Nayla hidup dalam pernikahan penuh luka, suami tempramental, mertua galak, dan rumah yang tak pernah memberinya kehangatan. Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan merenggut tubuhnya… namun tidak jiwanya.
Ketika Nayla membuka mata, ia terbangun di tubuh wanita lain, Arlena Wijaya, istri seorang pengusaha muda kaya raya. Rumah megah, kamar mewah, perhatian yang tulus… dan seorang suami bernama Davin Wijaya, pria hangat yang memperlakukannya seolah ia adalah dunia.
Davin mengira istrinya mengalami gegar otak setelah jatuh dari tangga, hingga tidak sadar bahwa “Arlena” kini adalah jiwa lain yang ketakutan.
Namun kejutan terbesar datang ketika Nayla mengetahui bahwa Arlena sudah memiliki seorang putra berusia empat tahun, Zavier anak manis yang langsung memanggilnya Mama dan mencuri hatinya sejak pandangan pertama.
Nayla bingung, haruskah tetap menjadi Arlena yang hidup penuh cinta, atau mencari jalan untuk kembali menjadi Nayla..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erunisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Nayla duduk di tepi ranjang kamar utama, menatap lantai yang dingin, tanpa benar-benar melihat apa pun. Kepalanya penuh, dadanya sesak, perasaannya saling bertabrakan tanpa arah.
Nayla memeluk lututnya sendiri. Entah apa yang ia rasakan sekarang.
Takut. Marah. Muak. Dan… bersalah.
Perkataan Kanaya terus terngiang di telinganya, tapi bukan itu yang paling menyakitkan.
Yang paling membuat Nayla merasa jijik pada dirinya sendiri adalah satu pikiran yang sejak lama ia hindari, Arlena.
Pemilik tubuh yang saat ini menjadi tubuh Nayla yang entah berada di mana sekarang.
Nayla memejamkan mata, dan bayangan-bayangan ke khawatiran muncul begitu saja.
Bagaimana jika Arlena tidak mati?
Bagaimana jika jiwanya berpindah ke tubuh orang lain… dan hidup dengan pria lain?
Bagaimana jika Arlena tidak baik-baik saja, sementara ia tidur satu ranjang dengan Davin?
Dada Nayla bergetar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menahan rasa mual yang tiba-tiba naik.
“Ini salah… ini semua salah,” bisik Nayla.
Ia merasa kotor, seolah telah mencuri sesuatu yang tidak pernah menjadi miliknya, sebuah kehidupan, sebuah keluarga, sebuah cinta.
Padahal ia tidak pernah meminta ini.
Ia tidak pernah ingin merebut tubuh orang lain.
Ia bahkan tidak tahu apakah Arlena masih hidup… atau sudah benar-benar pergi.
Nayla juga tidak tahu, apakah Arlena sudah pernah tidur dengan pria lain atau tidak, selama Arlena masih menjadi istri Davin, Nayla hanya merasa jijik jika dia berada di tubuh wanita tidak bermoral seperti Arlena, Dan Nayla tidak berani bertanya ke Davin.
Karena pertanyaan itu sendiri terasa tidak pantas.
Bagaimana ia bisa bertanya pada Davin,
“Apakah Arlena pernah bersama pria lain?”
Itu kejam. Dan sekaligus menghancurkan.
Nayla bangkit, berjalan tertatih ke depan cermin besar.
Wajah Arlena menatap balik padanya, cantik, tenang, sempurna di mata dunia.
Namun di balik mata itu… ada Nayla yang penuh luka.
“Aku ingin pergi…” bisiknya.
"Tapi pergi ke mana?"
"Jika aku pergi dari tubuh ini, aku tahu artinya hanya satu, Kematian."
"Tubuh Nayla yang asli sudah terkubur. Tidak ada jalan pulang. Tidak ada pilihan untuk kembali menjadi diri sendiri." kata Nayla sambil menatap pantulan wajah Arlena di cermin.
"Aku terjebak." kata Nayla.
Air mata mengalir tanpa suara.
Namun di balik rasa muak dan putus asa itu, ada dua api kecil yang masih menyala dalam dadanya. Ayahnya. Dan Edo.
Dua pria yang menghancurkan hidup Nayla di masa lalu.
"Jika aku mati sekarang, semuanya akan berakhir tanpa keadilan. Tanpa pembalasan. Tanpa kebenaran." kata Nayla penuh tekad.
Dan entah kenapa… pikiran itu lebih menakutkan daripada hidup dalam tubuh Arlena.
Nayla mengusap air matanya, menegakkan punggung.
“Aku tidak bisa mati sekarang,” katanya lirih namun tegas.
“Aku tidak boleh mati, sebelum mereka menerima balasannya.”
"Jika ini adalah kehidupan kedua ku,
maka aku akan menggunakannya sampai akhir."
"Aku akan bertahan. aku akan menyelesaikan semuanya. Dan setelah itu…" kata-kata Nayla menggantung
Nayla duduk kembali di ranjang, menatap kosong ke depan.
Untuk pertama kalinya, ia menyadari satu hal pahit.
"Bertahan hidup terkadang lebih menyakitkan daripada mati."
Namun Nayla memilih bertahan. Karena masih ada urusan yang belum selesai. dan Nayla akan bertahan sampai urusannya selesai, setelah semuanya selesai, Nayla akan kembali memikirkan apa yang akan dia lakukan.
--
Sejak saat Kanaya meninggalkan Arlena dengan wajah dingin dan hati yang dipenuhi kecurigaan, satu keputusan sudah Kanaya buat, ia tidak akan tinggal diam.
Bagi Kanaya, ucapan Arlena tentang “jiwa Nayla” bukan sekadar omong kosong.
Itu adalah tanda bahaya.
Bukan karena Kanaya percaya cerita reinkarnasi tapi karena Kanaya takut kakaknya, Davin, sedang dibohongi.
Dan Kanaya tidak akan membiarkan itu terjadi.
Kanaya jadi sering datang ke rumah kakaknya tanpa pemberitahuan, dengan alasan rindu keponakannya. Duduk di ruang keluarga, tersenyum sopan pada Arlena, namun matanya selalu waspada.
"Arlena ke dapur?"
Kanaya memperhatikan.
"Arlena ke taman bersama Xavier? Kanaya ikut duduk di teras.
"Arlena menerima telepon?"
Kanaya pura-pura membaca, tapi telinganya tajam.
Tidak ada satu gerakan pun yang luput.
Dan Arlena atau Nayla merasakannya.
Tatapan Kanaya Cara Kanaya mengamati terlalu lama.
Pertanyaan-pertanyaan kecil yang terdengar biasa, tapi terasa seperti jebakan.
“Kamu ke mana tadi pagi?”
“Kamu ketemu siapa?”
“Kok pulangnya agak lama?”
Nayla menjawab semuanya dengan hati-hati, meski dadanya berdebar setiap kali.
Nayla tahu. Kanaya tidak lagi memandangnya sebagai kakak ipar, melainkan sebagai ancaman.
Kanaya meminta asisten pribadinya mengecek jadwal Arlena.
Mengikuti mobil yang biasa mengantar Arlena.
Bahkan diam-diam berbicara dengan salah satu ART yang sudah lama bekerja di rumah itu.
“Kamu merasa Nyonya berubah nggak?” tanya Kanaya santai.
ART itu ragu, lalu menjawab jujur, “Berubah, Tapi… jadi lebih baik.”
Jawaban itu membuat Kanaya terdiam.
"Lebih baik? Lalu kenapa hatiku justru tidak tenang?" pertanyaan itu muncul begitu saja di hati Kanaya.
Hari ini Kanaya melihat sesuatu yang membuat jantungnya menegang.
Arlena turun dari mobil di sebuah pemakaman, sendirian.
Kanaya yang kebetulan mengikuti dari belakang langsung berhenti, Kanaya juga keluar dari mobilnya. Ia mengenakan kacamata hitam, menunduk sedikit, mengamati.
"Dia mau ke makam siapa?"
Kanaya bersiap mengambil ponsel.
Kalau Arlena bertemu pria lain, kalau Arlena benar-benar berkhianat, Kanaya tidak akan ragu.
Ia akan memberi tahu Davin, secepat mungkin.
Tapi Kanaya juga bingung, masa Arlena bertemu seseorang di pemakaman.
Arlena berjongkok didepan sebuah makam, Arlena menabur bunga.
Ia tidak tertawa. Tidak tersenyum.
Ia hanya menatap gundukan tanah dihadapannya, sesekali menyeka matanya dengan tisu.
Kanaya mengerutkan kening.
"Menangis?" gumam Kanaya.
"Kamu terkubur, tapi aku masih disini." Kanaya mendengar apa yang diucapkan Arlena, Kanaya langsung berpikir kalau itu adalah makam salah satu brondong simpanan Arlena.
Sampai akhirnya Arlena beranjak dan berjalan menuju ke parkiran, Kanaya melihat makam siapa yang dikunjungi Arlena.
"Nayla" kata kanaya yang langsung syok.
--
Kanaya kembali mengikuti kemana Arlena pergi, dan ternyata Arlena pergi ke tempat Nayla dulu pernah tinggal, Kanaya tahu dari Davin.
Kanaya melihat Arlena bertemu dengan seseorang namun dengan batas wajar, seperti sedang membicarakan sesuatu hal yang entah apa tidak bisa Kanaya dengar.
Saat Kanaya sedang mengawasi, tiba-tiba muncul seorang pria yang ingin melakukan hal buruk ke Nayla, tapi Kanaya kaget, karena Arlena bisa membela diri, sesuatu hal yang belum pernah Nayla lihat.
Dari ucapan pria itu, Kanaya bisa mendengar kalau Arlena mau merobohkan rumah yang sedang di sewa oleh pria tersebut.
"Apa hak kamu melarang? Sekarang rumah dan tanah ini milik saya, lagian kamu sudah tiga bulan tidak bayar sewa, daripada di gratiskan untuk tinggal kamu dan keluarga kamu, lebih baik saya robohkan saja rumah ini." kata Arlena yang membuat Kanaya melongo melihat kaka iparnya segalak itu, karena Kanaya tahunya Arlena wanita yang lemah lembut tapi tukang selingkuh.
"Bisa di mengerti sih kalau dia bilang dia bukan Arlena, tapi apa hal seperti ini bisa di percaya?" Kanaya bertanya-tanya didalam hati.