NovelToon NovelToon
Sultan Setelah Koma

Sultan Setelah Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Pengganti / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kebangkitan pecundang / EXO
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

JIWA ASEP DI TUBUH PEWARIS PRATAMA
​Aksa Pratama. Pewaris triliuner. Ganteng. Lemah. Dan... KOMA setelah disiksa ibu tiri sendiri.
​Semua orang menunggu Aksa mati agar harta Pratama Group bisa dijarah.
​Tapi yang bangun BUKAN Aksa. Melainkan ASEP SUNANDAR.
​Pemuda Sunda dari kampung, jago Silat Cimande (Paling Jago Se-Jawa Barat!), humoris kayak Kabayan, dan Savage-nya minta ampun!

simak kisahnya ada gaya action, romansa, komedi ada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 29 ketika bukti tak cukup

# BAB 29: KETIKA BUKTI TAK CUKUP

Asep sampe rumah jam 11 siang dengan flashdisk yang digenggam kayak nyawa terakhir. Tangannya gemetar parah—bukan cuma lega, tapi juga takut kalau ini semua sia-sia.

Pintu dibuka Bi Sumi. Nenek tua itu langsung kaget liat wajah Asep yang pucat.

"Ya ampun Mas Aksa... Wajahnya kenapa? Sakit?"

"Gak, Bi. Gue baik-baik aja."

Bohong. Dia gak baik-baik aja. Dadanya sesak, napas pendek-pendek, keringat dingin ngucur walau AC nyala.

"Papa di ruang kerja?" tanya Asep sambil ngelap keringat.

"Iya, Mas. Tapi Papa lagi ada tamu kayaknya. Suara keras dari tadi."

Asep langsung jalan cepet ke ruang kerja. Tiap langkah berasa berat. Pas sampe depan pintu, dia denger suara Papa Arjuna yang tinggi—marah.

"—tidak bisa seperti ini terus, Rendra! Perusahaan bukan mainan!"

"Papa, aku cuma kasih saran. Aksa belum siap. Kemarin dia gak datang meeting penting. Klien sampai komplain."

Suara Rendra. Tenang. Licik.

Asep ngerasain darahnya mendidih. Dia ketok pintu keras.

TOK TOK TOK.

Hening sebentar.

"Masuk."

Asep buka pintu. Papa Arjuna duduk di belakang meja kerja, wajah tegang. Rendra berdiri di samping, senyum tipis di bibir—senyum kemenangan yang bikin Asep pengen mukul.

"Oh, Aksa. Kebetulan kita lagi bahas kamu." Rendra nyender ke meja, santai banget. "Papa lagi bahas kesalahan kamu kemarin. Klien Hartono komplain kamu gak profesional."

"Gue gak pernah ketemu Klien Hartono kemarin." Asep natap Rendra tajam.

"Loh? Tapi kata mereka—"

"BOHONG!" Asep naikkin suara. Tangannya ngepal keras. "Lo yang bohong, Ren! Lo yang ngatur semua ini!"

"Aksa, jaga nada bicaramu!" Papa Arjuna berdiri, mukul meja.

Asep langsung diem. Nafasnya ngos-ngosan.

"Maaf, Pa. Tapi gue punya bukti." Asep maju, taroh flashdisk di meja dengan tangan gemetar. "Ini rekaman CCTV dari cafe itu. Gue gak pernah ke sana. Foto yang kemarin itu PALSU."

Papa Arjuna angkat flashdisk, ngeliatin sebentar. Tapi tatapannya... Dingin.

"Dan kamu yakin ini asli?"

"Gue ambil langsung dari pemilik cafe, Pa. Gue janji ini asli."

Rendra ketawa kecil. "Papa, rekaman CCTV jaman sekarang gampang diedit. Apalagi kalau Aksa kenal orang IT—"

"GUE GAK EDIT APA-APA!" Asep nyaris teriak.

"Cukup!" Papa Arjuna angkat tangan. Ruangan langsung senyap.

Papa Arjuna duduk lagi, napas berat. Tangannya pijit pelipis—tanda dia lagi stres parah.

"Aksa... Sejak kamu bangun dari koma, Papa sudah banyak memberimu kesempatan. Tapi kamu... Kamu terus mengecewakan Papa."

Asep ngerasain dadanya remuk. "Pa..."

"Cara bicaramu berubah. Sikapmu berubah. Bahkan cara kamu makan pun berbeda." Papa Arjuna natap mata Asep, tatapan lelah. "Kamu bukan Aksa yang Papa kenal."

Asep beku. Mulutnya kering.

"Papa sudah mencoba percaya. Tapi setiap kali Papa percaya, selalu ada masalah baru. Foto itu, klien komplain, sekarang ini..." Papa Arjuna geleng kepala. "Papa capek, Aksa. Papa sangat capek."

Air mata Asep mulai keluar. Dia gak kuasa tahan.

"Pa, please... Gue mohon... Percaya sama gue sekali ini aja..."

"Papa butuh waktu." Papa Arjuna berdiri, jalan ke jendela. Punggungnya ngadepin Asep. "Keluar. Papa mau sendiri."

"Pa—"

"KELUAR."

Asep keluar dengan langkah gontai. Begitu pintu ditutup, dia langsung bersandar ke dinding koridor, napas sesak. Air mata ngalir deras.

Rendra keluar belakangan, senyum lebar di wajah.

"Kasihan ya, Aksa." Rendra bisik pas lewatin Asep. "Sudah bawa bukti tapi tetep gak dipercaya. Rasain."

Asep langsung cekek leher Rendra, hempaskan ke dinding.

"LO PIKIR GUE GAK TAU LO YANG NGATUR SEMUA INI?!"

Rendra ketawa walau napasnya sesak. "Buktikan... Kalau lo bisa..."

Asep pengen mukul. Pengen hajar wajah licik itu sampe babak belur. Tapi dia inget—kalau dia mukul, Papa bakal makin gak percaya.

Asep lepas cekikannya, mundur. Tangannya gemetar keras.

"Gue gak akan kalah sama lo..."

Rendra beresin kerah baju, masih senyum. "We'll see."

---

Asep masuk kamar, langsung jatuh ke lantai. Dia gak sanggup sampe ranjang. Nangis keras, tangan mukul-mukul lantai marmer.

"KENAPA... KENAPA GUE GAK BISA NGELAKUIN APA-APA..."

Suaranya pecah, serak.

"Gue udah coba... Gue udah usaha... Tapi kenapa... Kenapa Papa tetep gak percaya..."

**[Lo pikir satu bukti cukup?]**

Sistem Hunter tiba-tiba muncul. Suaranya dingin, beda dari biasanya yang nyolot.

"Satu bukti gak cukup buat ngalahin Rendra yang udah lama ngeracunin pikiran Papa Arjuna. Lo butuh lebih dari itu."

"TERUS GUE HARUS NGAPAIN LAGI?!" Asep teriak ke langit-langit. "Gue udah capek... Gue gak kuat lagi..."

**[Kalau lo nyerah sekarang, Rendra menang. Mamah sama Ale di Bandung bakal terus menderita. Arkan bakal jadi target selanjutnya. Dan Alina...]**

Asep langsung diem.

**[Alina bakal jadi korban berikutnya. Lo mau itu?]**

"...Gak."

**[Kalau gak mau, bangkit. Sekarang.]**

Asep perlahan berdiri. Kakinya lemes, tapi dia maksa.

"Gue... Gue harus gimana?"

**[Besok, lo ke kantor perusahaan. Cari tau siapa Klien Hartono yang katanya komplain. Buktikan kalau lo gak pernah ketemu mereka. Dan... Ada satu hal lagi.]**

Panel hologram muncul.

**[QUEST DARURAT: Temukan Bukti Kedua]**

**Detail:** Rendra pasti punya bukti palsu lain yang disimpen. Cari bukti itu sebelum dia pake.

**Reward:** Skill Baru "Deteksi Kebohongan Level 1"

**Penalty:** Rendra bakal ngeluarin bukti palsu berikutnya dalam 48 jam.

Asep ngelap air mata. Napasnya masih gak teratur tapi dia angguk.

"Oke. Gue lakuin."

---

Malem itu, Asep gak bisa tidur. Dia duduk di balkon, angin dingin nusuk tulang. HP nya bunyi—pesan dari Alina.

**"Aksa, kamu oke? Arkan bilang kamu pulang dengan wajah jelek. Kalau butuh temen, aku ada."**

Asep senyum tipis. Jempolnya ngetik pelan.

**"Gue baik-baik aja. Makasih udah khawatir."**

**"Bohong. Besok kita ketemu. Aku traktir kopi. Gak terima penolakan."**

Asep ketawa kecil—suara pertama yang keluar dari mulutnya sejak kejadian tadi siang.

**"Oke. Gue dateng."**

Dia taroh hp, ngeliatin langit malam yang gelap.

"Gue gak boleh nyerah... Gue gak boleh..."

---

#

1
Dewiendahsetiowati
mantab Asep
Dri Andri: makasih ya kak
total 2 replies
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Dri Andri: terimakasih kak dewi
total 1 replies
Tình nhạt phai
Keren banget, semoga ceritanya terus berkualitas author!
Dri Andri: Oke simak lebih dalam yahh
total 1 replies
DreamHaunter
Pengen lebih banyak!
Dri Andri: Oke selanjutnya saya bikin bayak kata yaa
simak terus yah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!