NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi
Popularitas:102.3k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa

Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.

Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.

Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anak yang Seharusnya Mati

Tetua Ai yang sejak tadi diam akhirnya bicara. Wajahnya tetap tenang, namun senyum tipis sengaja ia tampilkan untuk meredakan suasana yang kian memanas.

“Tuan Kota, Tuan Muda,” ucap Tetua Ai dengan suara datar namun bersahabat, “harap tenang terlebih dahulu.”

Ia menoleh sejenak ke arah Tetua Yu, lalu kembali memandang Ji Wei dan Ji Yayi.

“Apa yang disampaikan Tetua Yu memang mengejutkan,” lanjutnya, “namun tidak semuanya harus dipahami sebagai ancaman yang belum terkendali. Faktanya, rombongan kami berhasil keluar dari hutan itu dengan selamat.”

Ji Yayi langsung menyela, nada suaranya masih keras.

“Itu justru yang aneh! Jika benar ada Raja Siluman dan Binatang Suci, mana mungkin kalian bisa keluar hidup-hidup?”

Tetua Ai tidak tersinggung. Ia justru mengangguk pelan, seolah sudah menduga pertanyaan itu akan muncul.

“Kami berhasil pergi dari hutan,” katanya perlahan, “karena mendapat bantuan dari pendekar lainnya.”

Ucapan itu membuat alis Ji Wei sedikit terangkat. Ji Yayi pun terdiam sejenak, namun sorot matanya justru semakin tajam.

“Pendekar lain?” ulang Ji Yayi. “Siapa?”

Tetua Ai tersenyum samar.

“Pendekar yang kebetulan berada di sekitar hutan pada waktu itu.”

Ia sengaja berhenti di sana. Tidak satu pun kata keluar mengenai bagaimana siluman-siluman itu dibantai, bagaimana Raja Siluman dan binatang suci telah tumbang, atau siapa sebenarnya yang memberi perintah. Nama Boqin Changing dan Nuo sama sekali tidak disebutkan.

“Kami hanya bisa mengatakan,” lanjut Tetua Ai, “bahwa tanpa bantuan mereka, mungkin kami tidak akan duduk di sini sekarang.”

Ji Yayi mengepalkan tangannya di bawah meja. Ia menoleh cepat ke arah Boqin Changing dan Sha Nuo yang duduk tidak jauh darinya. Tatapannya meneliti keduanya dari atas ke bawah.

Yang satu tampak terlalu muda. Yang satu lagi, meski auranya tenang, tidak memancarkan tekanan seorang pendekar hebat.

“Hanya murid senior dan junior,” batinnya dingin. “Mereka jelas hanya pengikut para tetua.”

Pikiran bahwa dua orang di hadapannya inilah yang dimaksud Tetua Ai sama sekali ia tepis. Baginya, itu tidak masuk akal.

Melihat ekspresi putranya yang masih penuh emosi, Ji Wei menghela napas pelan. Ia meletakkan tangannya di atas meja, lalu berbicara dengan nada lebih berat namun terkendali.

“Yi'er,” ucapnya, “cukup.”

Ji Yayi menoleh. “Ayah....”

“Aku sudah mengenal Tetua Ai dan Tetua Yu selama bertahun-tahun,” potong Ji Wei. “Mereka bukan orang yang akan membohongiku, apalagi dalam urusan sepenting ini.”

Tatapan Ji Wei menajam, bukan mengancam, melainkan penuh tekanan seorang ayah dan pemimpin kota.

“Apa pun yang kau dengar barusan, sikapmu barusan tidak pantas,” lanjutnya. “Baik kepada para tetua, maupun kepada tamu kita.”

Ji Yayi menggertakkan giginya. Dadanya naik turun. Jelas terlihat ia masih tidak terima, namun wibawa ayahnya membuatnya sulit membantah.

“Mintalah maaf,” kata Ji Wei singkat, tanpa memberi ruang tawar-menawar.

Keheningan kembali menyelimuti aula. Semua mata tertuju pada Ji Yayi.

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya pemuda itu menarik napas dalam-dalam. Bahunya sedikit merosot, seolah menelan harga diri yang pahit.

“Aku… terlalu emosional,” katanya kaku. Ia berdiri dan membungkukkan badan setengah hormat ke arah Tetua Yu dan Tetua Ai. “Mohon maaf atas sikapku barusan.”

Tetua Ai mengangguk ramah. “Tidak apa-apa. Reaksi Tuan Muda masih wajar.”

Tetua Yu hanya mendengus pelan, tidak memperpanjang urusan. Sementara itu, Boqin Changing tetap duduk tenang, wajahnya datar seolah semua ini tidak ada hubungannya dengan dirinya. Namun di balik ketenangan itu, pikirannya bergerak cepat.

Ji Yayi… Anak yang seharusnya mati karena wabah. Kini hidup, emosional, dan berada tepat di tengah pusaran takdir yang telah ia ubah.

“Ini baru permulaan,” batinnya dingin. “Konsekuensi dari perubahan sejarah mulai menampakkan wujudnya.”

Tetua Yu akhirnya angkat bicara. Nada suaranya datar, namun mengandung tekanan yang halus namun nyata.

“Tuan Kota,” katanya sambil memandang Ji Wei, lalu mengalihkan pandangan ke Ji Yayi, “sebelum urusan ini ditutup, ada satu hal yang harus kami pastikan.”

Ji Yayi mengerutkan kening.

“Hal apa lagi?”

Tatapan Tetua Yu mengeras.

“Artefak yang disebutkan oleh Binatang Suci di hutan itu,” ucapnya perlahan. “Kami meminta agar Tuan Muda Ji Yayi mengembalikannya.”

Ucapan itu jatuh seperti batu ke permukaan air yang tenang. Ji Wei menegang. Ji Yayi langsung berdiri dari kursinya.

“Apa maksud Tetua Yu?” katanya tajam. “Aku tidak pernah mengambil artefak apa pun!”

Permintaan itu sejatinya bukan inisiatif Tetua Yu sendiri. Itu adalah perintah Boqin Changing sebelum mereka memasuki kediaman Tuan Kota. Namun tentu saja, baik Ji Wei maupun Ji Yayi sama sekali tidak mengetahui hal tersebut.

Di sisi lain meja, Sha Nuo memiringkan tubuhnya sedikit dan berbisik ke arah Boqin Changing, nyaris tanpa menggerakkan bibirnya.

“Sial… mereka benar-benar berakting sesuai keinginanmu.”

Sudut bibir Boqin Changing terangkat tipis. Ia menjawab dengan suara yang sama pelannya.

“Aku memang guru teater yang hebat,” bisiknya santai. “Kurasa mereka berdua cukup berbakat dalam seni peran.”

Baik Boqin Changing maupun Sha Nuo tidak tahu satu hal. Tetua Ai dan Tetua Yu saat ini sedang mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk berakting sebaik mungkin. Bukan demi skema yang rumit, melainkan demi sesuatu yang jauh lebih sederhana, nyawa mereka sendiri. Satu kesalahan kecil, satu kata yang melenceng, bisa memicu kemarahan Boqin Changing. Mereka berdua tahu betul, kemarahan itu bukan sesuatu yang bisa ditanggung siapa pun.

Sementara itu, Ji Yayi masih bersikeras.

“Aku bersumpah atas nama leluhur keluarga Ji!” katanya lantang. “Aku tidak pernah mengambil artefak Binatang Suci, tidak sekarang, tidak sebelumnya!”

Ia bahkan mengangkat tangan kanannya, membentuk sumpah dengan wajah memerah oleh emosi.

Sha Nuo menyeringai tipis. Ia kembali berbisik ke arah Boqin Changing.

“Kalau begitu… bagaimana kalau aku penggal saja kepala anak ini, lalu kita periksa cincin ruangnya?”

Boqin Changing mengerutkan kening, lalu menggeleng pelan.

“Jangan dulu,” balasnya singkat. “Mari kita ikuti alur cerita yang kubuat.”

Di hadapan penolakan keras itu, Tetua Ai dan Tetua Yu saling pandang sesaat. Wajah mereka tetap tenang, namun sorot mata keduanya bergerak cepat ke arah Boqin Changing, seolah meminta instruksi selanjutnya.

Namun sebelum salah satu dari mereka sempat berbicara, suara berat Ji Wei menghantam keheningan.

“Cukup, Yi’er!”

Ji Yayi tersentak dan menoleh.

“Jangan berbohong di hadapan para tetua dan tamu terhormat,” lanjut Ji Wei dengan nada dingin. “Apakah kau ingin mempermalukan nama keluarga Ji di depan orang luar?”

“Ayah, aku....”

“Jawab dengan jujur!” bentak Ji Wei, telapak tangannya menghantam meja. “Apakah kau menemukan sesuatu di hutan itu atau tidak?”

Tekanan dari seorang ayah sekaligus Tuan Kota membuat Ji Yayi terdiam. Napasnya memburu. Matanya bergerak ke sana kemari, hingga akhirnya tertunduk.

Beberapa detik berlalu.

“Aku…” suaranya melemah. “…aku memang menemukan sesuatu.”

Ruangan itu langsung senyap.

Ji Yayi mengangkat kepalanya, wajahnya pucat.

“Tapi itu bukan artefak seperti yang kalian maksud. Aku menemukannya di dekat bangkai siluman.”

Ia mengangkat tangannya dan mengayunkan cincin ruangnya.

Cahaya hijau lembut berkilau, lalu sebuah batu giok muncul di atas telapak tangannya. Batu itu berwarna hijau zamrud, bening, berkilau indah, dengan permukaan halus seolah dipahat oleh alam sendiri.

Tetua Ai dan Tetua Yu menghela napas lega. Menurut mereka, konflik ini akhirnya selesai. Ji Yayi telah mengakui dan mengeluarkan benda yang diambilnya. Artefak atau apa pun itu telah muncul. Dengan demikian, benturan antara Tuan Kota dan Boqin Changing bisa dihindari.

Sha Nuo justru mengerutkan kening. Ia menatap batu giok itu dengan mata tajam, lalu kembali berbisik.

“Aneh. Itu hanya batu giok biasa. Indah, iya. Tapi jelas bukan artefak atau pusaka.”

Ia mendengus pelan.

“Tidak mungkin Binatang Suci mengerahkan ribuan siluman hanya demi benda seperti ini.”

Boqin Changing hanya tersenyum tipis mendengar itu. Tatapannya tenang, seolah semua ini berjalan tepat seperti yang ia perkirakan.

Ji Yayi melangkah maju setengah langkah, hendak menyerahkan batu giok itu kepada Tetua Yu.

Namun pada saat itulah, suara Boqin Changing akhirnya terdengar. Tenang. Dingin. Namun membuat udara di ruangan itu seakan membeku.

“Hei, bocah,” katanya tanpa berdiri dari kursinya. “Jangan membodohi kami.”

Semua mata langsung tertuju padanya. Tatapan Boqin Changing menancap lurus ke arah Ji Yayi, tajam seperti bilah pedang.

“Berikan artefak yang kau curi itu.”

1
Rachmad Bahtiar
tlong di up donk updtenya
Sarip Hidayat
waah
Arie Chaniago70
good good mantap 😃😃😃😃
kirno
lanjut
angin kelana
mulai ada petunjuk nieh....gass up lg💪💪💪💪
Nazam Roni
mantab lanjutkan semangat thor dan doa buat author sllu sehat dan banyak rezeki
angin kelana
lanjut up...
angin kelana
belum ada info jg nie...
rafli basyari
Keren 👍👍👍👍
Alipjs Joko
good update thor 👍👍
alaw
thorrrr..kurang banyak
Boqin Changing: hari ini masih 1 lagi kok
total 1 replies
Vanz Gao
Super Master Nuo 😅😅😅
HINATA SHOYO
lanjuttt gasspolllllll crazy up thorr
budiman_tulungagung
satu mawar 🌹
Ipung Umam
lanjutkan terus menerus 👍🏻
Ipung Umam
mantap thor 👍🏻👍🏻
Nanik S
Dapatkah Shang Mu mendapat Jawaban tentang Anaknya
Nanik S
Dasar Sha Nuo... selalu saja bikin seru 👍👍
zkr junior
jadi kurang seru ini, nyari seseorang yg gk jelas,
Pims Sinung Mulia
makin akrab dengan Paman Nuo , jadi salah satu character favorite ini orang. Gmna ntar jika ketemu Gao Rui, apakah bkal diisengi ini si Gao Rui di pendekar naga bintang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!