NovelToon NovelToon
Kelas Tujuh Untuk Zahrana

Kelas Tujuh Untuk Zahrana

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.

"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.

Aku memandang putri sulungku tersebut.

"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.

Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SAMBANGAN MA'HAD KETIGA

Tak terasa waktu seminggu telah bergulir. Hari ini adalah hari Minggu yang kutunggu. Aku mengemasi barang bawaan, yaitu nasi, lauk tahu goreng dan sedikit makanan ringan untuk Zahrana. Aku melajukan motorku ke ma'had sekolah X untuk menemui putri sulungku tersebut. 

Aku menemui Zahrana, tapi ternyata ia telah menungguku ditangga yang tak jauh dari ruang kelasnya yang terletak di dekat pintu gerbang sekolah. Aku begitu keheranan melihat sikapnya saat ini.

"Bu, aku sudah menunggu lama di sini. Tapi mengapa Ibu baru datang?" Tanya Zahrana padaku. 

"Nduk, mengapa kamu menunggu di sini? Mengapa tidak menunggu di dekat ma'had saja?" 

Zahrana menggelengkan kepala.

"Tidak bu."

Zahrana terdiam sesaat.

" Ayo bu. Kita segera pergi dari sini," ajaknya.

Aku putar balik motor dan kembali melajukannya ke arah biasanya yaitu lapangan yang letaknya tak jauh dari sekolah. Tapi Zahrana meminta untuk pulang. 

"Bu, kita pulang saja sekarang. Biar aku bisa memiliki banyak waktu di rumah," jelas Zahrana. 

Kulajukan motorku dengan kecepatan sedang untuk menuju rumah.

Sesampainya di rumah, seperti biasa, Zahrana akan istirahat di kamar. Aku tadi lupa belum masak. Aku memasak mie di dalam panci listrik yang sebulan lalu telah kubeli sebagai ganti karena tabung gas melon telah kujual untuk membayar angsuran. 

Saat Zahrana bangun, saat aku tengah berdekatan dengannya, aku berbicara sesuatu padanya tentang informasi lowongan pekerjaan yang kuketahui tempo hari. 

"Mbak, Ibu mau bekerja di kota karena barang rongsokan di gudang tidak bisa dijadikan sebagai pemasukan utama. Bila rongsokan sudah habis ,maka penghasilan tersebut juga tidak ada. Bila penghasilan tidak ada, berarti uang juga tidak ada sama sekali. Ibu berencana untuk bekerja di kota. Pada saat sambangan, rencananya ibu tidak akan datang. Ibu hanya akan datang saat berpulangan saja. Nanti untuk uang saku, ibu akan tambahi. Nggak apa-apa kan Mbak?" jelasku panjang lebar. 

Zahrana terdiam dan menundukkan kepala. 

"Bila Ibu tidak datang, aku gimana? Saat Ibu tidak datang, aku pasti akan merasa kesepian. Aku tidak memiliki teman yang bisa kuajak bicara. Saat ibu datang, aku sangat senang sekali. Aku merasa seminggu saja tak bertemu dengan ibu, menurutku itu sudah sangat lama sekali. Apalagi bila sampai dua minggu. Aku harus bagaimana Bu?" ucapkan Zahrana padaku. 

Zahrana terdiam sesaat sebelum melanjutkan perkataannya.

"Aku mohon Ibu tetap datang saat sambangan ya. Aku sangat bingung bila ibu tidak datang," ucapnya lagi. 

Mendengar perkataan Zahrana, entah mengapa hatiku semakin teriris.

"Aku sendirian disana Bu. Bila ibu tidak datang, pada siapa lagi aku bicara? Aku tidak memiliki teman disana," ucap Zahrana dengan sedikit meneteskan air mata

Aku segera meraih badan Zahrana dan mendekapnya dalam pelukanku. Saat Zahrana memindahkan kaki sebelah kanan, tak sengaja ia mengatakan kata yang membuatku penasaran.

"Aduh ..," ucap Zahrana kesakitan.

Kubuka rok hitam yang menutupi bagian kaki Zahrana. Aku melihat bagian lutut ke bawah, ditulang garesnya terdapat luka yang belum sembuh. Malah terlihat begitu memerah dan meradang di bagian tengah serta sekelilingnya. Di bagian tengah terdapat gundukan nanah yang berwarna kuning yang terlihat siap untuk meletus. 

"Kakimu kenapa nduk?" tanyaku semakin penasaran melihat keadaanya.

Zahrana terdiam sesaat.

"Kakiku sakit bu," jawab Zahrana.

"Kenapa?" berondongku.

Zahrana terdiam kembali.

"Kamu nggak mau bicara? Biar kutanya miss di ma'had," ucapku dengan lantang.

"Jangan bu. Aku ... didorong oleh ... Ghania dan kakiku terantuk lantai tinggi yang ada di depan papan tulis. Ini sakit sekali bu," ucap Zahrana sambil merintih. 

Deg.

Ghania? Kenapa gadis itu begitu tega pada Zahrana? Batinku dalam hati.

"Apa sakit ini sudah lama?" selidikku.

"Sudah dua mingguan ini."

"Mengapa kamu tak bilang sama ibu? "

Zahrana terdiam sesaat.

"Aku ... tak mau membuat ibu ... menjadi tambah sedih."

Aku kembali mendekap putri sulungku semakin erat. 

Ternyata Zahrana diam saat pulang saat itu ia merasa kesakitan? Ternyata... Ibu macam apa aku ini yang tak tahu bila anakku sedang sakit?

Apakah Zahrana mendapat bullying lagi? Apakah bullying kali ini lebih parah bila dibandingkan saat ia masih sekolah di madrasah? Aku sungguh tak tega melihat hal ini terjadi lagi pada Zahrana. Ini hanya bullying yang kuketahui dan Zahrana mau bercerita. Bagaimana bentuk bullying yang tak kuketahui sama sekali? Aku sungguh tak kuat lagi ya Allah. Aku ... Tak tahu lagi harus bagaimana saat ini?

Air mataku tak terasa mengalir deras di pipi.

Setelah menyelesaikan tangis, aku segera menyeka air mata dengan ujung bawah gamis lusuhku. Aku juga meminta Zahrana untuk minum air putih untuk meredam perasaannya yang kalut. 

"Ibu mau tanya, mohon dijawab dengan jujur. Kamu dijongkrokne (didorong dari belakang) karena apa?"

Zahrana menghela napas berat. 

"Ghania mengolokku. Katanya aku sangat pas dan cocok dengan siswa namanya Ferdian. Ghania menulis namaku dan Ferdian di papan tulis dan diberi emoticon love di bagian tengahnya. Aku sangat malu. Saat aku akan menghapus tulisan tersebut, ghania melarangku dan menghentikan langkahku dengan didorong tubuhku hingga kakiku menabrak blingir (pojokan lantai) yang ada di depan papan tulis," jelas Zahrana. 

Aku menatap Zahrana dengan lekat. 

"Selain Ghania, siapa lagi yang melakukan hal kurang baik padamu?"

"Saat aku tertidur di kelas saat jam kosong, ada yang menyiramkan air ke wajahku. Antara sadar dan tidak, mas Julian, cowok paling tampan di kelas keagaamaan bilang ke Hana. Ojo mok grujuki woi. Ngesakne (jangan disiram air (wajahnya). Kasihan (Zahrana tidur). Saat aku bangun, jilbab dan pakaianku basah. Bangkunya sudah lumayan sedikit mengering. Ada yang memberitahu bahwa Hana tadi yang telah menyiramku dengan air," jelas Zahrana

Aku menatap Zahrana lagi. 

"Saat di ma'had, siapa saja yang berbuat kurang baik padamu?" selidikku. 

Zahrana terdiam sesaat dan menarik nafas yang terlihat berat.

"Kapan-kapan saja ceritanya bu. Aku harus segera balik ke ma'had,"  jelas Zahrana

Aku memandangnya dengan lekat.

"Mbak masih kuat untuk tinggal di ma'had atau tidak? " tanyaku pada zahrana

"Aku akan berusaha bu. Ibu juga sudah berusaha untuk menyekolahkanku di sekolah X. Aku akan berusaha krasan di sana Tapi bagaimana bila sudah berusaha dan aku tetap tidak krasan bu?"

Aku tersenyum getir pada Zahrana. 

"Yang penting berusaha dulu," ucapku padanya. 

Aku berjalan menuju ruang keluarga, mengambil tas dan membuka dompet berwarna hitam. Uangku hanya tersisa lima ribu rupiah.

Aku bergegas ke gudang dan mengemasi rongsokan yang masih tersisa di ruang belakang dan membawanya ke grosir rongsokan. (Almarhum bapak seorang tukang kayu. Alat untuk mengolah kayu banyak yang terbuat dari besi dan sudah banyak berkarat. Aku menjual nya sedikit demi sedikit karena aku tak mampu membawanya sekaligus karena terlalu berat).

Sesampainya di agen rongsokan, pemilik menimbang dang menghitung rongsokan. Tak lupa ia memberikan uang hasil rongsokanku hari ini. Aku mendapatkan uang meski hanya sedikit. Setelah mendapatkan uang, aku segera mengantarkan Zahrana ke ma'had sekolah X. 

Saat perjalanan mengantarkan Zahrana, aku berpesan pada putri sulungku tersebut.

"Bila sudah berusaha, tapi tetap tidak kuat ma'had, tidak usah dipaksakan mbak. Jangan lupa bilang sama ibu bilang, bila ada masalah apapun, baik di ma'had maupun sekolah. Tetap jalani kehidupan dengan semestinya. Waktunya sekolah, ya sekolah. Waktunya ngaji, ya ngaji. Waktunya mainan, ya mainan. Tidak usah risau memikirkan ibu atau apapun seperti apa. Tetaplah berbahagia," pesanku pada Zahrana.

"Iya... Bu," ucap Zahrana dengan terbata.

Tak terasa kami sudah sampai di pintu gerbang sekolah X.

"Bu, aku turun disini saja bu," ucap Zahrana. 

Aku mengulurkan uang senilai tiga puluh ribu rupiah pada Zahrana.

"Mbak, maaf. Ibu hanya bisa memberikan uang saku tiga puluh ribu untuk seminggu. Mohon diirit ya. Jajan kiloan yang dibungkusi ibu sama mi intermie masih kan?" tanyaku. 

Zahrana mengangguk. Aku meraih Zahrana dan mencium ubun-ubunya.

"Sing sabar ya mbak. Tetaplah bersikap baik selama di ma'had. Ibu minta maaf," ucapku pada Zahrana.

"Iya bu."

Zahrana segera melangkah masuk ke lokasi ma'had dan aku menatapnya hingga hilang dibalik pintu gerbang.

1
ibuke DuoElfa
semangat
ibuke DuoElfa
selamat membaca
kozumei
Wow, luar biasa!
ibuke DuoElfa: Terima kasih kak
semoga suka dengan cerita saya
total 1 replies
Eira
Ingin baca lagi!
ibuke DuoElfa: sudah update 2 bab kak
masih proses review
semoga suka dengan cerita saya ya

selamat membaca
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!