Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Keesokan paginya, terlihat sinar matahari masuk dari sela-sela tirai jendela yang kini sudah diganti. Suasana kamar terasa lebih tenang dibanding semalam yang kacau.
Zoe berdiri di depan cermin kecil, mengenakan sweater dan celana panjang santai. Di belakangnya, Tante Nayla tampak sibuk memasukkan pakaian dan barang-barang Zoe ke dalam tas besar.
Zoe dengan sigap membantu Tante Nayla, tapi belum juga dia memegang sesuatu suara Tante Nayla langsung mengintrupsi.
"Jangan pegang apa-apa, Zoe. Kamu baru sembuh, biar Tante saja yang urus semuanya."
Zoe tersenyum kecil. "Tante, aku cuma mau lipat syalku, kok."
Tante Nayla menoleh cepat dan menunjuk Zoe dengan pandangan setengah bercanda setengah serius. "Nggak! Duduk saja. Itu perintah."
Zoe tertawa pelan lalu duduk kembali di tepi ranjang. Matanya menatap aktivitas Tante Nayla, lalu dengan nada santai ia bertanya, "Om Zero ke mana ya? Terus Ryder dan Keenan juga gak kelihatan. Mereka ke mana, Tante?"
Tante Nayla yang sedang menutup tas, terlihat refleks menjawab, "Mereka lagi tanya soal hasil tes—"
Nayla langsung terdiam, menyadari ucapannya yang hampir saja keceplosan. Mata Zoe yang sebelumnya tenang kini sedikit mengerut curiga.
"Tes apa, Tante?"
Tante Nayla cepat-cepat berdiri, lalu mengangkat tas dan tersenyum canggung.
"Maksud Tante ... hasil laporan keamanan, ya. Kan semalam sempat ada penembakan. Mereka lagi pastikan siapa pelakunya." Nayla tertawa canggung, menutupi kegugupannya.
"Aduh, Tante ini, salah ngomong terus ... maklum, panik masih sisa-sisa semalam," lanjut Nayla sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Zoe hanya memandangi Tante Nayla sejenak, seperti ingin mengorek lebih dalam. Tapi ia memilih diam dan mengangguk pelan.
"Oh ... ya udah deh. Hati-hati bawanya ya, Tante," ujar Zoe lembut.
Nayla tersenyum lega. "Iya, iya … tenang saja. Semua aman." Lalu cepat-cepat keluar membawa tas, meninggalkan Zoe sendiri di kamar.
Sementara itu. Di ruang kerja sang dokter. Om Zero, Ryder, dan Keenan berdiri di depan meja dokter. Wajah mereka serius, penuh tekanan.
"Dok, kami butuh tahu secepatnya. Sampelnya sudah diambil kemarin. Harusnya sekarang sudah bisa kan?"
Dokter mengangguk pelan sambil mengecek berkas di tangannya.
"Benar, sampel sudah diproses sejak kemarin. Tapi prosedur DNA tidak bisa dipercepat sembarangan. Ada tahap-tahap yang harus dilewati untuk memastikan hasilnya akurat."
Keenan mendesah frustasi, menyilangkan tangan di dada. "Apa setidaknya hari ini kami bisa lihat hasil sementara? Satu atau dua penanda kecocokan?"
Dokter menggeleng pelan. "Maaf. Bahkan hasil sementara pun belum keluar sampai sore nanti. Saya paham kalian cemas, tapi percayalah, tim lab sedang bekerja maksimal."
Om Zero menatap dokter dengan nada tenang tapi tegas. "Kami menghargai kehati-hatian Anda, Dok. Tapi ini menyangkut sesuatu yang sangat besar. Begitu hasilnya keluar, tolong hubungi aku langsung. Jangan tunggu pagi berikutnya."
Sang dokter mengangguk mengerti. "Tentu, Tuan Zero. Saya akan hubungi Anda begitu hasilnya tersedia."
Ketiganya mengangguk. Saat keluar dari ruang dokter, Ryder menatap lurus ke depan.
"Tes ini harus dijaga ketat. Aku punya firasat, seseorang yang mencoba mencelakai Zoe ada hubungannya dengan tes DNA ini," kata Ryder dingin.
Tuan Zero dan Keenan langsung menatap tajam Ryder.
"Orang itu sepertinya, tidak ingin kita tahu siapa Zoe sebenarnya," lanjut Ryder semakin dingin suaranya.
Ketiganya terdiam, kemudian ketiga orang itu berjalan menuju ruangn Zoe sambil berpikir.
***
Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk pelan sebelum terbuka. Ryder masuk lebih dulu, disusul oleh Om Zero dan Keenan.
Zoe menyambut mereka dengan senyum. “Kalian datang juga. Aku sudah siap.”
Tanpa basa-basi, Ryder melangkah ke tengah ruangan. Suaranya terdengar tegas namun datar.
“Zoe akan tinggal bersamaku.”
Ucapannya sontak membuat Nayla dan Keenan menoleh bersamaan, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
“Apa?” Nayla mengerutkan dahi. “Tidak bisa!”
“Dia tinggal sama kami,” sahut Keenan cepat, suaranya meninggi.
Wajah Ryder tetap datar, tak tergoyahkan oleh penolakan itu. “Aku bisa menjaganya. Lebih baik dia bersamaku.”
Zoe, yang sejak tadi hanya menyimak, kini berdiri. Tatapannya bergantian ke arah mereka yang kini tampak seperti ingin memperebutkannya.
“Berhenti! Aku bisa tinggal sendiri,” serunya, mulai kesal.
Namun seketika, keempat orang di hadapannya berseru bersamaan.
“Tidak boleh!”
Zoe terkejut melihat keempat orang itu. “Astaga, kalian kenapa sih? Aku nggak selemah itu.”
Om Zero menghela napas dan maju satu langkah. Suaranya lebih tenang dan berwibawa dibanding yang lain.
“Zoe akan tinggal bersama kami.”
Ryder sempat membuka mulut, ingin membantah, namun Om Zero segera mengangkat tangannya, memberi isyarat agar diam.
“Ryder, pikirkan baik-baik. Apa kata orang kalau kamu tinggal serumah dengan seorang gadis muda sepertinya? Apalagi dengan reputasimu yang sedang disorot banyak pihak. Kami tahu, kau tunangannya tapi pikirkan juga nama baik Zoe.”
Om Zero menatap Ryder dengan tajam, perkataannya terdengar masuk akal.
“Di rumah kami, Zoe bisa aman. Keenan punya apartemen sendiri, dan rumah cukup besar. Kita bisa mengatur semuanya,” lanjut Om Zero lagi.
Zoe menghela napas, menahan kekesalan yang mulai menggelayuti dadanya.
“Tapi aku nggak mau menyusahkan siapa pun. Aku bisa tinggal sendiri.”
Nayla segera menghampiri Zoe, lalu menggenggam tangannya dengan lembut.
“Zoe sayang ... biarkan kami melindungimu. Setidaknya sampai kita tahu siapa yang mengincarmu. Tante nggak akan bisa tidur kalau kamu di luar sana sendirian.”
Zoe menatap wajah mereka satu per satu. Wajah mereka menampakkan kekhawatiran, hal yang tak pernah Zoe lihat pada orang tuanya sendiri saat di kehidupan pertamanya.
Akhirnya, dengan napas berat, Zoe mengangguk. “Oke ... tapi cuma sementara. Setelah itu, aku tetap mau tinggal sendiri.”
Om Zero tersenyum tipis dan menepuk bahu Ryder. “Kamu dengar itu? Sementara.”
Ryder tak membalas, hanya mengangguk kecil sambil menatap Zoe, sorot matanya tajam dan dalam, seakan sedang menilai.
Keenan mengangkat alis, mencoba mencairkan suasana. “Kalau begitu, ayo pulang sekarang. Sebelum rumahnya malah didatangi media atau digosipin tetangga.”
Zoe tertawa kecil, lalu mengambil tasnya. Mereka pun melangkah keluar bersama. Om Zero dan Tante Nayla saling pandang.
Setidaknya, sampai tes DNA itu keluar. Dan jika terbukti Zoe putri mereka. Maka mereka tidak akan melepaskan Zoe lagi, pikir mereka.
Zoe dan Tante Nayla masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Keenan dan Om Zero yang menjadi pengemudi, sedangkan Ryder masuk ke mobilnya sendiri.
Akhirnya kedua mobil itu meluncur keluar dari pekarangan rumah sakit, diiringi beberapa mobil hitam sebagai penjaga.
Di saat mereka telah meninggalkan rumah sakit swasta itu. Seseorang dengan mengenakan hodie dan masker hitam berdiri di balik tembok menatap tajam ke arah mobil yang menghilang itu.
'Aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia,' batinnya penuh dendam membara.
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭