"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Istri Baru
Nadine baru saja menginjakkan kakinya di ruang tamu kediaman Hartono yang megah itu, ditemani oleh Bu Minah yang setia membawakan tasnya.
Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika melihat seseorang duduk di kursi pasien di ruang tamu, mengenakan stelan rumah sakit. Matanya membelalak, napasnya tercekat, lututnya nyaris goyah.
"Bu Minah... itu... itu Mas Arka, kan?” bisiknya, nyaris tak terdengar. Ia ingin memastikan bahwa yang dilihatnya bukanlah khayalan belaka.
Bu Minah ikut tertegun, menelan ludah, lalu mengangguk pelan.
"I-iya, nyonya... itu Tuan Arka..."
Nadine melangkah maju secara perlahan, nyaris tidak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya.
Di sekeliling Arka berdiri Miranda, Vania, dan Hartono, sekomplotan orang-orang yang selama ini selalu memperlakukannya seperti manusia hina dina.
"Mas Arka..." suara Nadine gemetar saat menyebut nama suaminya, yang lama tak kunjung pulang.
Yang membuat Nadine lebih sedih lagi, karena sekalinya Arka hadir dihadapannya, dalam kondisi yang tidak jauh dengan dirinya. Sama-sama memiliki balutan kain kasa disekitar wajah mereka.
Hal yang masih membuat penasaran Nadine adalah sosok wanita muda yang cantik, selalu setia disamping Arka.
Lelaki itu menoleh ke arahnya, tapi tatapannya kosong dan terasa asing.
Nadine berharap, Arka akan berdiri, lalu memeluknya dengan hangat, melepas kerinduan yang sudah lama berpisah. Lalu, dengan lembut, Arka mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.
Tapi yang dilakukan Arka hanya diam, tanpa ekspresi. Tatapannya kosong dan lurus ke depan. Bahkan sebelum kedatangan Nadine.
"Ka-kamu... nggak kenal aku, mas Arka?” Nadine bertanya lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Tapi belum sempat Arka menjawab, seorang wanita muda langsung berdiri, merapatkan pegangan tangannya di lengan Arka.
"Maaf. Jangan terlalu dekat. Mas Arka butuh istirahat," ujar wanita itu tegas.
Nadine mengernyit, dadanya terasa sesak. "Emangnya lo siapa? Deket-deket suami gue. Sana, minggir!"
Baru saja Nadine ingin lebih dekat dengan Arka yang hanya memandang lurus dengan tatapan kosong, tangannya langsung ditepis oleh wanita muda itu.
Wanita itu menegakkan badan dengan angkuh. "Gue Karin. Istri sah Mas Arka! Jauhi tangan kotor lo dari suami gue!"
Jawaban itu sontak membuat Nadine terdiam beberapa detik. Perasaannya seperti tertam-par kenyataan yang pahit.
Bu Minah pun ikut kaget sambil menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja diidengar.
Nadine menggertakkan gigi, lalu menatap ke arah Miranda.
"Maksudnya apa ini, hah? Lo istrinya? Jangan ngarang deh! Gue ini masih istri sahnya mas Arka!” Nadine mengangkat tangannya, menunjukkan cincin pernikahannya yang masih melingkari jari manisnya.
Miranda mendengus sinis, matanya tajam menusuk.
"Arka yang sekarang sudah beda. Dia nggak butuh istri gembel dan buruk rupa, yang bisanya cuma bikin dia celaka!"
Nadine mengerutkan kening. "Maksud tante?"
Hartono lalu maju selangkah, menceritakan sedikit kejadian yang menimpa Arka.
"Arka kecelakaan karena anda! Dia nyetir sambil mikirin gembel yang nggak penting!! Gara-gara anda yang keras kepala, kondisi dia jadi begini sekarang!" Suara pria itu keras dan tajam, membuat jantung Nadine berdegup semakin cepat.
"Iya! Lo udah gembel dan jelek, miskin... belagu banget sih! Hsrusnya lo nyadar diri cepet-cepet dan segera pergi dari sini... bukan malah bikin Arka pusing! Sekarang lihat akibatnya!" ucap Vania yang ikut menimpali.
"Harusnya lo udah nggak ada di dunia ini.....!" tambah Miranda dengan nada amarah penuh dendam.
Ucapan barusan, membuat Nadine sempat terhenti. Ingatannya menuju rumah sakit. Saat dirinya mendapat kue yang sudah diracuni oleh si pengirim. Untung saja segera mendapat pertolongan cepat dari dokter Hans. Sehingga dirinya dan Bu Minah baik-baik saja.
"Hush.... Ssstt.... Kak ......!" Vania langsung mengingatkan Miranda agar tidak berbicara sembarangan.
Miranda paham bahwa ucapannya yang mengarah pada sesuatu, hampir kelepasan.
Nadine semakin yakin, jika Miranda dan Vania, dalam dibalik si pengirim kue cokelat beracun yang hendak mem-bu-nuh dirinya dan Bu Minah. Apalagi, dikirim atas nama Arka.
------
Lalu, karena dihadang untuk memeluk atau merangkul Arka, Nadine melangkah mundur. Sepasang matanya mulai berkaca-kaca.
"Tapi, saya kan istrinya... Saya istri sahnya...! Kenapa harus dihalangi seperti itu?"
Karin mencibir, lalu duduk kembali sambil mengelus tangan Arka.
"Sah? Ngarep banget sih, lo...! Itu cuma angan-angan lo doang. Lihat kenyataannya sekarang? Mas Arka milik gue sepenuhnya!"
"Jauhin tangan lo dari Mas Arka. Dia masih suami gue, dan gue belum diceraikan olehnya! Gue juga nggak pernah tanda tangan surat cerai."
Bu Minah akhirnya ikut angkat suara, suaranya pelan tapi tajam.
"Mohon maaf, Bu Miranda, tapi pernikahan kedua itu nggak sah kalau belum ada perceraian resmi."
Miranda mengangkat alis, lalu tertawa sepuasnya,
"Hahahah! Dasar pembantu TOL-OL ....!!! Seorang lelaki nggak butuh izin istri untuk menikahi gadis impiannya!"
"Mas Arka... kamu bener-bener nggak inget aku? Aku istrimu... Nadine! Kita pernah bahagia. Kamu yang bilang sendiri nggak akan ninggalin aku, walaupun aku selalu diperlakukan jahat oleh mamimu sendiri...."
Arka mengerutkan kening, lalu melihat ke arah Karin.
"Ka-kamu bilang... aku cuma punya kamu!" bisiknya terbata-bata. Wajahnya penuh kebingungan. Karin cepat-cepat memeluk lengan Arka dan berkata dengan lembut, “Iya, Mas. Aku ini istrimu. Satu-satunya dan selamanya. Wanita jelek itu cuma ngaku-ngaku. Emangnya kamu mau percaya sama wanita setengah mumi itu?"
Arka menatap Nadine. Tapi seolah menghiraukan istri pertamanya itu.
Perilaku Arka barusan, membuat hati Nadine semakin sakit dan perih. Bu Minah bisa merasakan atmosfer tegang dan kondisi menyakitkan untuk Nadine.
Nadine tidak tahan lagi, air matanya mulai jatuh perlahan. Linangannya sangat terasa hangat dikedua pipinya.
"Mas... kamu pernah bilang kan, mau bangun rumah di atas tanah impian kita. Kamu janji temenin aku sampai tua..." ucap Nadine terpotong, oleh sesak dadanya sendiri. Tangisnya semakin mengisak.
Miranda, Vania, dan Hartono tersenyum puas melihat situasi kali ini. MembiArkan Nadine merasakan sakit hati dihadapan Arka langsung.
Karin pun sangat puas, namun ia menjaga ekspresi itu, agar tidak membuat Arka semakin marah.
Beberapa menit lalu, Arka menatap Karin sangat tajam, lantaran Karin menghina dengan pedas ke arah Nadine. Melihat respon Arka barusan, Karin pun harus hati-hati jika ingin mengolo-olok wanita setengah mumi itu.
Arka masih terlihat bingung, tapi belumberkata apa-apa.
Miranda mendekat, berdiri di hadapan Nadine.
"Sudah lah, gembel. Terima kenyataan. Inilah nasibmu yang sesungguhnya. Arka sekarang bukan milikmu lagi. Kamu udah cukup menyiksanya selama ini!”
“Hah? Menyiksa? Nggak salah denger, tan? Bukannya anda yang kerap menyiksa dan menghina saya, saat Mas Arka tidak ada?" Nadine membalas pertanyaan dengan nada sinis dan menyindir.
Miranda geram dengan ucapan Nadine. Lalu ia memiliki ide gila. Miranda mendekati bibirnya di kuping Arka, membisikkan sesuatu, lalu Arka mulai memasang tampang mengerikan ke arah Nadine.
Nadine pun ketakutan.
Kemudian, Arka menunjuk Nadine dengan telunjuknya, lurus, sambil berkata,
"Kamu saya talak tiga, Nadine! Keluar dari sini... SEKARANG!"
Bersambung.....