Setelah Di Khianati Sahabat Dan Kekasih

Pagi hari di sebuah Apartemen.

"Mas, mau sampai kapan kita tinggal di Apartemen? Aku pengen kamu beliin aku rumah di sini, gak usah rumah yang mewah, yang sederhana aja sudah cukup, yang penting kita punya rumah sendiri," ucap Rarasita setelah ia dan sang suami selesai sarapan pagi.

"Sabar dulu, ya, Mas 'kan lagi menabung, beli rumah di Jakarta tidak semudah membalikkan telapak tangan. Rumah sederhana saja harganya ratusan juta rupiah. Kita harus kerja keras dan lebih giat lagi supaya segera bisa mewujudkan impian kita untuk punya rumah sendiri di sini," jawab Rakha sembari menghembuskan asap rokok ke udara.

Rara terbatuk kecil karena asap rokok itu mengenai wajahnya serta menganggu pernafasan nya.

Sesekali Rakha merokok bila selesai sarapan pagi atau kalau dia sedang merasa pusing kepala nya.

Kebiasaan buruk itu membuat Rara protes, ia tidak suka suaminya merokok dan dia baru tahu sang suami merokok setelah mereka menikah karena selama ini Rakha selalu merokok diam diam diruang tertutup.

"Sudah dong merokok nya,"

"Tanggung, ini sudah mau habis," jawab Rakha santai.

Rara menghela nafas panjang, entah kenapa ia mulai merasa muak sama suaminya sendiri.

Tiba tiba ponsel Rakha yang ada di atas meja berdering nyaring, dengan segera ia meraih benda pipih tersebut lalu menjawab panggilan dari sang ibu. Tapi sebelum itu dia mematikan rokoknya terlebih dahulu lalu meletakkan puntung rokok secara asal di atas meja.

Lagi lagi Rara menggeleng kesal melihat kebiasaan jorok sang suami.

"Iya Bu."

"Rakha, Rara mana? Dan gimana kabar kalian?''

"Rara ada di samping aku, kabar kami baik, Bu. Ibu dan Ayah apa kabar di sana?''

"Ayah dan Ibu juga sehat. Em ... Gimana? Apa Rara sudah hamil?" tanya Bu Fathiah terdengar antusias.

"Belum Bu. Rara belum hamil," jawab Rakha seraya menatap sang istri. Wajah Rara mulai memerah itu tandanya ia sedang marah.

"Laaahh kok lama ya? Padahal kalian menikah sudah mau tiga bulan lebih. Apa Rara sehat? Ibu pengen sekali punya cucu. Tetangga kita yang anaknya baru menikah kemarin sudah langsung hamil, padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan lebih," cerocos Bu Fathiah lancar.

Brak!

Tanpa di duga Rara menggebrak meja cukup keras, lalu ia berdiri dari duduk dan berjalan dengan langkah kaki lebar ke kamar.

Rara sangat tidak suka dengan perkataan sang mertua yang selalu membahas tentang kehamilan.

Rara sudah memeriksa kesehatan rahim nya, setiap bulan nya dia haid dengan lancar. Dia juga tidak tahu kenapa ia tak kunjung hamil padahal dia tidak KB, dia selalu berpikir bahwa belum ada rezeki saja. Dia selalu berpikir positif dan selalu bersabar, tapi sang mertua malah membuat nya begitu marah dengan terus menyinggung tentang kehamilan.

Untuk pertama kalinya setelah menikah, Rara mengurung diri di kamar, lalu menangis. Rara sudah mulai lelah dengan ujian pernikahan nya.

Rakha mengetuk-ngetuk pintu kamar meminta sang istri membuka pintu, namun Rara tidak memperdulikan itu, dia terus menangis menumpahkan air mata berharap perasaan nya kembali lega dan tenang.

"Sayang .... Maafkan Ibu, namanya juga orang tua, harap maklum aja," ucap Rakha seraya terus mengetuk pintu.

Mendengar itu, Rara malah berteriak marah.

"Jangan ganggu aku dulu! Kamu sama saja kayak Ibu, gak pernah ngertiin perasaan aku," ucap Rara dengan suara serak.

Dasar mertua aneh, dia malah menanyakan tentang kesehatan aku, kenapa tidak ia tanyakan tentang kesehatan anaknya. Aku tak kunjung hamil mungkin bukan karena aku yang bermasalah, mungkin saja Mas Rakha yang bermasalah dengan kesehatan nya, di tambah lagi dia suka merokok. Sudahlah tidak bisa membeli aku rumah, tidak bisa membeli aku barang barang mewah, kini mereka malah menyalahkan aku karena aku belum juga hamil. Lama lama aku bisa stres kalau begini terus.

Batin Rara sambil terus terisak-isak.

Kemudian Rara memeriksa ponsel nya yang sedari semalam tergeletak di nakas samping tempat tidur, ternyata ada beberapa pesan masuk.

Yang mencuri perhatian Rara adalah pesan dari sang atasan.

"Selamat pagi cantik. Selamat weekend. Bagaimana kalau hari ini kita jalan jalan, saya akan mentraktir kamu membeli apa saja yang kamu mau. Saya bosan di rumah, apa kamu bersedia menemani saya hari ini?" pesan dari Pak Rega.

Lalu setelah berpikir sejenak, akhirnya Rara membalas pesan itu.

***

Di tempat berbeda.

Jemima, Dixon dan kedua orang tua Jemima baru selesai sarapan pagi. Setelah ini mereka akan jalan jalan mengelilingi kampung Bujung Sakti, sekalian ingin turun langsung mengecek pembangunan rumah yang sedang berlangsung.

Jemima terus tersenyum menatap wajah tampan sang suami yang tampak segar dengan rambut basah.

Jemima teringat kejadian semalam, saat sang suami hendak memulai ritual malam pertama mereka, Jemima malah menghentikan aksi sang suami saat ia merasakan ada yang aneh yang ia rasakan di pangkal pahanya.

Jemima ke kamar mandi, lalu segera memeriksa, ternyata tamu bulanan nya datang dengan tiba tiba tanpa diharapkan.

"Bearti aku harus menunggu beberapa hari lagi?" tanya Dixon dengan gurat wajah kecewa.

"Iya Sayang. Kamu yang sabar ya." Jawab Jemima merasa bersalah.

"Baru saja kita sah jadi suami istri, sudah ada saja cobaannya," lirih Dixon menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Jemima tersenyum melihat tingkah suaminya itu.

"Iya Sayang. Aku akan selalu sabar. Jangankan menunggu cuma beberapa hari, beberapa tahun saja aku jabanin," lanjut Dixon.

''Yakin nih?" tanya Jemima.

Bersambung.

Yah ... Ternyata mereka gagal menikmati malam pertama. Tapi tenang saja, masih ada malam malam selanjutnya kok.