*Important*
novel ini ekslusif ada hanya di NovelToon,bila ada di platform lain, bearti plagiat
tolong bantu report
"Ketika dunia mengandalkan pedang dan sihir, aku membawa napalm dan artileri. Oh, dan saldoku? Error Tak Terbatas." Rian, seorang buruh pabrik yang mati karena kelelahan, mengira hidupnya berakhir. Namun, dia membuka mata sebagai Zephyrion IV, Kaisar boneka di dunia Terra Vasta—sebuah planet yang 1.000 kali lebih luas dari Bumi. Nasibnya buruk: Negaranya di ambang kebangkrutan, dikelilingi musuh, dan nyawanya diincar oleh menterinya sendiri. Tapi, Rian tidak datang dengan tangan kosong. Dia membawa "Omni-Store System"—sebuah toko antardimensi yang mengalami ERROR fatal. Saldo Poin: UNLIMITED (∞).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 : Kalkulus Pembunuh Naga
Pos Perbatasan Timur Vexia (Sektor Pertanian).
Dua Minggu Setelah Pembukaan Akademi.
Langit berwarna abu-abu kusam, tertutup awan rendah yang menggantung berat. Angin kencang bertiup dari pegunungan timur, membawa aroma samar belerang—tanda bahwa wilayah Kekaisaran Naga sudah dekat.
Zephyr berdiri di atas bukit pengawas. Di sekelilingnya, satu peleton pasukan penjaga perbatasan Vexia berdiri tegang. Mereka memegang Type-1 SMG (Sten Gun)—senjata jelek dan kasar yang Zephyr bagikan. Tapi mereka tahu, senjata pipa itu tidak akan berguna melawan monster yang bisa terbang.
Di sebelah Zephyr, duduk seorang gadis remaja yang tampak tidak pada tempatnya.
Dia mengenakan seragam abu-abu rapi Akademi Aethelgard, kacamata tebal, dan memegang buku catatan. Kakinya gemetar, tapi tangannya mencengkeram pulpen erat-erat.
Dia adalah Kadet Aria. Siswi terpintar di kelas Balistik.
"Kadet Aria," suara Zephyr tenang. "Kau tahu kenapa aku membawamu ke sini? Bukan Jenderal Gareth yang berotot besar itu?"
"K-karena... Gareth tidak lulus ujian Trigonometri, Kepala Sekolah?" jawab Aria gugup.
Zephyr tersenyum tipis. "Benar. Untuk membunuh monster di atas sana, otot tidak berguna."
Zephyr berjalan menuju sebuah benda besar yang tertutup terpal kanvas di tengah pos.
"Dengar baik-baik, semua!" teriak Zephyr pada para prajurit Vexia.
"Kalian mungkin bertanya, kenapa pabrik kita di Vexia hanya membuat cermin dan panci? Kenapa kita tidak membuat meriam?"
Zephyr menarik terpal itu dengan satu sentakan kuat.
SRAAAK!
Sinar matahari yang redup memantul pada logam hitam dingin yang memancarkan aura mematikan. Dua laras panjang mendongak ke langit, dikelilingi mekanisme gerigi dan hidrolik yang terlalu presisi untuk dipahami otak abad ke-18.
[ZU-23-2 "Sergei" - Twin 23mm Anti-Aircraft Autocannon]
Para prajurit mundur selangkah. Mereka merasakan "hawa" yang berbeda dari benda itu. Itu bukan besi tempaan pandai besi. Itu adalah logam "Dewa".
"Karena kalian tidak bisa membuatnya," kata Zephyr dingin, mengelus laras meriam itu. "Logam ini tidak ada di tambang bumi ini. Bubuk mesiunya diracik dengan api surgawi. Jika pandai besi kalian mencoba menirunya, benda ini akan meledak dan menghancurkan satu kota."
"Ini adalah Artefak Pribadiku. Dan hanya mereka yang kupilih yang boleh menyentuhnya."
Zephyr menatap Aria. "Naik, Kadet. Tunjukkan bahwa otakmu layak mengendalikan artefak ini."
Aria menelan ludah, lalu memanjat kursi operator. Dia memasang sabuk pengaman dan headset peredam suara. Tangannya yang kecil memegang engkol pengendali.
NGIIIIING!
Sirine peringatan berbunyi.
"KONTAK UDARA! ARAH JAM 2! RENDAH!"
Dari balik awan, bayangan besar meluncur turun.
Seekor Wyvern Hutan. Bentang sayap sepuluh meter, sisik hijau lumut yang tebal, dan rahang yang meneteskan asam.
Monster itu tidak menyerang pos. Dia mengincar kawanan sapi di padang rumput di bawah bukit.
SKREEEKK!
Wyvern itu menyambar seekor sapi jantan, membawanya terbang naik seolah sapi itu kapas.
Para prajurit Vexia panik. Beberapa menembakkan Sten Gun mereka.
Trrt! Trrt!
Peluru 9mm menghantam perut naga itu dari jarak jauh. Ting! Ting! Peluru memantul sia-sia.
Wyvern itu meraung marah, menjatuhkan sapi yang sudah mati, lalu berputar balik ke arah pos penjagaan. Matanya yang kuning menyala. Lehernya menggelembung, tanda dia akan menyemburkan napas asam korosif.
"Dia datang!" teriak seorang prajurit. "Kita akan meleleh!"
"Diam!" bentak Zephyr. Dia bahkan tidak mengeluarkan pistolnya. Dia hanya menatap muridnya.
"Aria. Jarak?"
"800 meter!" suara Aria bergetar, tapi dia mulai memutar engkol. Laras ganda itu bergerak halus.
"Kecepatan?"
"120 km/jam! Sudut serang 30 derajat menurun!"
Di dalam kepala Aria, dunia berubah menjadi angka. Rumus yang diajarkan Zephyr di papan tulis berputar cepat.
Target bergerak. Jangan tembak badannya. Tembak masa depannya.
Wyvern itu membuka mulutnya. Jarak 600 meter.
"Tembak," bisik Zephyr.
Aria menginjak pedal picu.
DUM-DUM-DUM-DUM-DUM!
Bumi bergetar.
Bukan suara letusan senapan kacangan. Ini suara guntur yang dipanggil paksa ke bumi.
Dua laras 23mm itu memuntahkan api, selongsong peluru sebesar botol minum berhamburan keluar, panas dan berasap.
Peluru High-Explosive Incendiary (HEI) melesat membentuk garis cahaya (Tracer) ke langit.
Bagi Wyvern itu, dia tidak melihat apa-apa. Dia hanya merasa percaya diri dengan sisik bajanya.
Lalu, Matematika menghantamnya.
Peluru pertama menghantam dada.
BLAR!
Ledakan kontak. Sisik "baja" itu hancur berkeping-keping. Daging naga meledak dari dalam.
Peluru kedua dan ketiga memotong pangkal sayap kanan.
KRAK!
Sayap raksasa itu putus total, terlempar ke udara.
Raungan naga itu terhenti mendadak. Tubuh seberat dua ton itu kehilangan daya angkat, berputar-putar tak terkendali seperti layangan putus, meninggalkan jejak darah hijau dan asap hitam di langit.
BRAAAKK!
Tubuh itu menghantam tanah sawah 200 meter dari pos, menciptakan kawah lumpur.
Wyvern itu tidak bergerak lagi. Hancur lebur.
Keheningan total melanda bukit itu.
Para prajurit Vexia melongo. Mereka melihat bangkai naga itu, lalu menatap gadis kecil berkacamata yang duduk di kursi meriam besar itu.
Gadis itu... membunuh Dewa Langit dalam 3 detik?
Aria melepaskan pedal, napasnya memburu, seluruh tubuhnya gemetar karena adrenalin dan guncangan senjata.
Zephyr berjalan mendekat, lalu menepuk bahu Aria.
"Hitungan yang bagus, Kadet."
Zephyr berbalik menghadap pasukannya.
"LIHAT?!" suaranya menggelegar.
"Makhluk itu cuma daging dan darah! Dia bukan Dewa!"
Zephyr menepuk baja dingin meriam ZU-23-2.
"Selama kalian setia padaku... Selama kalian mengikuti perintahku... Aku akan meminjamkan kekuatan 'Gudang Surgawi'-ku untuk melindungi kalian."
"Tapi ingat..." Zephyr menatap mereka tajam. "...Jangan pernah bermimpi untuk membuat mainan ini sendiri. Kalian hanya akan meledakkan tangan kalian."
"HANYA KAISAR YANG MEMEGANG KUNCI GUDANG SENJATA!" seru Gareth, memimpin sorakan.
"HIDUP KAISAR! HIDUP AETHELGARD!"
Sorak-sorai membahana. Mereka tidak lagi takut pada naga. Tapi di saat yang sama, rasa hormat (dan takut) mereka pada Zephyr makin menjadi-jadi. Pria itu memegang kendali atas hidup dan mati mereka secara mutlak.
Jadinya seperti pertarungan Fantasy sihir dengan teknologi modern/militer keren banget
Semoga semakin ramai pembacanya ya kakak author tetap semangat berkarya
Tetap semangat thor 💪
tetap semangat thor 💪
sudah di riview
Keren thor lanjutkan 💪💪