Istri Cantik Tawanan Panglima Kematian
"Kenapa dia tidak mengakhiri hidupnya saja. Benar-benar pembawa sial."
"Diam. Jangan sampai ucapanmu ini di dengar orang lain."
Dua pelayan istana yang baru saja selesai mengantarkan makanan bergumam dengan berani.
"Meksipun dia telah di asingkan selama beberapa tahun. Tetap saja kita tidak bisa berbicara seenaknya. Yang Mulia selalu datang seminggu sekali ketempat ini. Itu menandakan jika hati Yang Mulia masih ada bersamanya." Pelayan di sampingnya langsung terdiam.
Mereka segera pergi setelah mengantarkan makan malam di istana dingin. Tempat yang selalu di hindari semua wanita istana.
Triiiinggg...
Suara denting lonceng angin yang tergantung di pintu dalam penghubung kolam ikan di samping ruangan. Terdengar cukup nyaring seperti biasanya. Tiupan angin malam juga mulai menyapa tanpa bisa di hindari lagi.
Krekekk...
Seorang pelayan wanita membuka pintu utama. Dia menggambil makanan yang ada di depan pintu. "Ratu, makanan sudah siap." Meletakkan nampan berisi lauk sayuran seadanya juga dua mangkuk nasi hangat.
Wanita dengan gaun putih susu bangkit perlahan setelah meletakkan rajutan yang sudah berbentuk pakaian kecil di tangannya. Wajah pucat tanpa riasan masih memancarkan kecantikan wanita mulia. Dengan suara lembut ia berkata, "Jangan hanya berdiri. Kamu juga harus duduk."
"Setelah saya menyalakan semua lilin. Saya akan ikut duduk bersama Yang Mulia," ujar Pelayan wanita tersenyum hangat. Dia berjalan kesetiap sisi ruangan membawa pemantik api di tangannya. Kehangatan mulai terasa di saat semua lilin di nyalakan. "Yang Mulia, semua barang sudah saya letakkan di tempat yang anda inginkan." Menyimpan pemantik di rak kecil pada ujung ruangan sebelah kanan. Dia melangkah mendekati meja makan.
Wanita yang telah duduk untuk beberapa saat itu tidak menyentuh sumpitnya sebelum pelayan setianya juga duduk. Dengan penuh ketenangan dia mengangguk dan tersenyum tipis memberikan tanggapan.
Seperti biasanya makan malam sederhana tetap bisa membuat mereka berdua menghabiskan semua hidangan tanpa keluhan.
Di suapan terakhir Ratu Wan Yurui meletakkan sumpitnya dengan lembut. "Jika kamu ingin pergi. Aku bisa membukakan jalan untukmu."
Pelayan wanita menatap kedua mata indah di hadapannya. "Yang Mulia bahkan tidak berniat pergi. Bagaimana mungkin saya pergi meninggalkan anda sendiri dalam kesunyian ini."
Senyuman penuh luka tersirat dalam di kedua mata cerah itu. Dia bangkit berjalan menuju kearah pintu bagian dalam. Cahaya rembulan malam itu terlihat sangat indah juga cerah. Bintang berhamburan membentuk rasi indah tanpa jeda. Tatapan lembut terarah pada pohon persik di taman kecil. "Dedaunan telah berguguran." Lukisan wajah tegas dengan tatapan cinta terlintas di benaknya. Hela nafas dalam menekan hatinya. Ada sesak yang tidak bisa ia keluarkan. "Aku hanya berharap kerinduan ini tidak akan pernah tersampaikan."
Pelayan wanita melangkah mendekat membawa mantel tebal terbuat dari bulu rubah pemberian Kaisar Ming Jing. "Udara malam sangat dingin. Jangan sampai yang Mulia sakit." Mundur tiga langkah kebelakang lalu berdiri diam.
"Ayun, aku tidak pernah menyesali pilihanku."
"Hamba tahu."
Kedua mata seperti cermin yang hampir pecah. "Tapi kenapa hati ini selalu sakit setiap mengingatnya." Ratu Wan Yurui menatap cahaya rembulan di langit malam.
"Itu karena hati Yang Mulia telah terpatri untuknya."
Senyuman luka membekas tanpa bisa di sembuhkan. "Setelah malam ini. Semua akan berakhir. Bukankah begitu?"
"Benar."
"Jika aku berharap bisa melihatnya untuk yang terakhir kalinya. Apakah itu terlalu berlebihan?" Ujar Ratu Wan Yurui yang masih mengharapkan sebuah keajaiban.
"Tidak."
Deeree...
Duurrmmm...
Suara genderang terdengar berulang kali.
"Dia tetap saja datang," gumam Ratu Wan Yurui pelan.
Dari arah luar suara langkah kaki terdengar.
Bruukkk...
Pintu di buka cukup kuat. Dari arah pintu pria dengan wajah tegas dan terlihat cukup letih menatap diam. Nafasnya memburu dengan keringat bercucuran di seluruh keningnya.
Ratu Wan Yurui tersenyum kearah pria itu. "Yang Mulia." Memberikan hormatnya.
Kaisar Ming Jing membenarkan jubah naga di tubuhnya juga mahkota yang masih terpasang kuat di kepalanya. "Apa aku mengagetkanmu?"
"Tidak." Menggelengkan kepalanya. Dia melangkah perlahan mendekat untuk menyambut kedatangan suaminya. "Yang Mulia terlihat lesu. Duduk di sini, aku akan memijat kening Yang Mulia." Wanita dengan gaun putih itu menepuk lembut kearah kursi.
Melihat itu Pelayan Ayun segera keluar dari ruangan kamar utama.
Kaisar Ming Jing mengikuti keinginan istrinya. Dia duduk dengan tenang dan menikmati pijatan lembut dari tangan orang yang ia cintai. "Dia datang."
"Em. Aku tahu," saut Ratu Wan Yurui tenang. Dia masih memijat kening suaminya.
"Aku tidak akan membiarkan dia membawamu pergi lagi."
"Aku tahu."
"Kali ini. Aku pasti akan membunuhnya," suara Kaisar Ming Jing menekan.
Tidak ada tanggapan.
Tangan kekar Kaisar Ming Jing mencengkeram kuat pergelangan tangan lembut istrinya. Dia bangkit membalikkan tubuhnya menatap wanita yang selalu membuat hatinya merasa tidak tenang. Kedua matanya seperti bara yang siap membakar habis wanita di hadapannya. "Dia sudah merebut kesucianmu. Dan kini dia juga telah merebut hatimu dariku."
Rasa sakit terasa semakin kuat di tangan kanan Ratu Wan Yurui. Namun wanita itu terlihat biasa saja. "Yang Mulia, anda sudah menyakitiku." Suaranya terdengar sangat lembut.
Mendengar itu Kaisar Ming Jing melepaskan genggaman tangannya. Dia meraih lembut tangan istrinya, "Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu." Meniup pelan bekas genggaman tangan yang sudah terlihat jelas di pergelangan tangan istrinya. "Maafkan aku." Suaranya bergetar. Dengan cepat dia meraih tubuh istrinya mendekapnya kuat. "Aku sangat mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. A Rui, aku sangat mencintaimu."
Wanita di dalam dekapan itu hanya tersenyum tipis dengan rasa sakit di dalam hatinya.
Di saat pelukan itu di lepaskan. Kaisar Ming Jing menatap dengan senyuman. "Meskipun aku harus menghancurkan Kekaisaranku. Mengorbankan ratusan ribu nyawa di dalamnya. Aku tidak akan membiarkan dia memasuki gerbang Ibu Kota. Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain diriku." Melangkah pergi meninggalkan ruangan dingin yang di tempati istrinya.
Ratu Wan Yurui melangkah mendekat tepat di depan pintu masuk. "Ayun, katakan kepada semua pengawal bayangan untuk segara menyiapkan jalan."
"Baik."
Malam itu Ibu Kota Ning harus memasang peringatan siaga karena Dewa perang Yu Xiao telah mengepung di segala sisi. Pria bertubuh baja dari Kekaisaran Yun berhasil menduduki beberapa kota. Menekan kepemimpinan Kaisar Ming Jing tanpa menyisakan celah.
Di aula istana semua pejabat penting pemerintahan berkumpul mencari solusi agar perang bisa di hentikan.
"Yang Mulia, kita terima saja tawaran dari Panglima Yu Xiao. Melepaskan tawanan dengan suka rela."
"Benar. Dalam situasi seperti ini tidak ada lagi cara yang lebih baik."
Semua pejabat terlihat telah setuju dengan usulan beberapa pejabat tinggi tingkat satu. Namun Kaisar Ming Jing justru terlihat duduk santai tanpa keresahan. Dengan wajah malas dia berkata, "Pewaris satu-satunya Kekaisaran Yun ada di tanganku. Bagaimana bisa aku membiarkan mereka membawanya dengan mudah." Memainkan cincin permata hijau zamrud di jari manisnya. Pandangan matanya menatap kearah salah satu pejabat yang telah mengusulkan hal yang bertentangan dengan keinginannya. "Aku rasa lehermu sudah tidak di butuhkan lagi."
"Yang Mulia, hamba bersalah." Bersujud penuh ketakutan.
"Yang Mulia, anda harus tenang." Semua orang bersujud.
Satu kibasan tangan pelan membuat dua prajurit pengawal kekaisaran datang menyeret pejabat Huan.
"Yang Mulia, hamba bersalah. Hamba mohon ampun."
Belum sempat dua prajurit pengawal kekaisaran menyeret keluar Pejabat Huan. Langkah mereka di hentikan sosok wanita Mulia di hadapan mereka.
"Lepaskan," ujar Ratu Wan Yurui dingin.
Dua prajurit pengawal kekaisaran saling berpandangan sebelum melepaskan Pejabat Huan.
Dengan tubuh gemetar Pejabat Huan bersembunyi di belakang Ratu Wan Yurui yang telah menyelamatkan dirinya dari kematian.
Melihat kehadiran istrinya Kaisar Ming Jing bangkit dari tahtanya. "Tidak seharusnya kamu datang," suaranya menekan.
Gaun berwarna merah darah bertaburkan permata di setiap sisinya. Terlihat indah juga megah. Mahkota yang selalu tersimpan rapat di lemari khusus pada akhirnya keluar dari tempat penyimpanan. Dia melangkah masuk dengan tatapan mata tegas penuh wibawa membuat pria agung di hadapannya merasa tidak nyaman. "Jika aku tidak datang. Apa Yang Mulia akan memberikan pengampunan untuk mereka semua?"
Semua orang yang ada di aula utama masih bersujud tidak berani bangkit.
Kedua tangan Kaisar Ming Jing menggenggam kuat. "Sekalipun kamu datang. Aku tidak akan melepaskannya."
Langkah Ratu Wan Yurui terhenti. Dia menatap dingin kedua mata tajam di hadapannya. "Saya mengerti rasa sakit yang ada di hati Yang Mulia. Namun kebencian di hatimu tidak seharusnya di bayar dengan nyawa rakyat di negeri ini."
Kemarahan yang tersimpan di hati Kaisar Ming Jing keluar seperti kobaran api yang melahab habis dirinya. "Mereka yang lebih dulu membuatku hina di mata semua orang. Menculik istriku di hari pernikahan. Menghancurkan harga diriku juga kemuliaan yang aku bangun perlahan selama puluhan tahun. Mereka yang seharusnya di salahkan. Semua orang bisa menentang keputusanku. Tapi kamu, tidak bisa."
Kedua mata tegas itu hampir saja di lucuti dalam perasaan bersalah. "Tapi kamu pemimpin negeri ini. Satu keputusan yang kamu ambil akan menjadikan perubahan besar dalam pemerintahan. Bahkan akan membawa kehancuran."
"Aku tidak perduli. Mereka harus membayar semua penghinaan yang telah mereka lakukan. Prajurit, bawa Ratu kembali ke istana dingin. Jangan biarkan dia keluar selamanya." Teriakan kuat Kaisar Ming Jing di ikuti guratan urat di lehernya yang menyembul keluar.
Semua prajurit pengawal kekaisaran yang ada di luar dan dalam aula utama hanya diam. Tidak bersedia mengikuti perintah Kaisar Ming Jing.
"Kenapa? Kalian ingin memberontak?" Kaisar Ming Jing langsung menatap kearah Ratu Wan Yurui. "Kamu ingin memberontak?"
"Apa Yang Mulia lupa. Ayahku seorang panglima dengan ratusan ribu prajurit setia. Setelah kamu menetapkannya sebagai pemberontak dan memenggalnya. Kepemimpinan prajurit Qiang jatuh di tanganku. Putri satu-satunya yang harus tinggal lama di dalam kegelapan istana." Kedua mata indah itu seperti mengalami retakan yang sulit di satukan. "Kebencianmu datang karena aku. Sudah seharusnya aku yang mengakhirinya. Setelah aku menyerahkan Putra Mahkota Yun kepada Panglima Yu Xiao. Aku siap menerima hukuman yang seharusnya." Ratu Wan Yurui mengibaskan tangannya lembut.
Sreenggg...
Semua prajurit pengawal kekaisaran langsung mengeluarkan pedang dari sarungnya.
Para pejabat istana bangkit dari lantai. Meski ada kelegaan di hati mereka. Tetap saja mereka harus membaca situasi agar kedepannya hidup mereka tetap aman.
"Jaga Yang Mulia, juga semua pejabat istana." Ratu Wan Yurui membalikkan tubuhnya lalu melangkah keluar dari aula utama. Di ikuti suara teriakan dari berbagai arah. "Baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Kusii Yaati
kok aq baru tahu kamu punya karya baru Thor, nggak ada notif di HP aq... untung belum tertinggal jauh☺️
2025-08-07
1