MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah Santi
Mobil mewah itu berhenti dengan halus di depan sebuah gerbang hitam menjulang tinggi yang menjadi akses menuju rumah sewa Ayu yang Agung bantu sewakan dengan senang hati.
Pencahayaan temaram dari lampu taman memberikan kesan megah sekaligus misterius pada bangunan di baliknya, mencerminkan sosok penghuninya sekarang.
Agung mematikan mesin mobil, namun ia tidak segera turun. Ia menoleh ke arah Ayu, menatap profil wajah wanita itu yang tampak tenang namun menyimpan badai dendam di dalamnya.
"Kita udah sampai, Ayu," ucap Agung lembut.
Suaranya yang biasanya tegas saat memimpin rapat, kini terdengar lebih rendah dan penuh perhatian.
Ayu mengangguk pelan, jemarinya masih memegang topeng berlian yang tadi ia pakai.
"Terima kasih untuk malam ini, Gung. Tanpa bantuan kamu dan Julia, aku gak akan bisa melihat wajah panik mereka sesempurna tadi."
Agung tersenyum tipis. Ia keluar dari mobil, lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu bagi Ayu. Saat Ayu melangkah keluar, angin malam yang dingin berembus, membuat Ayu sedikit merapatkan gaunnya.
Tanpa ragu, Agung melepaskan jas hitamnya dan menyampirkannya ke bahu Ayu.
"Malam ini cukup dingin untuk seseorang yang baru saja memulai peperangan besar," ujar Agung.
Tangannya tetap berada di bahu Ayu sejenak, memberikan kehangatan yang asing bagi wanita yang selama enam bulan ini hanya mengenal dinginnya rencana pembalasan dendam.
Ayu menatap mata Agung, mencari maksud di balik perhatian itu.
"Tapi apa aku merepotkan kamu dengan dendamku ini Gung?"
"Tidak sama sekali. Aku gak suka melihat keluarga jahat menang." balas Agung dengan nada dingin yang halusx namun matanya berkata lain. Ia meraih tangan Ayu, lalu mengecup punggung tangannya dengan sangat sopan namun penuh perasaan.
"Istirahat dulu ya. Luka di hati butuh tidur yang nyenyak agar besok kamu punya tenaga untuk menghancurkan mereka lagi. Jika kamu butuh sesuatu, bahkan di jam tiga pagi sekalipun, telepon aku."
Ayu terpaku sejenak. Kelembutan Agung adalah sesuatu yang tidak masuk dalam rencananya. Ia terbiasa menganggap semua orang sebagai orang, namun Agung seolah ingin menjadi pelindung.
"Selamat malam ya Agung," bisik Ayu sambil perlahan menarik tangannya, meski ia tidak bisa menyembunyikan rona baper tipis di pipinya.
Agung berdiri di samping mobilnya, tetap diam di sana memperhatikan punggung Ayu yang berjalan masuk ke dalam mansion hingga pintu besar itu tertutup rapat. Di bawah sinar bulan, Agung bergumam pelan pada dirinya sendiri.
"Aku akan memastikan gak ada lagi air rawa atau taring buaya yang menyentuhmu, Ayu. Kali ini, kamu gak akan berjuang sendirian."
Sementara di dalam rumah, Ayu bersandar di balik pintu yang tertutup. Ia memegang jas Agung yang masih menyisakan aroma parfum maskulin yang menenangkan. Untuk sesaat, dendamnya teralihkan oleh debar jantung yang tak seharusnya ada. Namun, bayangan paha Santi yang melepuh kembali muncul di benaknya, mengembalikan fokusnya pada satu misi utama kehancuran keluarga psikopat Andika.
Suasana di kamar perawatan VVIP itu terasa pengap oleh bau obat-obatan dan amarah yang meledak-ledak. Santi terbaring dengan paha terbalut perban tebal, wajahnya sembap karena tangis dan rasa sakit yang tak tertahankan.
Begitu pintu terbuka dan sosok Andika muncul, tangis Santi pecah kembali, namun kali ini bercampur dengan histeris.
"Andika! Lihat apa yang waitress jalang itu lakukan padaku!" teriak Santi sambil menunjuk pahanya yang kaku.
"Julia... waitress gila itu pasti sengaja! Dia ingin menghancurkan aku, Andika! Dia pasti iri sama aku!"
Andika bergegas mendekat, wajahnya menyiratkan kecemasan yang mendalam. Ia segera duduk di sisi ranjang, meraih tangan Santi dan mengelusnya lembut.
"Sabar, Sayang. Aku tahu. Aku udah meminta pengacaraku untuk mengurus semuanya. Julia gak akan lepas gitu aja."
"Sabar kamu bilang?" Santi menepis tangan Andika dengan kasar.
"Kulit paha aku yang mulus melepuh! Pahaku bisa cacat! Dan kamu hanya bilang sabar? Aku ingin dia membusuk di penjara sekarang juga! Dia dan semua orang yang menertawakanku di pesta tadi! Aku benci mereka!"
Santi mengatur napasnya yang memburu, matanya menatap tajam ke arah Andika, menuntut sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar permintaan maaf.
"Sampai kapan, Andika? Sampai kapan aku harus menunggu seperti ini?" tanya Santi dengan nada suara yang merendah namun tajam.
"Aku lelah menjadi wanita 'simpanan' yang bisa dipermalukan siapa saja jika suatu saat terbongkar. Selama ini mereka semua tahu aku hanyalah seorang adik ipar. Malam ini membuktikan bahwa tanpa status yang jelas, aku hanya sasaran empuk orang-orang yang iri sama aku. Kapan kamu akan meresmikan hubungan kita?"
Andika terdiam sejenak. Ia memijat pelipisnya, terlihat tertekan oleh beban yang menumpuk.
"San, kita udah bahas ini. Kondisinya gak semudah itu."
"Apa yang susah? Rahayu udah hilang enam bulan! Dia udah jadi kotoran buaya! Dia kemungkinan besar udah mati di sungai itu!" seru Santi tak sabar.
Andika berdiri, berjalan membelakangi Santi menuju jendela kamar yang menampilkan kerlap-kerlip lampu kota. Suaranya terdengar berat dan penuh perhitungan.
"Justru karena dia dinyatakan 'menghilang' dan belum dinyatakan meninggal secara hukum, statusku masih suaminya," jelas Andika tanpa menoleh.
"Jika aku menikahimu sekarang, atau mengumumkan hubungan kita ke publik, citraku akan hancur. Lawan bisnisku akan memakan hidup-hidup perusahaan kita dengan isu perselingkuhan dan penelantaran istri."
Andika berbalik, menatap Santi dengan tatapan dingin namun protektif.
"Aku butuh waktu untuk mengurus penetapan kematian Rahayu secara hukum. Aku gak mau ada celah sedikit pun yang membuat orang-orang menganggapmu sebagai pelakor perusak rumah tangga. Aku ingin kamu naik ke pelaminan sebagai ratu, bukan sebagai simpanan yang merebut kursi kakak tiri yang masih dinyatakan menghilang."
Santi memalingkan wajah, tidak puas dengan jawaban diplomatis itu. Ia tidak tahu bahwa di luar sana, "orang hilang/mati" yang mereka bicarakan sedang merajut jaring-jaring kehancuran yang jauh lebih menyakitkan daripada sekadar luka bakar di kulitnya.
Di koridor rumah sakit yang sepi dan berbau karbol, dua wanita paruh baya dengan pakaian glamor yang kontras dengan suasana rumah sakit tampak berdiri berdekatan. Bu Citra, ibu kandung Andika, melipat tangannya di dada dengan angkuh, sementara Bu Laura, ibu kandung Santi, terus mengipasi wajahnya meski pendingin ruangan sudah cukup dingin.
"Aku benar-benar gak habis pikir," gerutu Bu Laura dengan nada tajam.
"Anakku sampai cacat begitu, dan Andika masih saja bicara soal hukum dan citra.
Seharusnya dia seret pelayan bernama Julia itu ke hadapanku sekarang juga!"
Bu Citra mendengus, matanya menatap tajam ke arah pintu kamar VVIP Santi.
"Tenangkan dirimu, Laura. Andika itu sedang mengamankan aset. Kamu pikir kalau dia gegabah, harta peninggalan keluarga Rahayu itu bisa jatuh ke tangan kita sepenuhnya? Tidak semudah itu."
Mendengar nama Rahayu disebut, raut wajah Bu Laura berubah menjadi seringai penuh kebencian. Kebencian yang Mendalam:
"Rahayu... Ah, menyebut namanya saja membuat seleraku hilang. Untung saja wanita tidak berguna itu sudah jadi santapan buaya di sungai. Enam bulan tanpa kabar, itu sudah cukup membuktikan dia udah hancur tak bersisa."
"Kematiannya harus segera diungkapkan. Aku bosan melihat Santi harus berpura-pura menjadi adik ipar yang berduka, padahal dialah yang paling berhak atas semua kemewahan ini."
Bu Citra tersenyum sinis, senyum yang menunjukkan betapa dingin hatinya sebagai seorang ibu mertua.
"Aku udah menyuruh Andika mempercepat surat pernyataan kematian dari pengadilan. Begitu surat itu keluar, seluruh rumah, tanah, dan saham atas nama Pak Rio dan Rahayu akan jatuh ke sepenuhnya ke tangan putraku.
Dan saat itu, anakmu bisa menikah dengan Andika dengan pesta yang lebih mewah daripada pesta pernikahan Rahayu dulu," ucap Bu Citra dengan nada rendah yang penuh rencana.
Bu Laura tiba-tiba terdiam sejenak, ia mendekat dan berbisik ke telinga Bu Citra.
"Tapi Citra... apa kamu tidak merasa aneh? Malam ini, di pesta itu... Santi bilang dia melihat wanita yang mirip dengan Rahayu. Memakai topeng, berdiri di samping pengusaha muda Agung itu. Apa mungkin... dia selamat?"
Bu Citra tertawa kecil, suara tawanya terdengar kering dan mengerikan di koridor yang sunyi itu.
"Jangan konyol, Laura. Aku sendiri yang memastikan tubuhnya terjun ke sungai itu. Gak ada manusia yang bisa selamat dari arus dan predator di sana. Yang dilihat Santi hanyalah bayang-bayang ketakutannya sendiri. Orang mati gak akan bisa kembali. Selain itu gak mustahil orang di dunia ini yang wajahnya hampir mirip dengan orang lain."
Bu Citra merapikan tatanan rambutnya yang sempurna, lalu menatap ke arah jendela rumah sakit dengan tatapan kosong yang penuh ambisi.
"Secepatnya, kita harus pastikan Julia membusuk di penjara. Kita gunakan koneksi kita untuk menghancurkan hidup waitress itu. Siapa pun yang berani menyentuh rencana kita aku pastikan berakhir di sungai yang sama dengan si buta Rahayu."
BERSAMBUNG
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏