Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.
Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.
Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.
Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Fajar menyingsing dengan kejam, tetapi tidak membawa cahaya bagi Lee Yujin. Ia terbangun di sofa ruang tengah, tubuhnya kaku dan pikirannya diselimuti kebingungan sesaat. Ia segera teringat di mana ia berada, di rumah Lee Lino, sendirian, setelah badai malam.
Yujin bergerak, kemudian merasakan selimut beludru tebal menyelimuti tubuhnya. Ia segera duduk tegak dan melihat sekeliling. Lino sudah tidak ada di kursi tunggalnya. Yujin merasa lega, tetapi ketegangan itu segera menyergapnya. Ia harus segera pergi dari rumah Lino.
Kemudian ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Namun tidak ada notifikasi pesan baru dari Christopher. Ia sempat merasa heran, tetapi ia segera mengabaikannya. Yujin segera melompat dari sofa, berniat untuk segera meninggalkan rumah itu sebelum Lino kembali.
Saat ia sudah mencapai pintu, Lino muncul dari lorong dapur dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat dan biskuit. Ia mengenakan kemeja katun rapi, terlihat tenang dan sempurna.
"Kau sudah bangun, Sayang," Lino tersenyum, menggunakan kata panggilan yang membuat Yujin merinding.
"Aku harus pulang, Oppa," kata Yujin dengan nada tegas dan menghindari kontak mata dengan Lino.
"Tentu saja, tapi sarapanlah dulu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dengan perut kosong," Lino melangkah mendekat, lalu meletakkan nampan di meja.
Yujin berbalik untuk membuka pintu, akan tetapi Lino sudah berada di sana dan memblokir jalan keluarnya.
"Tunggu sebentar, Yujin. Kita belum menyelesaikan pembicaraan kita." kata Lino dengan nada mengancam.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan," Yujin menjawab, dan mencoba menjaga jarak.
"Ada. Semalam, kau memanggil nama Christopher dalam tidurmu. Kau tahu betapa menyakitkannya itu bagiku, Yujin?" Lino berbisik, dan matanya berkilat dingin.
Yujin terkejut. Apakah Lino mengawasi tidurnya. Ia tahu Lino benar-benar telah melewati batas.
"Kau harus berhenti, Lino! Pergi dari hadapanku!" Yujin meninggikan suaranya, dan kembali mencoba melarikan diri dari sisi Lino.
Lino segera meraih kedua pergelangan tangan Yujin dengan cepat. Kekuatan cengkeramannya yang tak terduga membuat Yujin menjerit pelan.
"Jangan berteriak. Jangan membuat keributan disini. Kau berada di rumahku," Lino mendesis.
Lino menarik Yujin ke dalam pelukan paksa. Yujin memberontak, memukul dada Lino, tetapi Lino tenaga jauh lebih kuat. Bahkan Lino menundukkan wajahnya, memaksakan kein timan.
"Cukup, berhentilah melawan. Kau akan melukai dirimu sendiri," Lino berkata dengan suara serak karena ga irah gelapnya yang tak tertahankan.
Lino mencondongkan tubuhnya, lalu me ncium Yujin. Ci uman itu dimulai dengan paksaan yang lembut, tetapi dengan cepat berubah menjadi agresif lalu menuntut, dan penuh kepemilikan.
Yujin merasakan ketakutan yang dingin menjalari tubuhnya. Ia melawan dengan seluruh tenaganya, ia menggelengkan kepala dan mencoba berteriak, tetapi mulutnya di bung kam oleh bi bir Lino. Ia merasakan air matanya mengalir deras karena kehancuran men tal yang akan datang setelah ini.
Lino melepaskan ci humannya sebentar, kemudian menatap Yujin yang menangis dan terengah-engah.
"Kau adalah milikku. Kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Christopher tidak akan datang. Dia sudah meninggalkanmu." bisik Lino.
Yujin merasakan kekalahan total saat Lino kembali menundukkan kepala, kali ini Lino bahkan menariknya lebih dalam ke dalam pelukannya. Yujin memberontak dan menen dangnya, tetapi tenaganya tidak sebanding dengan obsesi Lino yang telah memuncak.
Yujin merasakan kengerian yang mendalam, menyadari bahwa ia tidak bisa melawannya. Di tengah perlawanan Yujin yang sia-sia, Lino berhasil menang gal kan batas-batas terakhir yang tersisa.
Dan itu terjadi. Lino meno da i Yujin dan memaksa dirinya. Adegan fi sik traumatis ini disajikan hanya melalui rasa sakit dan perlawanan Yujin.
Yujin hanya merasakan sakit, ketakutan, dan kehan curan yang mendalam. Di tengah trauma itu, ia hanya bisa memejamkan mata dan berharap itu semua akan segera berakhir. Ia membayangkan wajah Christopher, mencoba menemukan kekuatan untuk bertahan.
Ketika Lino akhirnya melepaskan diri, ia terengah-engah, matanya kembali menunjukkan sedikit akal sehat, tetapi ditutupi dengan lapisan kemenangan.
Yujin ter ba ring di sofa, ia terisak tanpa suara. Seluruh tu buhnya terasa sakit dan han cur, tidak hanya secara fi siknya, tetapi jiwanya telah terca bik. Trauma itu sudah membekas, dan mengukir luka yang dalam dan gelap.
Lino, tanpa menunjukkan rasa penyesalan sedikit pun, merapikan kemejanya yang tampak kusut. Ia kembali menjadi pria yang rapi dan terukur, kecuali di matanya yang kini memancarkan kegi laan.
"Kau akan berterima kasih padaku nanti," kata Lino dengan nada santai, seakan ia baru saja melakukan hal yang wajar.
Yujin menatapnya dengan tatapan kebencian. "Aku membencimu, Lino. Aku akan melaporkanmu atas semua yang kau perbuat padaku."
Mendengar itu, Lino hanya tertawa kecil. "Kau tidak akan bisa melaporkanku, Sayang. Kau tahu kenapa?"
Lino berlutut di samping sofa, matanya menatap Yujin yang tampak ha ncur. "Jika kau melaporkanku, skan dal mu akan lebih besar dari skan dal Christopher. Jiya sudah menganggapmu Pe lakor. Dan sekarang, kau akan menjadi Pe lakor yang rusak di mata semua orang."
"Lagipula, aku berharap kau hamil. Jika kau hamil, kau pasti akan kembali padaku. Kau akan menjadi milikku selamanya, dan tidak ada yang bisa memisahkanku darimu. Aku akan menjadi satu-satunya yang bertanggung jawab atas hidupmu."
Lino bangkit, mengambil kunci mobilnya. "Sekarang, aku akan mengantarmu pulang. Mandilah. Dan jangan pernah lupakan malam ini. Kau akan kembali padaku, karena kau sudah tidak punya pilihan."
Lino meninggalkan Yujin sendirian yang begitu ha ncur, dan ter gele tak di sofa ruang tengah. Di luar, hari sudah mulai cerah, tetapi bagi Yujin, kegelapan telah menelan segalanya. Ia merasakan trauma dan kesendirian yang mutlak, dan menyadari bahwa ia kini terikat pada rantai obsesi yang paling gelap.
Yujin tidak bisa bergerak. Ia hanya menangis. Ia telah ter no da, dan ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Ia hanya bisa memikirkan Christopher yang kini tidak mungkin bisa ia hubungi.
.
.
.
.
.
.
.
— Bersambung —