#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Sama-sama keras kepala
.
...
Amelia menghapus air matanya dan mengangkat wajahnya. “Richard itu bukan pria yang baik, Ma. Itulah kenapa aku menolak,” ucapnya. “Dari sekian banyak pria di Jakarta, kenapa harus Richard?”
Eliza menghela napas. “Mama percaya sama kamu, Sayang. Tapi kamu juga tahu bagaimana papamu. Sekali dia menginginkan sesuatu, dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.” Eliza membelai rambut putrinya dengan lembut. “Sebaiknya kamu istirahat. Mama yakin, semua ini akan baik-baik saja.”
Amelia mengangguk lemah. Setelah memeluk ibunya sekali lagi, ia berbalik dan berjalan menuju kamarnya.
Begitu pintu kamarnya tertutup, air mata Amelia kembali tumpah. Ia menjatuhkan diri di ranjang, berbaring tengkurap dan membenamkan wajahnya pada guling, terisak sejadi-jadinya.
Bukan maksudnya menentang papanya, tapi dia memang sama sekali tidak menyukai dunia bisnis yang menurutnya terlalu banyak intrik dan persaingan tidak sehat. Hanya orang yang benar-benar tangguh yang akan mampu tetap berdiri tegak. Lebih dari itu, dia memang menyukai dunia tanaman dan alam bebas.
Sedangkan menikah dengan Richard, itu adalah hal yang tak pernah terlintas dalam benaknya, bahkan dalam mimpi terburuknya sekalipun. Jika pun harus menikah, dia ingin menikah dengan pria yang menjadikan wanita sebagai makhluk paling terhormat. Pria yang mampu menjaga diri dan menjadikan istri sebagai wanita satu-satunya.
Seperti papanya, Amelia menjadikan papanya sebagai tokoh idola. Pria yang tak pernah melirik wanita manapun selain mamanya. Tapi, kenapa papanya tak bisa mengerti dengan keinginannya?
Siapa yang tidak mengenal Richard Handoyo. Seorang CEO muda berbakat, putra konglomerat kaya raya, Bambang Handoyo. Wajahnya yang dikenal banyak orang karena sering berseliweran di media bisnis. Pria tampan dengan harta yang mungkin tak kan habis dimakan sampai tujuh turunan. Itu memang benar. Itu kenyataan. Namun, di balik semua keunggulannya, pria itu memiliki sisi yang sangat kelam.
Richard adalah seorang playboy kelas kakap, gemar bergonta-ganti wanita, dan sering terlibat skandal. Awalnya, Amelia juga hanya menganggap itu sebagai gosip murahan, tapi kemudian, ia tanpa sengaja melihat itu dengan mata kepalanya sendiri.
Sebulan yang lalu, saat menghadiri sebuah pesta ulang tahun temannya di sebuah kafe besar, Amelia tak sengaja melihat Richard di sebuah sudut ruangan. Ia tidak sendiri. Richard sedang bermesraan dengan dua orang wanita sekaligus. Amelia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana Richard mencumbui dua wanita itu bergantian dengan penuh nafsu, seolah tidak ada orang lain di sekitar mereka.
Mengingat kejadian itu, Amelia bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan dirinya menikah dengan pria seperti itu. Pria yang tidak setia, tidak menghargai wanita, dan hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri.
Dan itu bukan untuk pertama kalinya Amelia melihat itu. Sebelumnya ketika dia sedang ada tugas kampus yang mengharuskan ia menginap di kota lain, ia juga pernah tanpa sengaja melihat Richard check in di hotel bersama dengan dua wanita berbeda.
"Aku tidak mau menikah dengan pria model buaya rawa seperti dia," bisik Amelia, di sela tangisnya. "Aku tidak mau mati muda karena ngenes."
"Tapi, apa yang harus kulakukan?" gumam Amelia, putus asa. "Bagaimana caranya aku bisa menghindari perjodohan ini?”
“Aku harus mencari bukti tentang Richard," gumamnya seraya menghapus air matanya. “Papa tidak akan percaya jika tidak ada bukti."
Amelia segera bangkit dari ranjang dan berjalan menuju meja belajarnya. Ia menyalakan laptopnya dan mulai mencari informasi tentang Richard Handoyo.
Laptop menyala, jemari Amelia menari dengan lincah di atas keyboard. Gadis itu menelan ludahnya kasar. Semakin banyak informasi yang ia temukan, semakin ketakutan ia dibuatnya. Artikel-artikel tentang Richard yang gemar bermain perempuan, bermunculan di berbagai situs online. Ada juga beberapa foto yang menunjukkan Richard sedang berpesta liar dan bermesraan dengan wanita-wanita berbeda.
Amelia menutup laptopnya dengan kasar. Ia merasa mual dan jijik. Ia tidak bisa membayangkan dirinya disentuh oleh pria seperti itu.
“Aku harus menunjukkan semua ini pada Papa," gumamnya.
Amelia segera berdiri dan membawa laptopnya keluar dari kamar. Ia ingat tadi ayahnya masuk ke ruang kerja setelah memarahi dirinya.
Tok tok tok…..
Amelia mengetuk pintu hati-hati.
“Pa, ini Amel. Boleh Amel masuk, Pa?" Amel menunggu dengan penuh semangat. Setelah ini, papanya pasti akan membatalkan perjodohan itu.
"Masuk!”
Terdengar seruan dari dalam, Amel segera membuka pintu, dan masuk dengan tergesa.
“Papa tahu kamu pasti akan menuruti keinginan Papa.”
Tak disangka oleh Amelia, kalimat itulah yang pertama kali ia dengar dari mulut papanya. Tapi, ia tak kan menyerah. Papanya hanya butuh bukti.
"Amel ingin Papa melihat ini!” Amelia menyalakan laptopnya lalu memutar kembali informasi yang tadi ia dapatkan dan mengarahkan layarnya pada sang Papa.
“Ini alasan kenapa aku menolak perjodohan ini," ucap Amelia menatap wajah ayahnya penuh harap.
“Lalu?"
Pertanyaan dari papanya membuat Amelia mengerutkan kening. Apa papanya tidak bisa melihat semua itu?
“Papa bisa melihat sendiri. Richard bukan pria yang baik. Apa Papa tega dan rela menjodohkan aku dengan pria seperti dia?”
Alexander menatap datar wajah putrinya. "Sudah Papa bilang itu hanya rumor. Pebisnis seperti Richard pasti banyak saingan yang ingin menjatuhkan."
Amelia mundur dan menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan papanya. Papanya seorang yang telah bertahun-tahun malang melintang di dunia bisnis. Apakah hal seperti itu pun, antara fakta dan rumor, apakah tidak bisa membedakan?
“Bukti ada di depan mata, dan Papa tidak percaya?" tanya Amelia lirih. Suaranya terdengar bergetar akibat menahan rasa sesak di dada.
“Keputusan papa sudah bulat. Jika kamu tidak mau terjun ke perusahaan, satu-satunya pilihan adalah kamu menikah dengan Richard. Dan Papa tidak suka dibantah!" ucap Alexander tegas. Suaranya terdengar dingin tak terbantah. Matanya yang hitam legam menyorot tajam.
Amelia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tidak percaya papanya akan setega itu. Bahkan setelah dirinya menunjukkan begitu banyak bukti? Demi apa? Apakah papanya buta? Ataukah papanya terlibat sesuatu dengan tuan Handoyo? Tidak! Dia tidak mau dijadikan tumbal.
Amelia kembali mendekat untuk menutup laptopnya. “Baik!" ucap Amelia datar. “Jika Papa punya keputusan, maka Amel juga punya keputusan. Ini adalah hidup Amel. Amel tidak mau jadi korban keegoisan dan ambisi Papa. Amelia tetap menolak perjodohan ini!" Amelia menjawab tegas. Tekadnya sudah bulat.
"Dan kamu harus menerima konsekuensi dari keputusanmu yang bodoh!”
Kedua mata saling beradu. Rahang Alexander terlihat mengeras. Dan Amelia tidak peduli dengan kemarahan papanya. Ia sudah memutuskan.
"Apa? Apakah Papa akan mencabut semua fasilitas?” tanya Amelia datar. “Silakan! Amel memilih hidup tanpa harta daripada hidup bersama baj^ingan seperti Richard."
Alexander mengangguk. "Kamu terlalu keras kepala. Mulai sekarang cari jalan hidupmu sendiri! Papa tantang kamu untuk hidup tanpa harta dan nama Bramasta!”
Amelia mengangguk meski hatinya terluka. Itu… bukankah itu artinya dia diusir?
“Oke!" Amelia kembali mengangguk. Menahan agar air mata tak lagi keluar. "Amel terima tantangan Papa. Amel akan buktikan Amel akan tetap berdiri tanpa semua itu.”
Amel mundur dua langkah, lalu membungkukkan badan sebagai penghormatan, lalu kembali berdiri tegak dengan sorot mata teguh tanpa keraguan.
“Terima kasih sudah memberi kehidupan pada Amelia selama ini. Maaf, tidak bisa membalas semua budi baik itu. Amel akan pergi. Mulai saat ini saya hanya Amelia, tanpa Bramasta.”
Amelia membalikkan badan lalu keluar dari ruang kerja papanya. Dadanya terasa sesak, tapi dia tak memiliki pilihan. Yang tidak Amelia sadari adalah, di bawah meja, dua tangan papanya terkepal erat.
wow, auto tantrum tuch Safitri 🤣🤣
bentar lagi nanam padi jg 🥰