Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Kembali, Appa
"Aohh... ", kaget Kai melihat layar ketika Davina ditampar oleh Nadine, ada rasa lega di hatinya ketika Davina tidak diam, terlihat Davina meraih kepala Nadine dan menjambaknya lalu membawanya keluar toilet dan rekaman itu berakhir disana.
"Kamu tahu apa yang ditemukan Davina?".
Pertanyaan itu membuat Kai agak berdebar seolah ini adalah moment of thruth.
"Cairan darah palsu."
"HAH?"
"Apa kamu buta sekali Kai? Apa kamu tidak bisa belajar dari masa lalu? Dia pergi tiba-tiba saja itu sudah aneh."
"Dia kecelakaan bibi, mungkin dia operasi plastik waktu itu, katanya wajahnya rusak. "
"Jadi kamu percaya begitu saja?, sudah kamu pastikan? Kecelakaan dimana? Dirawat di rumah sakit mana? Sudah? ".
Kai terdiam.
"Aohhh... Ini katanya dokter paling andalan se Safe Zone, tapi sekalinya di rayu perempuan langsung bego. Memangnya ada perubahan setitik saja di wajahnya itu? Tidak ada kan? Kamu dokter, pasti kamu bisa bedakan itu wajah buatan atau bukan, selain badannya sedikit menyusut, kurusan, tidak ada apapun yang ia rubah. Astaga..."
Kai berpikir keras, berusaha menetralkan degup jantungnya. Kedua kalinya. Dua kali sudah ia merasakan sensasi ini, sensasi dibohongi oleh orang yang sama. Suster kepala menangkap bahwa sepertinya Kai baru sadar.
"Apa dia pernah mimisan langsung didepanmu? Kamu pernah lihat langsung darah jtu meleleh dari hidungnya? Sepertinya tidak kan? Sebaiknya kamu cari tahu sendiri Kai? Bibi tahu otakmu tidak akan percaya jika belum membuktikan sendiri. Jangan usik Davina, sepertinya lebih baik memang di kembali ke asalnya. Dan KAMU! JANGAN COBA-COBA MENDATANGINYA JIKA URUSANMU DISINI BELUM SELESAI."tegas suster kepala di akhir kalimatnya. Kai tidak menjawab lagi ia sibuk menundukkan kepalanya, mengatur napasnya, dan degup jantungnya.
Kenapa aku bisa se bodoh ini?
.
🍁🍁
.
Sementara di Seleste Ville...
Seseorang yang kembali dari Pandora Town sejak seminggu lalu sudah di tangisi tantenya yang sok keras tapi lebih lembut dari gula kapas itu. Bryan dan Joon Young bingung harus menertawainya atau bagaimana. Tania menceritakan bagaimana ia kuatirnya tapi takut menyusul ke Pandora Town, bagaimana ia takutnya ketika gempa susulan kala itu yang membuat Davina ikut terluka dan Ricky meninggal.
"Tante... Vina udah disini, udah balik."
"Tapi tetep aja, ngga usah sok baik banget jadi orang. Udah jadi dokter, dokter di rumah sakit aja, ngga usah sok sok nyelametin dunia atau apalah itu. Cukup mama kamu Vina yang hilang dari tante."
Davina menghela napasnya sembari meletakkan tangannya di atas punggung tangan tantenya.
"Tante... Aku lebih hebat dan lebih pintar dari mamaku. Aku punya dua ayah, papa dan appa, pintarnya sama, hebatnya sama, terus aku juga di didik sama tanteku yang mantan cegil premium...
Plak
Akhh... Sakit Jungjeonmama... ", pekik Davina mengusap-usap kepalanya yang di geplak Tania.
"Jadi pacar kamu rela begitu aja kamu out dari rumah sakit itu?".
"Penting banget kita bahas itu?".
"Hmm... ", seru Tania antusias sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Udah putus."
"HAH?".
"Hm, udah putus. "
"Setahun lebih jalannya? Putusnya se gampang itu?".
"Hm, se gampang itu. Tante bilang pacaran ngga boleh pake hati kan? Pake otak kan? Ya udah. Dia ngga se hebat papa, atau se warmhearted appa. Dia ngga punya itu." Jawab Davina enteng.
"Kenapa anak si Iyan begini amat ya. Kenapa sadarnya setelah setahun? Kenapa ngga dari dulu-dulu aja." Cerocos Tania.
"Baru melek aja. Dia cakep soalnya. Cakep banget. Nih... ", Davina menyodorkan ponselnya pada tantenya yang kepo maksimal itu.
.
.
Seketika senyum lebar tantenya terlihat sambil menatap Davina. " Tante paham, kamu nyadarnya belakangan."
"Dih.... APPPAA...... TANTE TANIA GANJENG SAMA BERONDONG.... APPAAA........ !!!! ".
"HEH... ", kesal Tania sambil membekap mulut Davina, gadis itu malah cekikikan.
.
🍁🍁
.
Nadine sedang duduk di ruang obat pos Kai. Bukan menata atau memeriksa tanggal obat seperti yang biasa di lakukan Davina, ia hanya bersembunyi disana, takut disambangi pasien ketika Kai tidak ada.
"Nadine... "
Suara manly yang dalam tiba-tiba terdengar dibelakangnya. Ia spontan berbalik.
"Baby, kamu dari mana aja, aku ngga pede ngadepin pasien kalo kamu ngga ada disini. Aku juga langsung pusing kalo tiba-tiba di kerumunin." Keluhnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi lima tahun lalu? ".
Deg
Netra Nadine membola sempurna, karena pertanyaan ini terlalu tiba-tiba dan rasanya juga ia bingung harus mengarang bagaimana lagi, terlebih ia lupa jalan cerita yang terakhir kali ia ungkapkan pada Kai, takut tidak konsisten lagi.
"A-aku kan kecelakaan baby, aku kan bilang begitu kemarin."
"Dimana tepatnya? ".
"Hah?".
"Lokasi kecelakaannya kamu dimana?".
"Ah.. Hmmm aa... Apa kita harus bahas ini lagi baby? Aku trauma." Ucapnya dengan nada sedih.
"Iya harus. Dimana?".
"Di... di..di ... Orion iya Orion."
"Bukannya kamu bilang kemarin di Seleste ya?".
"Ah.. I-iya aku lupa, Seleste Ville. Iya baby, aduh aku lupa. Aku gemeteran kalo bahas itu."
"Kamu bilang muka kamu hancur, operasi dimana waktu itu?", tanya Kai lagi.
"Operasinya aku di Emery Hospital."
"Oh? Emery Hospital ya?".
"I-iya baby. Jangan bahas itu lagi ya, aku trauma banget, masih serem."
"Oh sebentar." seru Kai sambil menahan lengan Nadine yang hendak keluar, ia mengeluarkan ponselnya dan mengontak seseorang.
"Halo om... "
.
🍁🍁
.
.
Seseorang yang menatap layar ponselnya dan dua baris sungai kecil membelah pipi mulusnya. Jika dulu ia berdiri untuk memandangi tanah hancur yang perlahan di ambil alih oleh alam, sekarang ia hanya berdiri diatap rumah sakit Emery Hospital, menatap gedung-gedung tinggi yang terlihat kecil di kejauhan, dan dengung kendaraan di bawah sana.
"Aku ngga akan ketipu dua kali, Kai. Maaf, aku memang masih cinta, tapi lebih dari apapun, aku lebih cinta diriku sendiri, dan kembali ke kamu, resiko aku terluka itu besar banget. Aku lebih baik kehilangan."
.
🍁🍁
.
Nadine membeku saat itu juga. Tidak pernah ia memikirkan bahwa Kai akan memastikannya, karena Kai sama sekali bukan orang yang se rumit itu menurutnya.
"Halo, Om ... Ini Kai om, makasih udah simpan nomer saya. Maaf ganggu ya om, ini kayaknya saya di tipu orang, atau memang saya yang kurang update gitu om. Katanya dia operasi plastik di Emery Hospital, sejak kapan di Emery ada departemen bedah plastik om? Baru di buatin apa gimana ya om."
📞🔊 : Belum nak, belum ada. Kamu di tipu tuh, ngerencanain aja kayaknya belum. Hati-hati kamu ya.
"Iya om, makasih om Iyan. Maaf mengganggu."
Bip
Nadine Evangelistha membeku, dan Kai tersenyum miring.
"K-kai.. B-baby... Itu bohong. Kamu cuma lagi tricking aku kan? Itu pasti orang suruhan kamu. Ngga lucu baby, hahaha... ", Nadine tertawa canggung.
"Stop panggil gua baby, baby, gua muak Nadine. Apa gua emang kelihatan se naif itu, se bodoh itu untuk lu permainan kedua kalinya? Sampai-sampai gua harus ngorbanin orang yang benar-benar tulus sama gua? Mau lu apa Nadine? Lu ngga cape nipu orang mulu? Dua kali Nadine, dua kali." Frustasi Kai menjambak surainya.
"S-sayang... A-aku ngga gitu... A-ku ngga bohong sayang.. Hiks... ", serunya tiba-tiba tersedu dan menutup wajahnya, tiba-tiba... "B-baby... A-aku mimisan lagi... ", serunya menunjukkan tangannya yang sedikit berlumuran darah.
Bukannya menolong dan panik seperti biasa, Kai malah menggeledahnya detik itu juga, semua kantong yang Nadine miliki ia rogoh, dan DAPAT. Sebuah botol tetes kecil dengan cairan merah didalamnya, dan concealer.
"Stop, please." Nada suara Kai sudah melemah, ia sedang meredam amarahnya.
"K-kai... A-aku... "
"APA.... MAU NGOMONG APA LAGI? ASTAGA NADINE.... ".
skakmat
"Pergi dari Safe Zone secepatnya, woahhh... Harusnya lu ngga jadi dokter Nadine, harusnya lu jadi aktris aja, akting lu bagus bener. Ini buat darah mimisan syaland itu kan dan ini buat bibir lu pucat, bener kan? Gua buat salah apa sama lu sampai lu segitunya? Gua pernah ngelakuin apa sama lu? Sampai-sampai lu se jahat ini sama gua. Please Nadine, ini gila, lu gila. Lu ngga pernah nyebutin kecelakaan dimana, dan di rawat dimana, tiba-tiba banget lu bilang di rawat di Orion, lalu tiba-tiba di Seleste Ville. Operasi plastik di Emery yang bahkan departemen itu ngga ada disana.
Orang yang gua hubungin tadi, salah satu petinggi di Emery asal lu tahu. Dokter toraks legendaris Bryan David, papanya Davina David. Lu harus tahu ini ngga main-main Nadine."
Deg, hancur sudah drama kecelakaan palsu lima tahun lalu.
"Pergi secepatnya dari sini, gua beri lu waktu tiga hari, kalau dalam tiga hari itu lu ngga pergi juga. Terpaksa gua permaluin lu didepan semua orang di seluruh sudut rumah sakit ini, dan jangan pernah muncul lagi di hadapan gua, Nadine."
Dan begitulah Nadine Evangelista dokter obgyn mantan tunangan Kai meninggalkan Safe Zone, Pandora Town Hospital, tinggallah Kai seorang diri. Ia tidak pernah merasa Pandora se sepi dan se hening ini, satu per satu medis disana pergi, ada banyak juga yang menetap, tapi bagi Kai, ketenangan, kesenangan dan kebiasaan yang ia punya hanya Davina, dan gadis itu juga telah meninggalkannya lebih dulu, karena sikap impulsif dan kebodohannya.
Sekarang pria itu penuh dengan andai-andai kosongnya, andai saja ia mendengarkan Davina dan menghindari Nadine, ia takkan begini. Meskipun Nadine kembali dan mereka harus hidup berdampingan, dan sejenak saja Kai berpikir untuk mencari tahu apa yang terjadi pada mereka dahulu kala, sumber masalah masih bisa diberantas kan?
Andai saja ia tidak keluar dari pintu posnya siang itu?
Sementara bibinya suster kepala hanya bisa menghela napas melihat Kai dari kejauhan.
.
🍁🍁
.
"Dokter Jung... "
"Hm... Jelaskan. "
Davina sibuk dengan sarung tangan yang hendak dipakainya karena baru saja menerima panggilan ada pasien yang cukup serius untuk ia tangani. Ia berdiri di samping orang yang ia sebut Appa, siapa lagi kalau bukan Jung Joon Young.
"Namanya Danella, usianya lima tahun Appa, eh.. Dok, penumpang termuda kecelakaan beruntun, 15 menit menit yang lalu dia tiba di UGD, ada bengkak di area luka perutnya, napasnya cepat."
"Diagnosa?".
"Atresia usus, Appa."
"Aohhh jinjja..."
"Dokter maksudnya... "
Perawat yang mendampingi mereka sudah menahan senyum sejak tadi, sejak dulu Davina susah sekali konsisten memanggil Joon Young dengan sebutan "Dokter Jung" jika di rumah sakit, beda lagi dengan Bryan, ia ingat perannya sebagai anak atau sebagai sesama dokter.
"Ya sudah, kamu bisa menanganinya?".
"Bisa dok. Sus, siapkan ruang operasi ya. Hubungi dokter anestesi."
"Baik dok."
Sepeninggal perawat itu Joon Young asik meledeki Davina, sambil mengacak-acak rambutnya.
"Appa... Appa... Se cinta itu ya kamu sama appa mu ini."
"Dih, pede amat. Untung aja aku ketemu appa duluan, kalau aku ketemu papa Iyan duluan, itu tante Tania ikut aku bantu rebut loh."
Tuk... Joon Young menyentil dahi Tania.
"APPA.... " kesalnya.
"Jangan macam-macam sama istri appa ya."
Deg
Sekarang Joon Young dan Davina berdiri berhadapan, tapi pandangan mata Davina menyorot tajam ke satu titik tidak jauh di belakang Joon Young. Ia mendengar ocehan appanya tapi entah apa, ia juga tidak paham dan tidak perduli sama sekali, karena ada seseorang yang bergerak ke arah lain.
"Kamu denger appa ngomong apa? Jangan macam-macam... "
"Minggir appa."
Davina menarik sedikit lengan jas dokter Joon Young agar menyingkir sedikit, karena posisi berdirinya agak menghalangi pandangannya.
"Mwo? Appa sedang bicara."
"Jangan gerak appa, Vina liat dia." Air mata Davina lolos.
"Nugu? Waee Vinaya... Ada apa? Kenapa? Kenapa menangis? Siapa?", Joon Young kebingungan.
"VINA BILANG MINGGIR...!!! DIA KEMBALI APPA... DIA KEMBALI... ".
Brugh... Joon Young tersungkur ke pinggir karena di dorong Davina sekuat tenaganya, lalu anak gadisnya itu berlari entah kemana.
"Aigoo... ".
.
.
.
TBC... 🍁