Tiga tahun yang penuh perjuangan, Cathrine Haryono, seorang gadis desa yang memiliki ambisi besar untuk menjadi seorang Manager Penjualan Perusahaan Top Global dan memimpin puluhan orang dalam timnya menuju kesuksesan, harus menerima kenyataan pahit yang enggan dia terima, bahkan sampai saat ini.
Ketika kesempatan menuju mimpinya di depan mata, tak sabar menanti kehidupan kampus. Hari itu, seorang pria berusia 29 tahun, melakukan sesuatu yang menghancurkan segalanya.
Indra Abraham Nugraha, seorang dokter spesialis penyakit dalam, memaksa gadis berusia 18 tahun itu, menjalani takdir yang tidak pernah dia pikirkan sama sekali dalam hidupnya.
Pria yang berstatus suaminya sekarang, membuatnya kehilangan banyak hal penting dalam hidupnya, termasuk dirinya sendiri. Catherine tidak menyerah, dia terus berjuang walaupun berkali-kali tumbang.
Indra, seseorang yang juga mengenyam pendidikan psikolog, justru menjadi penyebab, Cathrine menderita gangguan jiwa, PTSD dengan Skizofrenia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ada Rasaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 | Anak
Mereka pun pulang. Ketika jarum jam tepat menunjukkan pukul 15.00, Indra dan Catherine telah sampai di rumah. Saat mobil terparkir depan gerbang, alis Indra naik satu. Ada seorang anak lelaki berusia 7 tahun, bolak-balik dan celingak-celinguk seperti orang kebingungan di antara rumahnya dan rumah Bu Ayu.
Deru mesin mobil dan dua-tiga bunyi klakson, tidak kunjung membuat gerbang itu terbuka. Indra pun turun dari mobilnya, beranjak ke gerbang sembari merogoh saku celana dan dia pun membuka kunci gembok, dengan tenaga ekstra mendorong gerbang model sekat lipat rolling sampai mentok.
Indra berjalan menuju mobil, tetapi langkahnya terhenti saat seseorang menghadangnya dengan kedua tangan di depan, meremas pinggiran kaos katun bergambar dinosaurus dan gugup. Sabar menunggu, tak ada sepatah kata keluar dari bibir tipis bocah itu.
Berusaha, tapi seperti komat-kamit. Lalu, tangan kecilnya memberi isyarat bundaran dan menunjuk ke dalam halaman Indra.
Indra kemudian berjongkok, menyamai tinggi bocah itu dan tersenyum hangat.
"Oh ... Om liat-liat adek mau ke depan gerbang sini, tapi ragu-ragu, yah?" Anak kecil itu mengangguk cepat.
"Nanti kita masuk bareng, yah? Cari sama om ... Apa yang kamu cari dalam sana," ucap Indra, matanya melengkung seperti bulan sabit. "Tapi ... Om masukkin mobil om dulu, oke?"
Bocah itu mengangguk dengan wajah polosnya, dia menatap mobil Alphard hitam itu, kemudian mundur beberapa langkah. Indra tersenyum hangat, lekas menuju ke mobilnya dan memarkirkan di halaman.
Saat melewati anak kecil tadi, Indra mendapati kalau disampingnya, Cathrine berulangkali mencuri pandang ke bocah itu meskipun ekspresinya datar. Pria itu mengambil napas dalam, dan mengusap kemudi ketika mobil telah terparkir di halaman rumah.
Wanita itu keluar lebih dulu dan menyelonong masuk rumah begitu saja, setelah Indra memutari mobil dan hendak keluar menemui bocah tadi.
Memperhatikan itu, semacam ada bongkahan batu yang memenuhi rongga dadanya. Begitu menyesakkan seperti penderita asma yang kambuh.
Dari balik jendela sekaligus pintu geser kaca, di kamar lantai dua, Cathrine mengawasi keduanya di bawah. Mereka seperti seorang ayah dan anak, tampak akrab dan punya chemistry kuat. Sudut bibir atas Cathrine terangkat dan tangannya bersedekap, mimik wajahnya mirip antagonis yang tidak menyukai keberuntungan tokoh utama.
"Cih! Apaan, sok kebapakan banget! Kalo emang pengen banget punya anak, yaudah, cari perempuan lain aja di luar sana terus ceraiin gue!" gumam Cathrine, dia memakan kuaci yang telah dikupas dan membuang kulitnya kesal.
Dia lekas berbalik dan berseru sebal, "Bukan malah selalu nolak tanda tangan perceraian dan tetep ngekang hidup gue gini kek gini!"
Indra, ketika bersama bocah, yang memang langsung dia sadari punya keterbatasan fisik, bisu, pada interaksi pertama itu, memberikan sensasi tertentu pada dirinya. Rasanya, dia ingin menghabiskan waktu lebih lama dengannya, yang telah berjalan pulang dan masuk ke rumah Bu Ayu, sebelah kiri rumahnya.
Baru masuk kamar, botol parfum kaca menerjang ke arah Indra, jika dia tidak memiliki refleks tubuh yang bagus, pasti akan pecah mengenai ke kepalanya. Di sana, semua barang di meja rias Cathrine berserakan pada lantai samping kanan-kiri meja rias itu. Indra tetap diam, lengannya di samping badan dan memegang parfum bermerek YSL.
"Bentar banget ngabisin waktu sama bocah tadi! Napa kaga sampe malem aja?!" tanya Cathrine, menatap tajam ke Indra.
Dia kemudian membuang muka dan berseru, "Kalo kaga, jadi bapak sambungnya sekalian! Nikahi tuh si Amira, janda banyak tingkah yang diceraiin gegara kebanyakan melihara berondong SMA, sering dibawa nginep ke rumahnya!"
Indra bergeming, tetapi tangan kanannya hampir meremukkan parfum kaca ini, dia pun eling dan kemudian melonggarkan kepalan dan mengatur pernapasan ketika ucapan istrinya semakin kemana-mana.
Pria berusia 49 tahun itu membiarkan istrinya untuk puas mengeluarkan unek-unek, sambil berakhir menangis sesenggukan di depan meja rias dan menatapi penampilan menyedihkannya pada cermin.
"ANDA, BAPAK INDRA ABRAHAM NUGRAHA, SI ANAK TUNGGAL KESAYANGAN ORTU, JAUH DI DASAR ATI PASTI NGAREPIN BANGET BUAT BISA NERUSIN KETURUNAN, KAN?!"
Suara Cathrine makin bergemuruh, dia menghampiri Indra dengan langkah menggebu-gebu dan menarik kerah kemejanya dengan ganas. Sepasang mata wanita yang penuh air mata, menatap langsung ke mata Indra, yang masih tetap tidak bersuara.
"JUJUR AJA! GA USAH PAKE ACARA BOONG 'GAPAPA', SETIAP GUE UNGKIT BUAT NIKAHI PEREMPUAN LAIN DAN CERAIIN GUE ..." Catherine memiringkan kepalanya, menggali respon dari mimik wajah pria itu.
"IYA'KAN?! JAWAB NDRA! JAWAB!" teriak Cathrine, dia memaju-mundurkan tubuh Indra dengan sepenuh tenaga.
Catherine Haryono, wanita berusia 35 tahun, yang dulunya semasa SMA, memiliki tekad membara untuk mengejar pendidikan setinggi langit, mengerahkan segala daya upaya agar bisa menjadi Manajer Penjualan top di perusahaan besar multinasional kemudian bebas waktu serta finansial lalu menikmati masa tua dengan traveling sekaligus kulineran ke berbagai negara di penjuru dunia, lalu mendokumentasikan vlog-nya pada kanal YouTube yang berniat dia buat dengan nama 'Happy Vlog with Cathrine'. Kini dengan keputusasaan, menuntut kejujuran pria di depannya.
Namun, mulut Indra tetap rapat, seakan memang tidak berniat memberikan respon.
"Jelasin Ndra ... Kenapa kamu engga ceraiin aku aja?! Aku ... Aku mustahil bisa kasih kamu keturunan!"
Kaki Cathrine melemas seperti jeli, tubuhnya lunglai dan merosot jatuh. Indra sigap menopangnya sebelum mengenai lantai yang dingin.
"... Sampai kapan pun. Rahim aku udah engga ada ... Aku engga bakal bisa jadi ibu ... Ga bakal bisa ..."
Catherine menatap perutnya yang rata dan mengelus pelan. Dia kemudian menatap hampa, tidak bertenaga lagi dan pikirannya kosong.
***
Meja Rias Cathrine