”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 - Lalat
"Sayangnya gue udah sadar." Jawab Elden datar.
"A-apanya yang sadar?" tanya Mirna.
"Lo cuma sampah. Gue bosan jadi lalat." Tegas Elden. Pria itu lantas pergi begitu saja. Mirna pun mengepalkan tangannya dengan kesal.
"Syalan si Moza!" Keluhnya.
Mau menangis juga percuma. Elden itu bukan pria yang bisa dirayu dengan air mata. Sejauh matanya memandang, Elden sudah pergi jauh sejauh jauhnya. Bahunya tak lagi terlihat. Mirna hanya menunduk, air matanya jatuh juga sepeninggal Elden.
****
Keesokan harinya—
Rambut keriting gantung Moza, membuat banyak orang terkagum-kagum. Termasuk Devano dan Riel.
"Moza, gue pangling deh. Wajah lo cucok meong!"
Moza hanya diam. Dia sebenarnya tersipu-sipu dengan ulah Riel. Tiba-tiba saja Elden datang, tangan kekarnya merebut genggaman tangan Moza dengan segera.
Gadis itu terkejut.
"Dev, apa lo mau patah tulang?" Cecar Elden. Matanya tak suka melihat ke arah Devano.
Pria itu hanya tersenyum remeh. Lalu pergi begitu saja. Moza hanya diam. Tapi, dia tak berani melawan.
"Lo tau kan sebentar lagi lo itu siapa?" tanya Elden dingin.
"Iya." Moza cukup singkat membalas ucapan Elden. Tapi, pria itu segera menyanggah dagu mungilnya Moza. "Jawab gue. Lo siapa habis ini, hm?"
"T-tunangan Lo."
"Apa tunangan yang baik mau ngomong sama cowok lain?" Todong Elden.
"G-gak gitu, Devano aja yang berlebihan. Dia-"
"Gue gak suka dilawan."
Moza menghela napasnya pelan. "Gue bahkan gak lawan Lo."
"Shuuuhs. Kalo Lo macem-macem. Gue bakal cium lo di depan mereka semua."
Sekali kalimat itu terlontar. Mampu membuat Moza tak berkutik. Separah itu memang sosok Elden, alias menyebalkan.
Keduanya berjalan beriringan. Di koridor. Mirna yang melihat dari kejauhan langsung saja naik pitam. "Bisa gak sih, kalo gak caper si anak udang ini?" Keluhnya.
Tiba di depan kelas Moza, Elden mengantarkan sesuatu untuk Moza. "Ini bekal lo. Kita bakalan ngadain pesta pertunangannya nanti malam, jadi please gak usah sibuk makan di kantin."
"Gue-"
Ehem!
Jia yang melihat Moza bersama Elden, langsung beranjak heboh.
"Mozaaaa, lo udah jadian kan? Udah suka kan? Miss Gem aja sampe speechless lihat lo."
"Jia!"
"Hehe, sorry. Gue kan cuma ngomong."
"Dahlah."
Moza langsung masuk ke dalam. Sementara sepasang manik milik Elden terus menatapnya hingga Moza duduk dibangkunya. "Ingat, jangan sampe lo kenapa-napa. Nyokap gue bisa marah." Tegas Elden dari pintu kelas.
Pria itu memberikan peringatan pada Moza.
Jia pun terkekeh. "Cie, posesif akut."
"Apa sih lo."
"Dia itu cowok hyper."
"Maksudnya?"
"Lo gak tau, kalo ada masalah sama Genk Jehuda. Elden di depan."
"Emangnya dia ngapain?"
Elden masih menatap di depan pintu. Matanya keruh ke arah Jia. Sontak perempuan itu tertawa sumbang. "Sorry, gue gak bermaksud."
Elden pun pergi setelahnya. Sementara Moza masih menghela napasnya pelan. "Gue kesel tau gak sih, Ji."
"Kenapa?"
"Gue ini sebenarnya jadi korban nyokap gue,"
"Korban gimana?"
"Dia dapat uang dari keluarganya Pitch. Katanya nyokapnya Elden mau cowok kulkas itu berubah,"
"Berubah?"
"Berubah jadi apa? Power ranger, kapten Amerika atau Spiderman?"
"Lo gak jelas sih." Moza mencelos. Sementara, Jia pun tertawa. "Sorry sorry, jadi nyokap lo sebenarnya apanya nyokapnya Nyonya Anera?"
"Mereka cuma hubungan kerja."
"Like secretary?"
"No lah. Lebih rendah malah kastanya. Nyokap gue cuma pekerjanya nyokapnya Elden."
"Oh, gitu. Tapi, masak lo gak curiga mereka punya hubungan apa gitu? Masak cuma karyawan bisa sedekat itu? Hayooo?"
"Gue mana peduli."
Moza tampak malas membalas hal ini, mengingat karena mamanya semuanya jadi berantakan. Apalagi harus berhubungan dengan Elden, the most annoyingnya Liston.
"Lo gak ngambek kan?"
Tett!
Tett.
Bersamaan dengan itu bel masuk pun berbunyi, guru guru di Liston high school tengah siap mengajar di kelasnya masing-masing.
Sementara Moza masih saja gugup, karena harus bertunangan dengan Elden nanti malam. Yang lebih bahayanya, Moza tau dia akan menikah dengan Elden.
Miss. Gem kembali masuk ke dalam kelas. Senyumnya selalu tulus untuk Moza. Tapi, entah kenapa Moza benar benar tak bisa fokus. Lagi-lagi masalah Elden.
****
Jam istirahat pun tiba...
Elden masih duduk di mejanya. Niel pun datang menghampirinya. "El, Lo serius nanti malam engagement partynya."
"Hm."
Elden menjawab singkat.
Niel pun bertanya lagi.
"Lo kenapa? Gak mood? Masih pengen balikan sama Mirna kan?"
"Apa sih, gue bukan cowok brengsek yang suka sama cewek gak jelas."
"Haha, gue cuma bercanda. Tapi, kenapa sih nyokap lo bisa maksa sebegitunya sih?"
"Mana gue tau."
"Lo kenapa jadi gak mood begitu?"
"Udah dulu. Gue mau ke kelasnya Moza. Dia gak boleh makan bakso di kantin, soalnya kata mama, masakan di sini mostly is spacy."
Hahahaha.
Niel malah tertawa terbahak-bahak. "Woy, sejak kapan bos Jehuda malah jadi tim spy berbayar?"
"Maksud lo apa sih, Niel?" tanya Elden. Matanya langsung menatap tak ramah pada Niel, yang seketika mengugurkan segala keberanian yang Niel punya.
"Eh, sorry. Sorry. Gue cuma heran kok. Gak biasanya lo-"
"Gue juga mau demi nyokap gue. Lo gak tau aja apa problem internal di gue kan?"
"Iya, sorry."
Braaak!
"Resek Lo!" Elden lantas pergi begitu saja usai menggebrak meja barusan. Memang pria itu disebut sebut cowok yang kaku.
Niel hanya mengusap dadanya naik turun. "Gue salah ucap deh." Keluhnya.
Sementara Elden pergi ke kelasnya Moza. Siapa sangka Moza malah tidak ada di sana. Dengan cepat Elden menghampiri Jia. "Dimana Moza?" tanyanya singkat, nadanya dingin tatapannya pun juga.
"El, tadi Mo-"
"Jawab gue! Gak usah pake delay!"
"Moza tadi dibawa Mirna sama Cindy ke kamar mandi."
"NGAPAIN?" tanya Elden.
Jia menggelengkan kepalanya. Baru gadis itu hendak mendongakkan wajahnya dan menjawab ucapan Elden, ternyata pria itu sudah pergi begitu saja.
Jia menyusul Elden yang sudah menghilang. Entah sejak kapan kepedulian Elden pada Moza begitu tinggi, padahal pria itu dikenal hampir tak pernah punya rasa dengan siapapun kecuali Mirna. Meski, memang Mirna sekarang ini hanyalah sampah dimatanya.
Tap.
Tap.
Tap.
Suara langkah Elden. Dia mengendap ketika di depan kamar mandi siswa. Yah kamar mandi khusus untuk perempuan. Pria itu bergerak mendekati pintu yang ditutup satu persatu. Disitulah suara Mirna terdengar.
"Kalo gue bilang Elden punya gue, harusnya lo ngaca. Gue tau kok kalo nyokap lo cuma jual lo ke nyokapnya Elden, Lo kira gue ini buta informasi apa?" Sinis Mirna. Terdengar Cindy di belakangnya menjadi pendukung perundungan untuk Moza.
"Iyalah, masak cari tau orang kismin kayak lo bos Mirna gak tau, ya gak say?"
Moza tak ada jawaban.
"Makan nih masakan nyokapnya ELDEN PAKE HID-"
BRUAKKK!