Fatharani Hasya Athalia, atau biasa disapa Hasya oleh teman-temannya itu harus terjebak dengan seorang pria di sebuah lift Mall yang tiba-tiba mati.
Hasya yang terlalu panik, mencari perlindungan dan dengan beraninya dia memeluk pria tersebut.
Namun, tanpa diketahuinya, ternyata pria tersebut adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Hasya sendiri bekerja subagai Office Girl di perusahaan tersebut.
Pada suatu hari, Hasya tidak sengaja melihat nenek tua yang dijambret oleh pemotor saat dirinya akan pergi bekerja. Karena dari perangai dan sifatnya itu, nenek tua tersebut menyukai Hasya sampai meminta Hasya untuk selalu datang ke rumahnya saat weekend tiba.
Dari sanalah, nenek tua tersebut ingin menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Hasya.
Akankah Hasya menerima pinangan itu? Sedangkan, cucu dari nenek tua tersebut sedang menjalin kasih bahkan sebentar lagi mereka akan bertunangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Siapa yang melakukan ini semua?" tanya Hasya kepada dirinya sendiri.
"Mahasiswi Populer di Kampus Ini Ketahuan Melakukan Hal Tidak Menyenangkan kepada Dosennya karena diberi Nilai Kurang"
Dari judulnya saja sudah terlihat adanya manipulasi. Hasya santai saja, bukan karena tahu kalau Bara adalah cucu dari pemilik kampus ini. Tapi dia tidak melakukan hal itu, dia akan maju karena dia merasa tidak melakukan sesuai apa yang diberitakan.
Bisa saja dia melapor ke bagian pemberdayaan perempuan untuk kasus ini, tapi dia tidak mempunyai bukti. Kecuali mereka mau mengecek CCTV dari kelas sampai ruang dosen tersebut.
"Gak nyangka, ya. Dulu berhenti kuliah karena gak ada biaya. Sekarang kuliah lagi dengan tampilan baru namun tidak mempunyai adab kepada dosennya sendiri," seorang mahasiswi tiba-tiba datang kepadanya.
Awalnya Hasya diam, tapi mahasiswi tersebut kembali berbicara. "Jangan-jangan selama ini lo mencari uang untuk merayu orang, ya? Tidak mungkin, kan, kalau tiba-tiba lo banyak duit. Duit dari mana, orang tua lo aja sudah membuang lo!"
Wajah Hasya memerah, tangannya mengepal. "Ngapain lo bawa-bawa orang tua? Memangnya lo tahu kehidupan pribadi gue?"
"Jelas tahu, lah. Orang dari SMP aja lo udah jadi gembel di jalanan. Udah mening lo ada yang mungut, tapi lo orang gak tahu terimakasih! Udah dipungut, diurusin tapi lo sombong dengan kehidupan lo yang sekarang!"
Deg!
Hasya tersentak, kepalanya terasa pusing mendengar pernyataan itu.
"Lo, mau berteman sama dia, awas aja nanti dimanfaatin sama dia," Mahasiswi itu berbicara kepada Emi.
"Terserah gue mau berteman sama siapa aja," jawab Emi santai.
"Lo gak tahu, ya, kalau pekerjaan dia itu di..."
"Di mana coba? Kalau lo tahu sebutin di mana?" Hasya mulai terpancing emosi.
"Rahasia deh, takutnya lo nangis kejer kalau gue kasih tahu," ia tersenyum sinis kepada Hasya.
"Bilang aja lo gak tahu, haha..." Hasya tertawa miring. Dia menatap sinis balik mahasiswi yang dia gak kenal itu.
"Eh, belagu amat, lo!" Mahasiswi itu melayangkan tangannya, namun dengan cepat Emi menangkisnya.
"Santai aja, Sis. Kenapa jadi lo yang sewot? Makanya, kalau tahu berita yang masih simpang siur, jangan langsung ngegas, takut susah di rem!" Emi tersenyum meledek.
"Sial*n kalian!" dia pergi meninggalkan Hasya dan Emi.
Hasya dan Emi membiarkan mahasiswi itu pergi lebih dulu, barulah keduanya ikut meninggalkan tempat itu setelah mahasiswi tadi tidak terlihat.
"Kamu keren banget, terimakasih, ya." Hasya berterimakasih sama Emi.
"Biasa aja, aku gak yakin kalau Kak Hasya melakukan itu. Benar, kan?"
"Emi, aku terserah kamu mau percaya sama aku atau tidak. Nama aku sudah jelek di kampus ini gara-gara keteledoran aku yang percaya sama Pak Devan." jawab Hasya. "Dia menjebak aku," sambungnya.
***
"Apa yang terjadi?"
Sejak masuk ke dalam mobil, Hasya diam seribu bahasa.
"Sayang!" Bara menggenggam tangannya.
Pikiran Hasya berkecamuk saat ini. Dia harus diam atau bercerita kepada Bara.
"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa dari tadi diam saja?"
"Eh, itu, emm... Anu,"
"Jujur saja, aku gak akan marah,"
"Kalau aku dipeluk sama dosen, ka-kamu marah, gak?"
Ckit!
Bara menghentikan mobilnya secara mendadak, dia langsung menatap tajam Hasya. "Siapa yang berani menyentuh kamu?!"
Tin tin tin
Suara klakson dibelakang mereka terdengar memekikan telinga. Bara kembali melajukan mobilnya sambil menahan marah. Ia mencari tempat yang bisa untuk berhenti.
"Siapa yang berani menyentuh kamu, hm?" Bara mendekatkan wajahnya ke wajah Hasya.
"Siapa, Sayang? Siapa yang berani menyentuh kamu? Bicaralah!" Hasya memundurkan tubuhnya sampai kepentok kaca mobil.
"Jangan begini!" Hasya mendorong dada Bara.
"Lalu?"
"A-aku sulut untuk bernapas," jawabnya gugup.
Bara pun kembali duduk tegak dan membiarkan Hasya duduk tegak juga.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Karena tidaak ingin Bara semakin marah, Hasya pun akhirnya menceritakan semua kejadian dari awal. Dengan cepat, Bara menghubungi seseorang dan setelah itu ia meminta Hasya membuka bajunya. Dia tidak sudi melihat baju yang Hasya pakai saat ini, mendengarnya saja sudah muak.
"Lalu aku pakai apa?" tanya Hasya, "tidak mungkin aku hanya memakai thank top saja," sambungnya.
"Nanti aku beli!"
"Ya sudah bukanya nanti saja kalau sudah beli," tidak mungkin Hasya membukanya dari sekarang.
Namun, tangan Bara langsung membuka kancing bajunya, Hasya segera menahan tangan Bara supaya tidak membukanya sekarang.
"Buka!" Bara memang benar-benar marah.
"Ta-tapi..."
"Aku sudah lihat semua, loh!" Bara melanjutkan membuka kancing baju Hasya, bahkan tangan Hasya ia jauhkan dari bajunya supaya tidak mengganggunya.
Cup!
Bara mengecup atas gunung kembar Hasya saat baju itu terbuka sempurna.
"Jangan dibuang di sini, nanti diambil orang,"
"Gak papa, biarin aja. Aku cuma tidak ingin baju ini dipakai sama kamu." Bara membuangnya sembarang lewat jendela.
"Tenang saja, semuanya aku bereskan," Bara memeluk Hasya. Dia tahu kalau Hasya tertekan dengan kejadian tadi.
Ting!
Suara pesan masuk terdengar dari ponsel Bara. Bara melepaskan Hasya terlebih dahulu, dia melihat siapa yang mengirim pesan.
"Tuan, CCTV di ruangan Pak Devan tidak berfungsi dengan baik,"
Bara kembali mengepalkan tangannya. Kemudian ia meminta anak buahnya itu untuk menyelidiki kasus ini sebelum dilaporkan kepada pemberdayaan perempuan nantinya dan setelah itu barulah Hasya akan mengungkap kejadian yang sebenarnya.
"Seperti yang sudah direncanakan," Ucap Bara. Ia menaruh kembali ponselnya ke dasbor mobil. Kemudi ia menatap wajah cantik Hasya yang membuatnya selalu salah tingkah. Namun, dia selalu menyembunyikan itu.
"Aurel juga ada di sana saat aku berhasil keluar,"
Bara memegang dagu Hasya, lalu tatapan lembutnya menghantam mata Hasya.
Cup!
Ia mengecup singkat bibir Hasya, "Em... Kamu harus jauhi dia," ucapnya.
"Ta-ta....mmppp" Bara tidak membiarkan Hasya berbicara, dia kembali mengecup bibir Hasya. Kali ini bukan hanya mengecupnya, tapi Bara memperdalam civmannya.
Tin tin
Tok tok tok
Hasya mendorong dada Bara saat klakson berbunyi dan ada yang mengetuk pintu mobilnya. Ia takut kalau yang datang itu polisi.
"Ganggu saja!" Bara menyudahinya, kemudian ia melepas jasnya dan memakaikan jas itu kepada Hasya untuk menutup tubuh bagian atas Hasya yang terbuka.
"Terimakasih!" Bara mengambil paper bag yang diberikan orang yang berada di luar mobilnya. Motor itu kembali pergi berbarengan dengan Bara yang menutup pintunya.
"Nanti saja dipakainya," Bara menaruhnya di jok tengah. Kemudian ia juga kembali membuka jas yang ia pakai untuk menutup tubuh Hasya.
Hasya terbelalak, ia menyilangkan tangannya di dada. "Kenapa dibuka?"
"Gak papa, kita ke rumah sakit. Dokter Tiwi sudah menunggu," Bara kembali melajukan mobilnya, meninggalkan rasa sesak di dadanya. Dia benar-benar tidak rela kalau Hasya sampai di peluk-peluk. Ingin sekali ia menemui orang itu dan memberinya pelajaran.
***
"Masih harus terapi beberapa kali lagi, ya. Soalnya masih belum stabil," Ucap dokter Tiwi setelah mewawancarai Hasya. Dari sikap, suasana hati dan prilaku yang masih seperti kemarin.
"Hanya sedikit kemajuan, mungkin bisa menjauhi lingkungan toxic supaya bisa cepat pulihnya dan lebih utama adalah dukungan keluarga." ucap dokter Tiwi setelah menyimpulkan apa yang terjadi dengan Hasya.
"Baik, Dok. Saya akan terus berupaya supaya istri saya cepat pulih. Untuk lingkungan, mungkin karena istri saya yang kembali ke lingkungan kampus dan saya akan berusaha untuk terus memantau kampus itu supaya tidak ada yang membuatnya kembali tertekan," jawab Bara.
"Baik kalau begitu, sampai bertemu bulan depan. Saya berharap bulan depan sudah ada perubahan yang signifikan."
"Baik, Dok. Terimakasih banyak," ucap Bara lagi.
"Iya, Dok. Terimakasih banyak." Hasya menimpali.
***
"Kamu harus jauhi sahabat kamu, ya. Demi kesehatan kamu,"
"Dia sendiri yang menjauh, tapi sesekali dia datang dengan kebencian,"
"Dia iri sama kamu, Sayang. Biarlah, tidak usah dipikirkan. Semua yang terjadi ke kamu sekarang adalah sebuah bukti kesabaran kamu selama ini." Bara mencoba memberi pengertian kepada Hasya.
Setelah dari dokter, Bara membawa Hasya untuk jalan-jalan ke Mall.
"Kok, ke sini?" tanya Hasya.
Bersambung