Amarah, kebencian, cacian, hinaan, penderitaan, masa lalu, kesalahan dan akhir yang tragis. Kisah mana yang menurutmu belum pernah kamu rasakan?
Kakak pertama suaminya adalah laki-laki yang merenggut kesuciannya hingga mengandung tanpa seorang suami. Lalu kakak keduanya adalah cinta pertamanya, pria yang dia cintai yang kini malah menjadi kakak iparnya.
Hidup Alma tidak pernah berjalan mulus, penderitaan sepertinya enggan menjauh dari wanita malang itu.
Plak!
"Anak sialan, tidak tahu diuntung! kamu sudah mencoreng nama baik keluarga ini dengan hamil tanpa suami dan sekarang malah bekerja ditempat kotor itu sebagai penyaji minuman!"
"Kamu sudah menyebabkan cintaku mati sebelum kami bersama, maka akan aku buat hidupmu seperti mati tetapi masih bisa bernafas!"
Lalu kemana lagi Alma harus lari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wulan_Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Target?
"Kenapa Alma belum bangun juga? Apa dia sengaja ingin bermalas-malasan!"
Gevan duduk dengan tenang di meja makannya, sementara Arga masih terdiam dengan wajah kesal.
Setelah kejadian malam, Alma mengalami syok berat. Masa lalu yang terus menghantuinya kembali muncul setelah Alma bertahan bertahun-tahun dan mencoba melupakannya. Namun, rupanya semua yang Alma lakukan hanya sia-sia saja, trauma itu terus menempel pada otaknya setiap menit saat menutup mata.
Hari ini adalah hari ketiga bulan Alma dan Gevan menjalankan pernikahan. Setelah bertemu dengan Oma Grace, Gevan tak lagi merasa tertekan dan Alma mendapatkan pengakuannya.
"Suruh dia turun, sudah dua bulan dia beristirahat dengan tenang. Apa itu belum cukup?" ucap Nyonya Wisma.
Gevan tak menghiraukan ucapan sang ibu, pemuda itu justru menikmati makanannya dengan tenang. Sementara Arga langsung pergi setelah mencicipi beberapa sendok sarapannya.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Alma turun.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Nyonya Wisma menjatuhkan pisau steak miliknya.
"Ambilkan yang baru!" titahnya.
Alma menuruti semua perkataan Nyonya Wisma tanpa memberontak. Ucapannya tiga bulan yang lalu selalu dia tepati.
"Silakan," ucap Alma sambil menyimpan pisau steak di sisi piring Nyonya Wisma.
Suasana seperti ini sudah tidak asing untuk Alma, keluarga ini seperti topeng yang terus berubah-ubah setiap harinya. Di luar sana mereka memakai topeng bahagia, ceria dan harmonis. Namun, di dalam rumah mereka memakai topeng yang berbeda. Sejak awal Alma memang target Gevan.
"Aku butuh anggur, siapkan sekarang juga!."
Lagi, Alma mengangguk tanpa menolak.
Di rumah ini Alma diperlakukan seperti pelayan, semua kebutuhan anggota keluarga inti dia yang menyiapkannya.
"Hari ini adalah hari Kamis, waktunya aku menjenguk putriku," ucap Alma.
"Apa aku harus mengubah jadwalnya? Apa kamu tidak senang melayani kami?"
Alma terdiam namun hatinya menggerutu.
"Kalau begitu aku akan langsung pergi bekerja," sambung Alma.
Ini adalah bentuk penyiksaan yang mereka lakukan kepada Alma. Mereka tahu jika Rose adalah kelemahannya, mereka bukan hanya membuat mental Alma rusak, namun mereka juga terus menyiksa batin Alma secara halus. Namun, beruntung selalu ada Arga yang siap menolongnya dan terus membantu Alma menemui Rose secara diam-diam. Tetapi kali ini mungkin akan lebih sulit lagi, karena tadi Alma mendengar bahwa Arga akan segera pergi ke luar negri setelah acara pertunangannya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, jam demi jam sudah Alma lalui seperti biasa hanya bekerja tanpa jeda. Namun, malam ini terlihat berbeda hujan yang cukup deras di luar sana membuat Alma sedikit tersentuh.
"Kenapa belum beres juga? Sudah jam berapa ini!" tegur Arman, kepala restoran.
Sekarang Alma bekerja di restoran milik keluarga Gevan, Alma sengaja disuruh bekerja disana oleh Nyonya Wisma karena Alma begitu ingin bekerja. Nyonya Wisma tak mengijinkan Alma pergi bekerja sebagai hostess lagi karena menurutnya itu akan mencemarkan nama baik keluarga Domani.
"Selesaikan dengan cepat!" sentak Pak Arman.
Alma sedikit menundukkan wajahnya dan segera merapikan pekerjaannya dengan tergesa-gesa.
Namun, belum juga Alma selesai menyelesaikan pekerjaannya seseorang dari kejauhan nampak melambaikan tangan ke arahnya. Tak ingin pria paruh baya itu mengganggu pekerjaannya, lantas Alma segera menemui pria itu di luar.
"Kenapa lama sekali!" sentak pria tua itu.
Alma mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyodorkan uang itu pada Pak tua.
"Bulan ini aku hanya bisa mencicil setengahnya, setelah gajian Minggu ini baru aku berikan sisanya," ucap Alma.
Pak tua berdecak sebal, "Hanya lima ratus ribu! Berapa lama lagi aku harus menerima uang receh ini? Kalau terus seperti ini terpaksa aku akan datang ke rumah kalian dan menyita rumah serta barang yang ada di gubuk itu!" tegasnya sambil menunjuk wajah Alma.
Alma yang tak mau hal itu terjadi segera memohon kepada Pak Brata agar beliau bersabar dan memberi waktu lebih lama lagi.
"Kali ini saja, tolong beri saya waktu sedikit lagi. Saya janji saya akan segera melunasi utang Ibu."
"Kapan? Ini sudah terlalu lama bahkan uang pokoknya saja belum juga bisa kamu cicil! Saya sudah muak dengan uang receh kamu ini!" sentak Pak Bara.
Alma menghela nafasnya, "Tiga bulan, saya janji akan lunasi utang ibu tiga bulan lagi."
"Cih, sudah jadi menantu seorang konglomerat tapi hidupmu masih saja melarat! Apa mereka tidak memperlakukan kamu dengan baik? Kalau begitu pergi saja dari mereka dan kembali hidup seperti dahulu!" cibir Pak Brata.
Alma tak menjawab ocehan Pak Brata, semua yang diucapkan pak tua tidak ada yang salah. Namun, Alma juga tidak bisa pergi dari keluarga ini begitu saja setelah mereka membantu melunasi semua biaya rumah sakit Rose dan uang ganti rugi kepada Jonathan, bahkan uang untuk ibu Julia juga sudah dia berikan. Tidak hanya itu, Gevan juga menepati janjinya, dia memberikan uang sebesar lima miliar untuk Alma, namun sisanya belum Gevan berikan karena kontraknya belum selesai.
"Alma janji akan melunasi utang ibu tiga bulan lagi, tolong jangan ambil rumah itu," bujuk Alma dengan suara lirih.
Pak Brata menghela nafas, "Baiklah! Tapi ingat, jika kamu tidak juga melunasi utang orang tua kamu maka siap-siaplah kalian harus meninggalkan rumah itu!"
Pak Brata pergi dengan wajah marah.
Sudah satu tahun lebih Alma mendapat tekanan dan perlakuan buruk dari pria tua rentenir tadi. Sebenarnya Pak Brata atau yang sering di sebut Pakde Bara bukanlah orang lain untuk Alma, dia adalah adik kandung dari ayahnya sendiri, Pak Brata adalah Paman Alma. Namun, tiga tahun yang lalu setelah Alma dan keluarganya diusir dari rumahnya, Pak Bayu meminta tolong kepada Pak Brata agar mereka dipinjamkan uang untuk membeli rumah baru. Saat itu Pak Brata setuju memberikan Pak Bayu pinjaman asalkan setiap bulannya harus dengan bunga. Saat itu Pak Bayu masih bekerja sebagai koki disebuah kapal pesiar mewah, namun penyakit yang diderita Pak Bayu membuatnya kehilangan pekerjaan. Dan kini semua utang yang dipinjam pak Bayu menjadi beban Alma. Seharusnya, satu tahun yang lalu utang itu sudah harus lunas. Tetapi ibu Julia terus meminjam uang kepada pak Brata untuk biaya kuliah adiknya yang saat ini sedang berada di luar negri.
"Jam berapa ini?" gumam Alma.
Alma mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam di pergelangannya, "Sudah jam sebelas, syukurlah malam ini aku bisa pulang lebih cepat," gumamnya lagi.
Alma pun bergegas segera merapikan kain pel dan beberapa sapu yang membantunya menyelesaikan pekerjaan terakhirnya. Tak lupa gantungan bertuliskan closed pun tergantung rapi di pintu transparan.
"Saya permisi, Pak. Semuanya sudah beres," ucap Alma.
"Oke, tapi besok malam kamu harus datang lebih awal karena pemilik kafe akan datang."
Alma mengangguk mengerti, "Baik, Pak."
Alma terlebih dahulu pergi meninggalkan kafe lalu di susul Pak Arman.
Sebelum Arman menaiki mobil miliknya laki-laki itu menyodorkan cokelat pada Alma.
"Selamat ulang tahun," ucap Arman dengan wajah datar.
Alma tersenyum tipis lalu tanpa ragu mengambil cokelat pemberian atasannya itu.
"Terima kasih banyak, saya terkejut karena bapak tidak lupa dengan ulang tahun saya."
"Tidak usah besar hati, hari ini mood saya sedang bagus saja makanya saya berikan kamu cokelat," tutur pemuda dingin itu.
Alma terus tersenyum senang karena selama ini belum pernah ada yang memberinya selamat apalgi memberinya hadiah. Arman adalah salah satu teman laki-lakinya, dahulu dia adalah bartender, namun Arman mengundurkan diri setelah berselisih dengan Royce dan dia diterima bekerja sebagai manager di restoran ternama milik suaminya. Arman tahu jika Alma sudah menikah dengan bosnya, namun Arman juga tahu jika pernikahan mereka tidaklah bahagia. Bahkan beberapa kali Gevan maupun Nyonya Wisma menyuruh Arman agar memberi Alma hukuman ditempat kerja walaupun Alma tak melakukan kesalahan.
"Mau aku antar pulang?" tanya Arman.
Alma menggelengkan kepalanya, "Tidak usah, aku harus mampir ke paviliun untuk melihat kondisi Rose. Terima kasih banyak untuk cokelatnya," tutur Alma.
"Baiklah, kalau begitu hati-hati."
Arman pergi setelah memastikan Alma naik ojeg untuk pulang.
("Tuan, seperti perintah Tuan, coklat itu sudah saya berikan kepada Alma. Dia menerimanya dengan senang hati.")
Arga kembali menutup ponsel miliknya. Saat ini dia sedang mengadakan meeting penting bersama dewan direksi dan beberapa klien penting yang dipimpin langsung oleh Nyonya Wisma.
Nyonya Wisma menatap tajam ke arah Arga, "Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya dengan suara intimidasi.
"Mengapa dia selalu menebak hal dengan benar? Setelah Gevan, apa kini aku menjadi targetnya juga?"