____________________________
"Dar-Darian?" suaranya pelan dan nyaris tak terdengar.
"Iya, akhirnya aku bisa membalas kejahatan mu pada Nafisha, ini adalah balasan yang pantas," ucap Darian Kanny Parker.
"Kenapa?" tanyanya serak dengan wajah penuh luka.
"Kau tak pantas hidup Cassia, karena kau adalah wanita pembawa masalah untuk Nafisha," ujarnya dengan senyum sinis.
Cassia Itzel Gray, menatap sendu tunangannya itu. Dia tak pernah menyangka akan berakhir di tangan pria yang begitu dirinya cintai. Di detik-detik terakhir. Cassia masih mendengar hal menyakitkan lainnya yang membuat Cassia marah dan dendam.
"Keluarga Gray hancur karena kesalahan mu, Cassia! Aku lah yang membuat Gray bangkrut dan membuat kedua orang tuamu pergi, jadi selamat menemui mereka, Cassia! Ini balasan setimpal untuk setiap tetes air mata Nafisha," bisik Darian dengan senyum menyeringai!
DEG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
"Mi, Cassia mau kemana?" Vladimir yang baru turun dari lantai atas bertanya saat melihat sang adik berjalan keluar dari rumah.
"Main sama temannya, biarkan dia! Mungkin dia butuh ketenangan," Margaretha menepuk pelan pundak kokoh Vladimir sebelum memutuskan kembali ke dapur sebab akan menyiapkan makan malam.
Vladimir menatap kepergian Cassia, dia mungkin tak bisa merasakan perasaan sang adik yang sakit. Namun, dia yakin adiknya tak akan selemah itu untuk diam di saat pria bernama Darian itu mempermalukan dia terus menerus.
"Dek, Kakak yakin kamu adalah wanita yang tangguh," gumamnya dengan sorot mata penuh kasih sayang dan dukungan.
Gerungan sebuah mobil sport mewah melaju kencang di jalanan yang ramai. Angin berembus ringan menerpa kaca mobil yang sedikit terbuka.
Mobil berwarna hitam metalik dengan gradasi gold itu menjadi mobil Impian Cassia sejak dulu.
Namun, karena ingin menyenangkan Darian ia tak bisa memiliki mobil itu sejak pelucuran pertama di siarkan oleh group pemilik mobil mewah ini di buat.
"Mobil impian ku!" gumam Cassia, dia suka ini hadiah atas kedatangannya kembali.
Cengkraman pada kemudi mobil itu mengencang, ada kilatan amarah yang ia pendam saat ingat di kehidupan dulu Darian memberikan mobil dengan logo ini pada Nafisha. Namun, kali ini tak akan ia biarkan Nafisha mendapatkan apa yang ia inginkan
"Kamu ingin menjadi nyonya muda Parker, kan? Maka jadilah saat nanti Darian melarat!" ujarnya sinis dengan senyum miring.
Mobil melesat kencang menghasilkan tiupan angin dan Gerungan keras di jalanan yang padat.
"Wah, Mobil siapa?" Arzhela sampai takjub saat melihat Mobil edisi terbatas itu terparkir sempurna di pelataran Mal.
"Hey! Mobil edisi terbatas itu sudah keluar ternyata, gila ini benar-benar menakjubkan!" puji Rose, walaupun terlahir dari orang tua yang kaya raya.
Namun, ia tak mungkin meminta Mobil semahal itu pada kedua orang tuanya. Kecuali jika ia sedang sekarat mungkin saja orang tuanya akan membelikan itu.
Pintu Mobil terbuka, ketiganya penasaran siapa yang menggunakan Mobil itu. Hingga sebuah sepatu putih dengan gradasi pink turun perlahan dan tubuh seseorang tertarik keluar hingga membuat ketiganya mendelik kaget.
"CASSIA? WHAT?" mereka berteriak hingga menimbulkan kebisingan dan membuat beberapa orang menoleh heran.
"Halo! Kalian kenapa?" tanya Cassia saat melihat ketiga sahabatnya itu terdiam.
"Mana motormu?" tanya Mutiara, dia tahu benar bagaimana Cassia menjaga motor yang warnanya sama persis dengan milik Darian itu.
"Di rumah, niatnya mau aku jual, lumayan uangnya bisa buat belanja!" jawab Cassia cuek, wajahnya menunjukkan keseriusan.
"Wah? Serius?" Arzhela benar-benar tak percaya.
"Iya, apa kamu mau beli?" tawar Cassia dengan wajah menggoda.
"Aku? Malas sekali! Lagipula warna motor itu kan sama dengan milik Darian, aku tidak sudi!Kenapa tidak berikan saja gratis pada Nafisha? Dia kan sukanya bekasan milik orang," tutur Arzhela dengan tubuh bergidik ngeri. Dan senyum sinis.
"Kenapa harus aku berikan pada wanita itu?lebih baik aku berikan pada anak jalanan dari pada Nafisha!" sinis Cassia, ia tak akan sudi barang miliknya di sentuh oleh wanita murahan itu.
"Kamu benar!" Arzhela setuju. Lebih baik anak jalanan dari pada Nafisha. Yang sok polos dan ia benci wajah itu.
"Sudahlah! Lupakan itu! Ayo kita nonton!" Rose benar-benar bersemangat, karena hari ini mereka akan nonton film yang sudah lama ia tunggu.
Keempat gadis cantik dengan beauty privilege itu berjalan menyusuri Mall. Tak akan ada pria yang tidak menatap pada mereka. Karena kecantikan itu benar-benar bisa mengubah segalanya.
...****************...
“Apakah aku benar-benar punya kesempatan untuk memilikinya?” Dax memecah keheningan, suaranya bergetar penuh harap saat menatap sosok di sebelahnya.
Morgan menatap tajam, suara dinginnya menusuk ruang hampa di antara mereka. “Tentu, asal Lo berani bertindak sekarang. Sebelum ada orang lain mengincarnya dan merebutnya di depan mata Lo.”
Suasana mendadak berat, seperti waktu berjalan lebih lambat dalam kamar basecamp yang pengap itu.
Dax terdiam, pikirannya berputar liar, membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang mengancam. Wajahnya menegang, rahang mengeras saat ia menggertakkan gigi perlahan.
“Aku gak boleh terlambat lagi. Aku harus katakan semuanya, sebelum kesempatan ini lenyap seperti angin,” gumamnya berat, suaranya nyaris serak namun tegas, tetap terdengar jelas di telinga Morgan.
Morgan menepuk bahu Dax dengan lembut tapi penuh makna. “Semangat, bro. Ini saatnya Lo berani ambil risiko.”
Dax mengangguk, seutas keberanian yang mulai mengalir di nadinya. “Thanks...” katanya singkat, tapi penuh tekad membara.
Morgan membalas dengan anggukan mantap, tanda ia percaya Dax mampu menaklukkan tantangan di depan mereka.
Di balik tembok basecamp itu, api harapan perlahan menyala, siap membakar keraguan yang selama ini membelenggu.
Tak lama kemudian, Vladimir, Gio, dan Russel melangkah ke kamar Dax.
“Ngomongin apa sih kalian? Kok serius banget, sih?” celetuk Gio dengan nada santai, disambut anggukan setuju dari Russel.
Namun, Vladimir malah menatap Dax dalam-dalam, mengangguk pelan seolah menangkap setiap getar pembicaraan yang tak terucap.
Russel menoleh pada Vladimir, suaranya penuh penasaran sekaligus kesal, “Kamu nggak penasaran, ya, sama apa yang mereka omongin?”
Vladimir hanya mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh yang membuat Russel mendengus, panas hati.
Lalu, tanpa mempedulikan kegelisahan Russel, Gio mengangkat senyum nakal, “Yuk, kita main game aja, nggak usah mikirin mereka.”
Russel mengangguk cepat, seolah itulah satu-satunya pelarian dari ketegangan yang menggantung.
Sementara itu, Vladimir, Morgan, dan Dax saling bertukar pandang penuh keputusasaan, menggeleng pelan.
Sikap kekanak-kanakan dua makhluk itu sudah terlalu sering mereka saksikan bukan kejutan, melainkan sebuah kebiasaan yang lelah harus mereka hadapi.
...****************...
Setelah menonton film yang menguras emosi, perut mereka mulai meraung kelaparan. Tanpa pikir panjang, mereka segera menuju restoran terdekat, berharap makanan bisa meredakan rasa lapar yang membakar.
Sesampainya di sana, mereka langsung memesan hidangan favorit masing-masing, disertai minuman sebagai teman setia.
Sambil menunggu, suasana jadi cair dengan obrolan ringan,
sampai Arzhela tiba-tiba meledak, “Gila! Kenapa kamu tiba-tiba ganti dari motor ke mobil itu? Harganya mencekik leher, kamu nggak takut?” Suaranya penuh campuran kagum dan penasaran, tapi juga sedikit cemooh.
Rose tertawa getir, “Iya, aku sendiri nggak berani ngotot ke orang tua, nanti bisa dikeprek!”
Cassia tersenyum tipis, tapi matanya menyimpan rahasia, “Sebenarnya, sejak mobil itu diluncurkan, aku sudah pengen banget. Tapi baru sekarang mimpi itu jadi nyata.”
Arzhela menatap tajam dengan nada sinis, “Aku tahu kok, alasan kamu baru bisa punya mobil itu... itu semua gara-gara dia. CK.”
Seketika udara berubah dingin, seolah-olah setiap kata menggores luka lama yang belum sembuh.
Pembicaraan ringan berubah jadi bisikan penuh tanya, dan di sana, di antara denting gelas dan aroma masakan, rahasia yang tersembunyi mulai tersingkap pelan-pelan.