Istri Kontrak Tuan Mafia

...❣️❣️❣️...

...Tepat pukul enam sore, pesawat yang membawa Lola dan Joana meluncur mulus di landasan Bandara Italia. Lola, yang sibuk menghubungi mobil jemputan, tak menyadari Joana kecil melepaskan genggamannya, dan sebuah tabrakan tak terhindarkan terjadi....

Bruk!

"Maaf, Tante," ucap Joana lirih, membungkuk menatap boneka teddy bear kesayangannya yang terjatuh.

"Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya suara lembut itu, penuh perhatian.

...Setelah panggilan teleponnya selesai, Lola mencari putrinya. Pandangannya menangkap Joana yang tampak sedang bercengkrama dengan seseorang. Saat Lola melangkah lebih dekat, jantungnya seolah berhenti berdetak. Sosok di hadapan Joana itu adalah mantan mertuanya, Nyonya Amelia. Waktu seolah membeku, kenangan pahit dan manis menyeruak dalam benaknya....

"Joana, sini, Sayang!" panggil Lola, suaranya sedikit keras, mencoba menutupi keterkejutannya.

"Mommy!" seru Joana, berlari kecil menghampiri Lola, lalu memeluk erat kaki jenjang ibunya, mencari perlindungan.

...Nyonya Amelia perlahan berbalik, suaranya yang familiar menusuk relung jiwanya. Matanya membelalak tak percaya. Benar saja, itu Lola. Namun, Lola yang dulu adalah gadis cupu yang pemalu, kini berdiri tegak di hadapannya, memancarkan aura arogan dan dingin yang tak terbantahkan....

"Lo-Lola... Kamu dari mana saja, Sayang? Kami sibuk mencarimu selama ini, Sayang," ujar Nyonya Amelia, matanya berkaca-kaca, menatap Lola dengan kerinduan yang mendalam.

...Meskipun Lola kini telah berubah, sebagian hatinya masih menyimpan kehangatan untuk Nyonya Amelia dan Tuan Alberto. Tanpa ragu, Lola melangkah mendekat, memeluk mantan ibu mertuanya dengan erat....

"Mama apa kabar?" tanya Lola, suaranya bergetar menahan haru, air mata perlahan menggenang.

"Mama baik, Sayang... Mama merindukanmu dan cucu-cucu Mama! Hiks, hiks, hiks, hiks..." sahut Nyonya Amelia, tangisnya pecah dalam pelukan Lola. Kerinduan yang selama ini terpendam kini tumpah ruah.

...Lola membeku, bingung bagaimana Nyonya Amelia bisa tahu tentang anak-anaknya. Seketika, ia teringat hasil USG yang tertinggal di mansion Bastian. Lola melepaskan pelukan, menatap lekat Nyonya Amelia, mencari jawaban di balik sorot mata yang penuh kerinduan itu....

"Bagaimana Mama bisa tahu?" tanya Lola, nada suaranya dipenuhi kebingungan.

"Bastian yang memberitahu kami, Nak," jawab Tuan Alberto, tiba-tiba muncul dari balik Nyonya Amelia yang masih terisak. Wajahnya juga memancarkan kerinduan yang sama.

"Mommy, siapa mereka? Dan kenapa Tante ini menangis?" tanya Joana polos, menatap Nyonya Amelia dengan sorot mata ingin tahu.

"Mereka adalah kakek dan nenekmu, Joana," jawab Lola, menggendong Joana yang sedari tadi bersembunyi di balik kakinya.

"Lola... matanya sangat mirip dengan Bastian. A-apa dia cucu kami?" tanya Nyonya Amelia gugup, menatap Joana dengan mata berbinar-binar penuh harap.

"Iya, Ma... Tapi sekarang mereka milikku seorang, karena aku adalah ayah dan ibu mereka," sahut Lola, ada nada ketegasan dalam ucapannya.

"Pa... Di-dia cucu kita! Hiks, hiks, hiks, hiks..." Tangis Nyonya Amelia pecah saat itu juga. Kali ini, tangisnya bukan lagi karena kesedihan, melainkan luapan kebahagiaan dan kerinduan yang tak terbendung melihat cucu-cucunya.

"Iya, Sayang, dia cucu kita. Sudahlah, jangan menangis lagi," bujuk Tuan Alberto, matanya juga berkaca-kaca, sembari memeluk Nyonya Amelia, berbagi kebahagiaan yang sama.

...Dari kejauhan, terdengar suara nyaring memanggil nama Bastian yang baru saja tiba. Saat mereka semua berbalik, terlihat Ana berlari mendekat, menarik lengan putranya, menghampiri Bastian dengan wajah penuh semangat....

"Ma, Pa, kami pamit dulu. Permisi," pamit Lola, hendak membawa Joana pergi, menghindari pertemuan yang tak diinginkan.

"Sayang, bolehkah kalian menginap semalam di mansion? Mama ingin bermain dengan cucu Mama. Mama mohon..." pinta Nyonya Amelia, melupakan harga dirinya, memohon dengan putus asa.

...Lola terdiam sejenak, mempertimbangkan permintaan Nyonya Amelia. Dari jauh, Bastian yang melihat keberadaan ibu dan ayahnya, langsung mengabaikan Ana dan berjalan menghampiri Lola serta kedua orang tuanya. Melihat itu, Ana langsung naik pitam, menghampiri mereka semua dengan emosi yang membara....

"Hei, wanita jalang! Apakah kamu buta kalau Bastian sudah menikah?! Buka matamu lebar-lebar dan lihat cincin pernikahan kami!" bentak Ana, suaranya melengking tinggi, penuh amarah dan kecemburuan.

Lola menatap Ana dengan tatapan dingin, tak sedikit pun gentar. "Aku tidak peduli denganmu ataupun dia. Dan jangan sekali-kali kau menyebutku wanita jalang di hadapan putriku, karena aku tidak sesabar dulu," sergah Lola, melangkah mendekati Ana, aura mengancam terpancar darinya.

"Bastian, sebaiknya kamu bawa istrimu pergi. Kami memang ke sini mau menjemputmu, tapi sepertinya Ana sudah datang. Maka dari itu, pergilah bersamanya. Kami ingin pulang dengan Lola dan cucuku," lerai Nyonya Amelia, menarik koper Lola pergi, diikuti Tuan Alberto yang mengambil alih menggendong Joana. Lola pun berbalik, meninggalkan Ana yang tercengang.

"Lola, tunggu!" pekik Bastian, saat melihat Lola hendak pergi, hatinya diselimuti rasa penyesalan.

"Maaf, aku tidak mengenalmu. Jadi, aku minta jangan menggangguku. Permisi, Tuan Bastian Rodrigues," sahut Lola, berbalik, menatap Bastian dengan tatapan dingin yang menusuk, lalu melanjutkan langkahnya mengikuti Nyonya Amelia dan Tuan Alberto.

"Bastian, kamu apa-apaan, sih?! Aku datang bersama dengan putra kita, kenapa kamu malah melirik janda itu?!" bentak Ana marah, menatap tajam Bastian, matanya memancarkan api cemburu.

"Dia adalah mantan istriku! Dan anak itu adalah anakku, Ana! Sebaiknya kamu berhenti merengek dan pulang!" sergah Bastian, amarahnya membuncah, tak lagi bisa ditahan.

"Kau! Kau berani membentakku di hadapan umum karena wanita itu! Aku akan membuatmu menyesal karena sudah berani mengabaikan putraku dan aku, Bastian!" gerutu Ana, suaranya dipenuhi ancaman.

"Apa yang akan kamu lakukan? Kalau terjadi sesuatu pada mereka, aku tidak akan sungkan membuatmu menyesal, Ana!" ancam Bastian, napasnya memburu, matanya menyiratkan bahaya.

...Ana terdiam, menatap Bastian dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka reaksi Bastian akan sekeras itu. Bastian mengembuskan napas kasar, lalu berjalan pergi meninggalkan Ana dan putranya begitu saja, menyisakan Ana dalam kebekuan amarah dan kekecewaan....

(Bersambung)