"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pikiran Negatif Mama.
Seminggu berlalu, Inara sudah mulai membiasakan diri sebagai Sekretaris Faras tanpa banyak lagi memikirkan apa yang pernah terjadi di antara mereka di masa lalu. Bukan hanya itu saja, Inara bahkan sesekali menerima ajakan Davin untuk makan siang bersama agar Faras tidak berpikir jika ia masih mengharapkannya.
Di sebuah resto yang letaknya tak begitu jauh dari perusahaan, di sinilah Davin dan Inara berada setelah beberapa saat yang lalu secara tidak sengaja disaksikan oleh Faras menjemput Inara di meja kerjanya.
"Apa Faras memperlakukanmu dengan baik?." mengingat seperti apa penolakan Faras pada gadis cantik dihadapan saat ini di saat remaja, maka pertanyaan Davin terdengar wajar.
"Tentu saja. selama hampir dua Minggu terakhir menjadi sekretaris beliau, tuan Faras bersikap professional. Tuan Faras juga tidak sekalipun menyinggung masa lalu." rasanya tak ada gunanya ia menyembunyikan tentang tindakan memalukan yang pernah dilakukan dihadapan Faras di masa lalu, karena Davin adalah sahabat baik Faras pastinya pria itu tahu tentang hal itu.
"Syukurlah kalau begitu."
Sebenarnya Davin ingin sekali menanyakan bagaimana perasaan Inara saat ini pada Faras, apakah wanita itu masih mencintai sahabatnya itu, atau justru sebaliknya. namun, Davin enggan melakukannya, karena tidak ingin Inara justru tersinggung dengan pertanyaannya.
Percakapan mereka berakhir kala pelayan menyajikan pesanan di meja.
"Ayo di makan!." Davin mempersilahkan Inara menyantap makanannya.
"Terima kasih."
"Untuk apa?."
"Terima kasih untuk makan siang kemarin dan juga hari ini." ungkap Inara tulus.
"Tidak perlu berterima kasih Inara, aku hanya melakukan sesuatu yang diinginkan oleh hatiku." jawaban Davin terdengar gamang di telinga Inara. Di satu sisi Inara merasa bersalah karena secara tidak langsung ia telah memberi harapan pada pria sebaik Davin, namun Di sisi lain ia juga tak bisa menerima cinta Davin di saat hatinya masih dimiliki oleh pria lain.
Di saat Inara dan Davin tengah menikmati makan siang bersama, Faras justru terlihat uring-uringan di ruangannya. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh pria datar itu, yang jelas dari gerak-geriknya menunjukkan hal demikian. Terlebih ketika ia melihat postingan terbaru di akun sosial media milik Davin, di mana sahabatnya itu baru saja mengunggah sebuah Foto bersama seseorang di sebuah restoran
Tepat pukul dua siang Inara kembali ke meja kerjanya dan tentunya wanita cantik itu kembali dengan diantarkan oleh Davin. dari balik dinding kaca, Faras dapat menyaksikan dengan jelas interaksi antara sahabatnya itu bersama sekretarisnya, di mana Inara nampak membalas senyuman Davin.
Faras segera mengalihkan pandangannya ke layar laptopnya saat menyadari pergerakan Davin hendak berjalan ke arah ruangannya.
"Selamat siang, pak bos." sapa Davin yang baru saja memasuki ruangan Faras.
"Mau apa kau ke sini?."
Mendengar Faras menggunakan bahasa santai, Davin pun turut menggunakan bahasa santai, layaknya seorang sahabat. Dengan santainya Davin melenggang lalu mendaratkan bobotnya di kursi depan meja kerja Faras.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?." kini raut wajah Davin berubah serius hingga mampu menciptakan kerutan halus di dahi Faras. "Tapi aku ingin kau menjawabnya dengan jujur!." sambung Davin.
"Memangnya apa yang ingin kau tanyakan?." tanya Faras dengan raut wajah datarnya.
"Bagaimana perasaanmu pada Inara?? Apa kau yakin, tidak memiliki ketertarikan sedikitpun padanya?." tanya Davin tanpa mengalihkan pandangannya dari Faras.
"Apa maksudmu bertanya seperti itu?." Faras balik Bertanya, tanpa berniat menjawab pertanyaan Davin.
"Ayolah Sarfaras Wisatara...kita sudah lama bersahabat, bukan?? Dan entah mengapa, aku tidak yakin jika kau tidak memiliki perasaan apapun pada Inara. Jika kau jujur, mengakui perasaanmu pada Inara maka aku akan mengalah."
Faras menaikan satu alisnya mendengar dugaan Davin tentang dirinya. "Aku sedang sibuk, sebaiknya sekarang kau kembali ke ruang kerjamu!."
Jika sudah begini, Davin tak berani lagi memaksa Faras, hingga pada akhirnya ia pun pamit meninggalkan ruangan Faras.
Setelah kepergian Davin, Faras kembali mengarahkan pandangannya pada sekretarisnya yang kini sedang sibuk di meja kerjanya. Entah apa yang kini tengah dipikirkan oleh Faras, yang jelas cukup lama pria itu menatap ke arah Inara.
*
Malam harinya, di kediaman papa Rasya.
Mama Thalia sedang dilanda kegundahan. Bagaimana tidak, hingga usia sang putra genap dua puluh lima tahun namun Faras belum pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Jangankan menjalin sebuah hubungan, bahkan dekat dengan seorang gadis pun putranya belum pernah. Itulah yang memicu kegundahan di hati mama Thalia.
"Jujur, mama takut pah, takut Abang_." mama Thalia tak sanggup menuntaskan kalimatnya. Membayangkan putranya tidak memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya membuat wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang tak lagi muda tersebut jadi overthinking.
"Ya ampun...mama ngomong apa sih. Papa yakin Abang tidak seperti dugaan mama. Mungkin Abang hanya belum menemukan wanita yang cocok saja."
Sebagai sesama pria, papa Rasya yakin jika apa yang kini menjadi ketakutan sang istri tidaklah benar. Namun begitu, ia juga merasa sedikit kesulitan meyakinkan sang istri jika Faras masih juga belum berniat menjalin hubungan dengan lawan jenisnya sementara usianya sudah genap dua puluh lima tahun.
Gelapnya malam telah berganti dengan terangnya cahaya mentari. Faras yang baru saja tiba di ruang kerjanya dikejutkan dengan kedatangan sang ayah yang tidak memberitahukan tentang kedatangannya terlebih dahulu.
"Papah..."
"Papah ganggu nggak???." tanya papa Rasya, takutnya kedatangannya pagi itu justru mengganggu kesibukan putranya.
"Sama sekali tidak, pah." sahut Faras yang masih bertanya-tanya dengan maksud dan tujuan dari kedatangan sang ayah.
Papa Rasya mendaratkan bobotnya di kursi depan meja kerja Faras.
Pria paruh baya tersebut nampak menghela napas berat lalu kemudian berkata. "Jujur, papa percaya bahwa Abang tidak seperti apa yang mama pikirkan. papa juga percaya jika sampai detik ini alasan abang belum sekalipun menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun, karena Abang masih ingin fokus pada pekerjaan. tapi, papa juga merasa sedikit kesulitan meyakinkan mama jika Abang masih terus bersikap seperti ini."
Mendengar semua pernyataan sang ayah kedua alis mata Faras bertaut dalam.
"Apa maksudnya, pah??? Abang tidak mengerti?." tanya Faras yang belum sepenuhnya paham dengan maksud dari perkataan ayahnya.
"Begini bang, mama berpikir......" papa Faras pun menceritakan semuanya. Tentang pemikiran negatif yang kini menyelimuti perasaan sang istri. Di mana mama Thalia berpikir jika sang putra menyimpang dari kodrat sebagai lelaki sejati.
"Astagfirullah.... bisa-bisanya mama berpikir seperti itu." Faras langsung menepuk jidat, tak habis pikir dengan pikiran negatif yang menyelimuti hati sang mama terhadap dirinya.
"Menikahlah segera, jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!!."
"Menikah?." Faras tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya mendengar saran dari ayahnya tersebut. Bukannya tak mau menikah namun Faras bingung harus menikah dengan siapa sementara kekasih saja ia belum punya.
Seakan bisa membaca isi kepala putranya, papa Rasya menolehkan pandangan ke arah seseorang yang tak lain adalah mantan sekretarisnya, Inara.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali