Isabella Rosales mencintai Alex Ferguson dan ketiga anak kembar mereka—Adrian, Eren, dan Alden—lebih dari hidupnya sendiri. Namun, kebahagiaan mereka direnggut secara paksa. Berasal dari keluarga Rosales yang merupakan musuh bebuyutan keluarga Ferguson, Isabella diancam oleh keluarganya sendiri: tinggalkan Alex dan anak-anaknya, atau mereka semua akan dihancurkan.
Demi melindungi orang-orang yang dicintainya, Isabella membuat pengorbanan terbesar. Ia berpura-pura meninggalkan mereka atas kemauannya sendiri, membiarkan Alex percaya bahwa ia adalah wanita tak berperasaan yang memilih kebebasan. Selama lima tahun, ia hidup dalam pengasingan yang menyakitkan, memandangi foto anak-anaknya dari jauh, hatinya hancur setiap hari.
Di sisi lain kota, Celine Severe, seorang desainer yatim piatu yang baik hati, menjalani hidupnya yang sederhana. Jiwanya lelah setelah berjuang sendirian begitu lama.
Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang tragis. Sebuah kecelakaan hebat terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Pertanyaan Alex menggantung di udara yang terasa tipis dan mencekik. "Seolah-olah Anda pernah melihatnya sebelumnya." Itu bukan lagi sebuah pertanyaan, melainkan sebuah vonis. Sebuah pedang yang terhunus, siap memenggal kebohongan rapuh yang menjadi satu-satunya pelindungnya.
Isabella masih berlutut di lantai, liontin itu telah kembali ke tangan pemiliknya yang sah, tetapi hawa dinginnya seolah masih menempel di kulitnya. Air matanya terus mengalir, bukan lagi karena kenangan, tetapi karena kepanikan murni. Di hadapannya berdiri Alex, sang hakim, dengan tatapan dingin yang menuntut jawaban. Di sampingnya berdiri Eren, saksi kecilnya yang polos, matanya yang besar memantulkan kebingungan dan kekhawatiran.
Pikirannya berpacu secepat kilat. Ia tidak bisa mengaku. Mengakui kebenaran berarti kehancuran. Itu berarti diusir dari surga ini, terpisah lagi dari anak-anaknya, mungkin kali ini untuk selamanya. Tapi ia juga tidak bisa berbohong dengan cara biasa. Kebohongan "anak magang" terasa begitu tipis dan konyol sekarang, tidak akan mampu menutupi reaksi emosionalnya yang begitu meluap-luap.
Ia terpojok. Dan di saat-saat terpojok, satu-satunya jalan keluar adalah melakukan sesuatu yang tidak terduga. Bukan lagi berbohong tentang fakta, tetapi berbohong tentang perasaan. Sebuah kebohongan yang begitu gila, begitu personal, hingga mustahil untuk dibantah.
Dengan napas yang gemetar, ia mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata dan menatap lurus ke arah Alex. Ia tidak lagi menatapnya sebagai karyawan pada majikan, tetapi sebagai satu jiwa yang terluka pada jiwa lainnya.
"Anda benar, Tuan Ferguson," bisiknya, suaranya serak dan pecah. "Saya merasa seolah-olah saya pernah melihatnya sebelumnya. Saya merasa... seolah-olah liontin ini adalah bagian dari diri saya."
Alex mengernyit, tidak menduga pengakuan seperti ini.
"Saya tahu ini akan terdengar gila," lanjut Isabella, kini mengalihkan tatapannya pada Eren dan memberinya senyum yang gemetar. "Dan saya tidak punya penjelasan logis untuk ini. Tapi... sejak hari pertama saya bekerja di sini, di Rumah Awan Pelangi... rumah yang beliau bangun... saya merasakan hal-hal aneh."
Ia berhenti, membiarkan ketegangan di ruangan itu membangun. Alex tidak memotongnya, hanya menunggunya dengan kesabaran seekor predator.
"Kadang-kadang, saat saya berjalan di lorong, saya seperti bisa mendengar gema senandung. Saat saya melihat taman di atap, saya bisa merasakan kebahagiaan dan harapan yang pernah ditanam di sana. Seolah-olah... seolah-olah emosi pemilik rumah ini sebelumnya tertinggal di dinding-dindingnya." Ia menatap Alex lagi, matanya memohon untuk dimengerti. "Dan saat saya menyentuh liontin itu barusan, Tuan, saya tidak hanya melihat sebuah perhiasan yang indah. Saya merasakan gelombang kesedihan yang begitu dahsyat, rasa rindu yang begitu dalam pada anak-anak... seolah-olah itu bukan perasaan saya sendiri. Seolah saya sedang merasakan patah hati Nyonya Isabella."
"Maafkan saya," isaknya, kini menunduk dalam-dalam. "Saya tidak bisa mengendalikannya. Saya tahu ini tidak profesional. Maafkan saya."
Keheningan yang jatuh setelah pengakuannya terasa berat dan memekakkan. Ia telah melemparkan dadu terakhirnya. Ia tidak lagi bersembunyi di balik fakta palsu, melainkan di balik sebuah pengalaman mistis yang mustahil dibuktikan. Ia menggunakan intuisi Alex yang merasakan kehadiran "hantu" istrinya, dan memberinya penjelasan yang salah. Ia mengakui adanya fenomena supernatural, tetapi menempatkan dirinya sebagai korban atau medium, bukan sebagai sumbernya.
Alex benar-benar terlempar dari strateginya. Ia mengharapkan sebuah kebohongan yang cerdik atau sebuah pengakuan yang panik. Ia tidak pernah menduga akan mendapatkan pengakuan spiritual yang terasa begitu jujur dalam kegilaannya. Apakah wanita ini seorang manipulator jenius yang mampu merangkai kisah paling rumit untuk menyelamatkan dirinya? Ataukah ia benar-benar rapuh secara emosional, begitu empatik hingga ia menyerap sisa-sisa energi di rumah ini? Atau... mungkinkah ada kebenaran dalam kata-katanya, sekecil apa pun?
Pikirannya yang logis menolak penjelasan itu mentah-mentah. Tapi hatinya, yang telah menyaksikan begitu banyak "kebetulan" yang mustahil, kini ragu.
Kemudian, ia melihat Eren yang melangkah maju dan memeluk leher "Celine" dengan erat. "Jangan menangis, Mama Celine," bisik gadis kecil itu. "Tidak apa-apa."
Pemandangan itu. Putrinya yang menghibur seorang wanita yang sedang menangis karena merasakan "gema" dari ibunya yang telah tiada. Itu terlalu rumit, terlalu berat untuk diproses di depan seorang anak. Ia telah memenangkan pertarungan ini, tetapi kemenangannya terasa hampa dan membingungkan.
"Sudah cukup, Nona Severe," kata Alex akhirnya, suaranya kembali dingin, tetapi kini ada nada kelelahan di dalamnya. Ia harus mengakhiri ini. Sekarang. "Kendalikan diri Anda."
Ia tidak menunggu jawaban. Dengan liontin yang masih tergenggam erat di tangannya, ia berbalik dan melangkah keluar dari ruang bermain, kembali ke kesunyian ruang kerjanya.
Isabella, yang masih gemetar, membalas pelukan Eren dengan erat, menghirup aroma rambut putrinya yang manis. Ia selamat. Untuk saat ini. Ia telah berhasil memadamkan api dengan melemparkan minyak ke arah yang berbeda, menciptakan kobaran api kebingungan yang lebih besar bagi Alex.
Di ruang kerjanya, Alex meletakkan liontin itu di atas mejanya. Ia tidak lagi merasa menang. Ia merasa kalah. Wanita itu telah mengambil senjatanya yang paling kuat dan membalikkannya untuk melawannya. Ia telah menggunakan emosi dan misteri untuk melawan logika dan fakta.
Apakah ia seorang pembohong ulung? Apakah ia tidak stabil secara mental? Atau apakah ia mengatakan yang sebenarnya? Ketiga kemungkinan itu sama-sama mengganggunya. Ia mengira ia sudah dekat dengan kebenaran, tetapi sekarang rasanya kebenaran itu semakin menjauh, tersembunyi di balik kabut hal-hal yang tidak bisa dijelaskan.
Sementara itu, setelah menenangkan Eren dan memastikan anak-anak kembali bermain dengan tenang, Isabella kembali ke kamarnya. Ia bersandar di pintu, tubuhnya lemas karena pelepasan adrenalin. Ia menatap pantulan wajah Celine di cermin, wajah seorang wanita yang baru saja memberikan penampilan terbaik dalam hidupnya.
Tapi ia tahu, ia tidak bisa terus seperti ini. Ia tidak bisa selamanya hidup dalam mode bertahan, menunggu perangkap Alex berikutnya, dan merangkai kebohongan yang semakin gila untuk menyelamatkan diri. Strategi reaktif ini melelahkan dan pada akhirnya akan gagal. Setiap kebohongan adalah satu lagi jeruji yang ia tambahkan pada penjaranya sendiri.
Sebuah keputusan mulai terbentuk di benaknya. Sebuah perubahan strategi.
Ia tidak bisa lagi hanya menjadi Celine Severe yang pasif dan penurut. Ia juga tidak bisa membiarkan naluri Isabella yang spontan terus-menerus muncul dan membahayakannya. Ia harus menjadi sesuatu yang baru. Seseorang yang dengan sadar mengintegrasikan bakat Isabella ke dalam kepribadian Celine.
Mulai sekarang, ia tidak akan lagi menunggu untuk ditanyai. Ia akan proaktif. Ia tidak akan menyembunyikan bakatnya, tetapi akan menunjukkannya secara terkendali, membingkainya sebagai keahlian Celine Severe yang unik. Ia harus membuat dirinya begitu berharga, begitu tak tergantikan bagi anak-anak dan bagi Alex, sehingga kecurigaan apa pun yang pria itu miliki akan tertutupi oleh kebutuhan mereka akan kehadirannya.
Perang ini harus berubah. Dari perang pertahanan yang putus asa menjadi perang ofensif yang tenang dan lembut. Tujuannya bukan lagi hanya untuk bertahan. Tujuannya sekarang adalah untuk memenangkan kepercayaan mereka, sepotong demi sepotong, sampai Alex berhenti melihatnya sebagai sebuah teka-teki, dan mulai melihatnya sebagai... keluarga.