Jodoh dicari ✖️
Jodoh dijebak ✔️
Demi membatalkan perjodohan yang diatur Ayahnya, Ivy menjebak laki-laki di sebuah club malam untuk tidur dengannya. Apapun caranya, meski bagi orang lain di luar nalar, tetap ia lakukan karena tak ingin seperti kakaknya, yang menjadi korban perjodohan dan sekarang mengalami KDRT.
Saat acara penentuan tanggal pernikahan, dia letakkan testpack garis dua di atas meja yang langsung membuat semua orang syok. ivy berhasil membatalkan pernikahan tersebut sekaligus membuat Ayahnya malu. Namun rencana yang ia fikir berhasil tersebut, ternyata tak seratus persen berhasil, ia dipaksa menikah dengan ayah janin dalam kandungan yang ternyata anak konglomerat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Setelah magrib, dengan senyuman lebar dan tangan menenteng sebuah tote bag warna biru berisi makanan, Alice datang ke rumah Tante Sani. Rumah yang sudah ia anggap sebagai rumah keduanya, rumah paling ngangenin setelah rumahnya sendiri. Sambil mengucap salam, masuk dengan langkah cepat dan penuh semangat. Langkahnya terhenti di ruang makan, dimana ada Luth yang sedang nyemil kerupuk sambil menunggu makan malam siap.
"Ndut, jangan makan terus," ocehnya sambil mendekati Luth yang sedang asyik ngunyah kerupuk sampai remahannya belepotan di sekitar bibir.
Bocah sepuluh tahun itu langsung nyengir. "Ngapain Tante tembok kesini?" tanyanya, menatap Alice sengit.
"Tante, Tante! Tante pala lo!" Alice mendelik kesal. "Awas lo manggil gue Tante lagi! Kakak, Kak Alice."
Dengan bibir komat kamit, Luth malah menirukan ucapan Alice. Abang Nuh lah yang pertama mengajarinya memanggil tante. Dan istilah tembok, dia ambil karena kulit Alice yang terlampau putih, dan kata Kak Yasa, cocok banget, karena Alice juga muka tembok.
"Nih, Kak El bawain kesukaan Kak Yasa, rendang," Alice mengangkat tote bagnya, lalu meletakkan ke atas meja.
"Kak Yasa mulu yang diingat."
"Lah ngapain juga inget lo. MALES!" tekannya dengan kedua mata membulat sempurna. Baginya, diantara ketiga anak Tante Sani, cuma Yasa doang yang waras, yang gak nyebelin. Nuh dan Luth, jangan ditanya, mereka lawannya berdebat.
Meski kelihatan penampakan rendangnya, hidung tajam Luth sudah bisa mencium aromanya. Dan tangannya langsung bergerak cepat membuka tote bag, mengeluarkan kotak makan berisi rendang daging buatan neneknya.
"El.. " sapa Sani yang baru muncul dari dapur. Wanita itu membawa dua piring berisi oseng pakcoy dan cumi krispi.
"Tante," Alice mencium tangan Sani setelah wanita itu meletakkan piring yang ia bawa ke atas meja. "Aku bawain rendang, buatan nenek sama aku."
Alice adalah anak Yumi, Kakak perempuan se ayah dari Sani. Jadi hubungan Alice dan ketiga anak Sani, adalah sepupu.
"MasyaAllah, makasih banget ya. Gimana kabar Kakek Nenek sama Mama kamu?" ia sudah lama tidak kesana.
Alice menghela nafas berat. "Kakek makin susah sekarang jalannya."
"Papa selalu seperti itu," Sani berdecak pelan. "Kalau Tante telepon, ngakunya sehat, bilang baik-baik saja."
"Gak mau ngerepotin Tante kali, sama gak mau Tante kepikiran." Alice mencomot satu buah kerupuk dari dalam toples kaca yang ada di atas meja.
"Enak," celetuk Luth yang sedang asyik nyemilin rendang.
"Luth, habis makan jangan telepon nenek, bilang makasih," ujar Sani.
Luth yang mulutnya sedang sibuk ngunyah rendang, hanya mengangguk sambil mengangkat jempol.
Seperti biasa, Alice celingukan, nyari-nyari keberadaan Yasa. "Yasa mana, Tante?"
"Em... dia keluar," Sani mendadak gugup saat ditanya tentang Yasa. Satu keluarga memang sudah tahu kalau Alice naksir Yasa. Awalnya dikira hanya becandaan, karena mereka sepupuan, tapi ternyata beneran. Namun untuk urusan cinta, Sani tak mau mengatur, menyerahkan sepenuhnya pada Yasa yang dia yakini bisa memilih wanita yang tepat untuknya. Eh... tapi ternyata, ah sudahlah. "Bantu Tante bawa makanan kesini ya, El. Mbak Laras libur, jadi gak ada yang bantuin Tante."
"Sip!" Alice meletakkan kunci mobil ke atas meja makan, sementara tas selempangnya, ia taruh ke atas kursi sebelah Luth.
"Udah!" Sani menjauhkan kotak berisi rendang dari hadapan Luth. "Nanti makan lagi sama nasi."
"Mommy... " rengek Luth sambil gerak-gerak gak jelas, tak rela rendangnya diambil.
"Jangan dihabisin sendiri, itu kesukaan Kak Yasa," Alice menjitak pelan kepala Luth.
"Mommy, dia jitak aku!" adu bocah itu, menatap Alice sengit. Pengen bales memukul, perempuan itu sudah kabur ke dapur sambil menjulurkan lidah ke arahnya.
Suasana makan malam hari itu lebih riuh karena adanya Alice. Dia cocok sekali kalau disandingkan dengan Luth, sama-sama banyak omong, dan selalu bertengkar seperti Tom n Jerry.
Selesai makan malam, Alice membantu membereskan meja makan sekaligus menunggu Yasa. Rugi dong, kesini kalau gak ketemu Yasa. Nganter rendang cuma basa basi, tujuan utama ya mau ketemu Yasa. Namun sampai selesai beberes, Yasa belum pulang juga.
"El, bisa tolong bikinin kopi buat Pak Satpam?" pinta Tante Sani.
"Siap Tante. Nanti biar aku juga yang antar ke depan."
"Gak usah, nanti Tante telepon saja, minta mereka masuk ambil sendiri."
"Gak Papa, Alice aja yang nganter ke pos." Ia segera merebus air, menyiapkan dua cangkir lalu mengisinya dengan kopi dan gula. Setelah dua cangkir kopi siap, ia memindahkan ke atas nampan lalu membawa ke pos satpam.
"MasyaAllah, makasih Neng Alice, udah dianterin kopi," ujar Pak Jupri.
"Gak hanya dianterin Pak, tapi ini juga Alice yang buatin loh."
"Wah, pasti enak nih," Tomi langsung mengambil satu cangkir, meniup beberapa kali lalu menyeruput sedikit meski gak kepanasan lidahnya. "Sumpah, ini kopi terenak yang pernah saya minum," pujinya sambil geleng-geleng.
"Halah, ketahuan bohongnya."
"Beneran Mbak El, ini enak banget kopinya. Pokoknya Mbak El paket komplit, selain cantik, baik, gak sombong, juga pinter urusan dapur."
"Lebih komplit lagi, kalau nikah sama Yasa, hahaha." Alice tertawa cekikan, sementara kedua satpam saling tatap. Mereka sudah tahu perihal Yasa yang akan segera menikah.
Tin tin tin
Suara klakson dari luar pintu gerbang, membuat Tomi langsung meletakkan cangkir kopinya, lalu bergegas membuka pagar.
Senyum Alice seketika mengembang, dari suara klaksonnya saja, ia sudah hafal kalau itu mobil Yasa. Yup, benar sekali, begitu gerbang dibuka, masuklah mobil hitam milik Yasa. Begitu mobil itu masuk dan menuju carport, ia langsung berlari kecil untuk menyongsong pujaan hatinya tersebut.
"Sayang," ia hendak memeluk Yasa yang baru keluar dari mobil, namun seperti biasa, seolah sudah faham, Yasa pasti menahan kedua bahunya.
"El...!" Yasa melotot. "Kebiasaan!"
"Karena hidup gak lengkap kalau gak godain kamu," Alice tertawa cekikikan. Namun, tawa itu langsung lenyap saat melihat seorang wanita cantik keluar dari mobil Yasa. Keningnya mengernyit, untuk beberapa saat, ia dan wanita itu saling bertatapan. "Dia siapa?" ia berjalan menghampiri Ivy.
Ivy terlihat salah tingkah, menelan ludah beberapa kali. Setelah siang tadi melihat foto profil Alice di ponsel Yasa, sekarang ia melihat langsung gadis itu. Ternyata aslinya lebih cantik.
"Lo siapa, kenapa barengan sama Ayang gue?" tanya Alice dengan tatapan sengit.
Ivy menatap Yasa, bingung harus menjawab apa, takut salah ngomong.
"Dia calon istri gue," Yasa yang menjawab.
yg jahat bapaknya ivy
sakit hati nya sampai kesini lo el