernikahan di tarik kembali. Jenderal utama Shen pergi membawa surat resmi bersama dirinya. Dengan kondisi Nona muda Wan Yurui yang kemungkinan besar penglihatannya tidak akan kembali. Tentu tidak lagi bisa menjadi kriteria calon istri seorang pangeran.
Setelah rombongan dari Ibu Kota meninggalkan kediaman Panglima. Wan Yurui melangkah perlahan di ikuti pelayannya juga Ibunya dari belakang. Gadis itu ingin berlatih mandiri meskipun akan membutuhkan waktu lama untuk terbiasa. "Ayah, apa mereka telah pergi?"
"Huhh..." Menarik nafas dalam. "Mereka telah pergi," ujar Panglima Wan Ding. Dengan tatapan tenang dia melihat kearah putrinya. "Pernikahan telah di batalkan. Tapi..." Menundukkan kepalanya.
"Ayah anggap salah musibah ini sebagai penolong keluarga kita."
"Apa yang kamu katakan. Aku tidak berharap hal buruk terjadi kepadamu. Musibah ini telah membuatmu tidak bisa melihat dunia. A Rui, maafkan ayah." Panglima Wan Ding meraih tubuh putrinya.
Wan Yurui berkata, "Jika Ayah seperti ini. Aku akan menjadi jauh lebih sedih dan tidak bisa menjalani semuanya dengan ketenangan. Apa Ayah ingin aku mengunci diriku di dalam kamar tanpa berani menghadapi dunia lagi?"
"Ayah tentu tidak menginginkannya." Melepaskan perlukannya. "A Rui, Ayah sudah meminta orang untuk mencarikan tabib terbaik. Setelah kita mendapatkan informasi yang berguna. Ayah akan membawamu menemui tabib yang bisa menyembuhkan penglihatanmu."
"Baik. A Rui mengikuti pengaturan Ayah."
"Ibu sudah membuatkanmu beberapa camilan kesukaanmu." Nyonya Wan menuntun putrinya menuju ruang makan.
Panglima Wan Ding juga ikut bersama istri dan putrinya.
Waktu berlalu tanpa jeda. Meksi Wan Yurui tidak lagi bisa melihat keindahan dunia. Tapi kesunyian itu seakan tergantikan kehangatan keluarga yang selalu menemani dirinya. Ayahnya selalu melatih kepekaannya untuk menyadari keberadaan lawan. Tanpa penglihatan Wan Yurui hanya bisa mengandalkan pendengaran, bau dan intuisi yang tajam. Sedangkan Ibunya menjadi tempat berpulang di saat rasa lelah sudah merobohkan tubuhnya.
Satu tahun pengobatan terus di jalankan. Namun pengobatan yang ia jalani masih tidak membuahkan hasil. Akan tetapi pelatihan yang ia lakukan berbuah manis. Dia berhasil melakukan segalanya sendiri. Mengenali tempat, bau, udara dan pergerakan di sekitarnya. Membuat Wan Yurui tidak lagi memerlukan bantuan orang lain dalam pergerakannya.
Di jembatan kecil yang ada di atas danau buatan. Wan Yurui berdiri tenang dia menaburkan pakan ikan. Suara gemercik kecil dari gerombolan ikan yang berenang mendekat membuat dirinya merasa tenang. Wajah cantiknya mengukir kebahagiaan.
"Nona, semua barang telah siap. Tuan telah menunggu di luar kediaman." Pelayan Ayun berdiri tidak jauh dari Nona mudanya.
Wan Yurui melangkah perlahan pergi dari jembatan kayu di atas danau itu. Dia menuju keluar kediaman karena rombongan sudah harus berangkat hari itu juga.
Panglima Wan Yurui berlari mendekati putrinya. Meskipun dia tahu putrinya telah berhasil dalam pelatihannya. Tetap saja sebagai orangtua dia ingin tetap menjaga putrinya.
"Tunggu..." Nyonya Wan berlari dengan membawa kue kesukaan putrinya yang ia buat sendiri. "Ibu akan menunggu kalian kembali." Memberikan bungkusan kue di tangannya. "Jangan lupa untuk memakannya."
Pelayan Ayun menerima bungkusan kue itu.
"Ibu, jaga dirimu dengan baik." Wan Yurui memeluk ibunya lebih kuat.
"Tentu. Selama kamu baik-baik saja. Ibu akan baik-baik saja."
Siang itu rombongan pasukan Qiang langsung berangkat dari kota Lu menuju perbatasan. Panglima Wan Ding menerima perintah Kaisar untuk menjaga perbatasan selatan selama perang berlangsung. Dia membawa putri tercintanya karena sebuah surat rahasia yang memberitahukan keberadaan tabib sakti. Hanya saja tabib itu sangat sulit di temukan.
Membutuhkan tiga bulan penuh untuk rombongan pasukan Qiang bisa sampai di perbatasan selatan. Sesampainya di perbatasan Wan Yurui di berikan tempat untuk tinggal. Kediaman kecil yang ada di ujung perbatasan. Gadis muda itu juga tidak ingin mendapatkan penjagaan dari Ayahnya. Hanya satu penjaga dan pelayan yang akan menemani dirinya.
Krekkkk...
Sreeerreseee...
Suara bambu saling bersinggungan di saat angin bertiup cukup kuat.
Di kediaman yang tersembunyi di antara ribuan pohon bambu berwarna keunguan. Wan Yurui merebahkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di halaman depan.
"Nona muda, anda harus segera masuk. Langit sudah mulai gelap sebentar lagi akan hujan." Pelayan Ayun mengambil kue kering yang ada di atas meja.
Wan Yurui bangkit namun dia masih duduk merasakan udara mulai berganti lebih sejuk. Bau khas dari angin yang membawa hujan saat jatuh di tanah kering. Membuat dirinya tidak ingin segera pergi. "Qin Feng, besok pagi aku ingin pergi ke kota."
"Baik, saya akan segera menyiapkannya." Qin Feng menghentikan membelah kayu di halaman samping.
"Jangan bilang kepada Ayah. Terlalu banyak orang yang menjaga hanya akan menimbulkan banyak masalah," kata Wan Yurui mulai melangkah masuk kedalam kediaman.
"Baik."
Selang beberapa menit setelah gadis muda itu masuk. Hujan benar-benar turun cukup deras. Suara hujan yang jatuh di antara pepohonan semakin kuat dan nyaring.
Di dalam kamar Wan Yurui duduk tenang. Dia menghangatkan kedua tangannya di atas api lilin yang menyala. Meskipun nyala lilin cukup kecil tapi cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
Kreekkk...
Pintu kamar di buka.
Pelayan Ayun masuk membawa perapian kecil agar bisa menghangatkan ruangan kamar. Setelahnya dia mengambil obat di dalam rak kecil yang ada di samping kiri ruangan. "Nona muda, saya akan memberikan obat di kedua mata anda."
"Baik." Wan Yurui duduk tenang menunggu.
Pelayan Ayun mendekatkan salah satu kursi tepat di hadapan Nona mudanya. Untuk ia gunakan duduk agar bisa lebih nyaman saat menerapkan obat. Perlahan-lahan dia memberikan obat di kedua mata Wan Yurui. Setelah obat di oleskan kain sutra putih di ikatkan menutupi kedua mata. "Sudah." Pelayan Ayun bangkit. "Tidak seharusnya Nona muda mengambil resiko. Membiarkan jarum beracun masuk kedalam tubuh anda."
"Jika aku menghindar. Pernikahan tidak akan bisa di batalkan. Aku tidak ingin Ayah mengambil resiko terlalu besar. Melawan Kaisar tanpa peduli keselamatannya sendiri," ujar Wan Yurui bangkit dari tempat duduknya. Dia melangkah menuju ujung ruangan tepat di jendela. Gadis muda itu merasakan udara sejuk dari setiap tetesan hujan. "Aku juga tidak menyangka jika jarum itu telah di lumuri racun mematikan. Tapi dengan begini untuk sementara keluarga Wan akan aman."
Pelayan Ayun hanya bisa menghela nafas dalam.
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....