"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."
Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.
Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.
Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.
Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.
Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MALAM PERNIKAHAN ARJUNA
Ballroom megah di hotel milik keluarga William
Suasana pesta pernikahan diselimuti kemewahan yang sunyi dan berkelas. Ratusan tamu elit dari lingkaran konglomerat, politik, dan akademisi memenuhi ballroom. Kilauan perhiasan dan desainer ternama memantul dari lampu kristal, menciptakan lautan kemewahan yang memabukkan. Udara terasa dingin dan formal, dihiasi alunan musik string quartet yang lembut.
Di dekat pintu masuk utama ballroom, Big Five telah berkumpul. Mereka semua mengenakan setelan jas tuksedo hitam yang dibuat khusus. Pakaian formal itu semakin menonjolkan aura dominasi dan ketampanan mereka.
* Yoga, dalam balutan tuksedo yang sempurna, berdiri paling tegap. Matanya yang dingin mengawasi setiap tamu yang masuk.
* Jhonatan, terlihat sangat berwibawa, memegang kendali penuh. Ia memasang earpiece tak terlihat di telinganya dan sesekali memberikan komando rahasia kepada tim keamanan hotel.
* Axel berdiri di sampingnya, karismatik dan tampan.
* Kevin dan Jay terlihat lebih rileks, sesekali bercanda pelan, tetapi tatapan mereka tetap waspada.
*
Di tengah hiruk pikuk ballroom, Gabriella berada di ruang persiapan Arjuna, kakaknya, yang tengah memastikan jasnya sempurna sebelum upacara dimulai.
Gabriella Melangkah masuk dengan gaun mewahnya, ekspresinya berseri-seri "Kak Arjuna! Astaga, kamu terlihat sangat sempurna! Tapi dengarkan aku, ada berita yang lebih baik!"
Arjuna tersenyum melihat antusiasme adiknya. "Apa itu, Gaby? Apakah dekorasi bunganya sudah diganti sesuai maumu?"
Gabriella: "Bukan itu! Tapi, teman baru ku itu akan datang malam ini! Gadis beasiswa itu..
Arjuna: "Mahasiswi beasiswa yang cerdas itu? Baguslah. Aku senang melihat adikku ini senang"
Gabriella: "Bukan hanya itu, Kak! ,—penyanyi di ulang tahun Ariana itu, kau tau? Dia adalah adiknya. dan dia akan tampil di sini! Aku berhasil meyakinkan Big Five untuk mengundangnya, dan mereka menggaransi keselamatannya. Malam ini, dia tampil sebagai tamu, bukan sekadar penyanyi sewaan! - Dia sangat berbakat! Aku yakin penampilannya akan membuat pesta kita terasa istimewa dan tulus. Aku sangat senang mereka mau menerima undangan kami, Kak. Aku akan memastikan malam ini menjadi yang terbaik untuk kita semua!"
Arjuna mengangguk penuh apresiasi. "Baiklah aku akan menantikannya."
Gabriella memeluk Arjuna erat. "Tentu saja! Aku harus segera keluar sekarang ."
...
Di ballroom, Big Five masih menanti. berdiri menunggu di karpet merah.
Sebuah mobil sedan hitam berhenti mulus. Pintu terbuka, dan Aluna melangkah keluar, diikuti oleh Justin.
Aluna terpaku sejenak. Ia terkejut pada suasana di sekelilingnya. Lampu kristal, karpet merah, dan deretan pria berjas mahal yang menyambut—semuanya sangat megah. Ini jauh lebih mewah dari yang ia bayangkan.
Aluna mengangkat pandangan, dan matanya langsung tertuju pada Big Five yang berdiri berbaris. Mereka semua mengenakan tuksedo yang membuat aura mereka semakin menonjol. Mereka tidak hanya berbeda, tetapi jauh lebih tampan dan berwibawa dari biasanya.
Big Five yang sedang menunggu langsung menghentikan pembicaraan mereka. Mereka sudah tahu Aluna akan datang dengan pakaian yang rapi, tetapi melihatnya secara langsung dalam balutan gaun malam yang elegan adalah hal yang berbeda.
* Axel:
Mata Axel membesar, ia melihat Aluna yang anggun dalam balutan gaun navy dengan rambut terurai, yang biasanya ia lihat terikat kencang. Kecantikan Aluna yang tersembunyi kini terpancar jelas.
* Yoga:
Yoga tetap yang paling tenang, tetapi tatapannya intens. Ia mengamati setiap detail: bagaimana gaun itu pas di tubuh Aluna dan bagaimana rambut terurainya melengkapi aura tenangnya.
* Jhonatan:
Jhonatan, yang bertanggung jawab atas gaun itu, tersenyum puas. "Kerja bagus, Jhonatan," gumamnya pelan. "Itu pas.!!." Ia puas karena Aluna telah menerima bantuan mereka dan muncul dengan percaya diri.
* Kevin dan Jay
Kevin dan Jay saling sikut dengan senyum lebar.
Kevin: "Gila! Apa benar itu si gadis jaket denim itu?. Aku tidak tahu Aluna akan sekeren itu!"
Jay: "Setelan Justin juga oke! Mereka terlihat seperti bangsawan dari cerita lama." Mereka senang melihat Aluna dan Justin mendapatkan tempat yang layak di lingkungan mereka.
Merasa sedikit gugup karena sorotan, Aluna menggandeng tangan Justin erat-erat. Ia membalas tatapan mereka dengan mengangkat dagu, lalu melangkah maju menuju kelompok itu.
Saat mereka tiba di hadapan Big Five, Aluna tersenyum hangat, menatap wajah-wajah yang selama ini telah menghiasi kehidupannya.
Ia melihat Kevin, yang biasanya santai dan ceroboh, kini terlihat sangat rapi dan menawan dalam tuksedonya. Dorongan usil Aluna muncul, ingin mencairkan suasana.
Aluna menatap Kevin, senyumnya usil "Astaga, Kevin. Aku tidak percaya ini. Kau sangat tampan malam ini."
Kevin terkejut, pipinya sedikit memerah karena pujian yang tulus itu. Ia mencoba menetralkan ekspresinya dengan gaya khasnya.
Kevin: "Tentu saja! Apa yang kau harapkan? Aku selalu tampan, hanya saja seragam kampus menutupi pesonaku!"
Axel yang berdiri di samping Kevin, merasa tidak terima. Ia ingin Aluna juga memperhatikannya.
Axel Berdecak, berpura-pura kesal "Hei! Apa-apaan itu? Kau hanya memuji Kevin? Apakah aku tidak tampan? Kami semua berdandan setengah mati malam ini!"
Aluna tertawa kecil, tawa yang ringan dan tulus, sesuatu yang jarang ia lakukan. Ia menatap Axel yang terlihat sangat menawan, tetapi ia memutuskan untuk menggoda pria yang ia cintai dalam diam itu.
Aluna menyeringai "Kau juga tampan, tapi... Aku akan memberi rating-,
Hmm... Kevin, nilaimu delapan dan Axel, kau dapat enam."
Axel Terkejut "Enam?! Kenapa enam?! Aku sudah berusaha keras!"
Aluna: "Enam, karena kau protes. Pria tampan tidak perlu menanyakan ketampanannya."
Justin tertawa di samping Aluna. Jay dan Jhonatan juga menyeringai.
Candaan kecil yang tak terduga itu segera membawa mereka menjadi lebih rileks. Ketegangan dan formalitas yang mengelilingi Big Five langsung sirna. Aluna telah berhasil mengembalikan mereka ke suasana akrab persahabatan mereka.
Yoga yang sedari tadi diam, memandang interaksi mereka. Ia tidak ikut tertawa, tetapi sorot matanya melembut. Ia menyadari bahwa Aluna adalah satu-satunya yang mampu membuat suasana di sekitar mereka begitu hidup dan nyata.
Tawa kecil yang tercipta dari candaan Aluna tentang rating ketampanan Axel berhasil mencairkan suasana. Mereka semua—Aluna, Justin, dan Big Five—merasa lebih rileks.
Jhonatan, yang sempat menyunggingkan senyum, segera kembali ke mode seriusnya. Ia menyentuh earpiece tak terlihat di telinganya.
Jhonatan Berbicara pelan namun tegas melalui earpiece "Sektor A dan B, tingkatkan pengawasan. Fokus pada tamu tak diundang dan area panggung.
Justin, yang berdiri di samping Aluna, melihat Jhonatan memberikan instruksi rahasia tersebut. Matanya berbinar penuh kekaguman.
Justin Berbisik pada Jhonatan, suaranya tulus "Kak Jhonatan, itu sangat keren. Kau terlihat seperti agen rahasia. Caramu mengontrol semuanya... luar biasa."
Jhonatan sedikit tersipu dengan pujian dari Justin. Ia menepuk bahu Justin. "Itu tugas kami, Justin. Mari masuk. Sekarang, nikmati pestanya."
Jhonatan kemudian memimpin jalan , sementara Yoga mengikuti di belakang, memastikan tidak ada tamu yang berani menghalangi jalan mereka.
Dengan Axel yang masih merajuk dan Aluna yang tersenyum menang, mereka melangkah masuk ke ballroom, didampingi barisan pelindung pribadi mereka.
Saat konvoi kecil itu melangkah melewati gerbang menuju ballroom utama, tatapan Aluna yang terkejut karena kemegahan pesta teralihkan oleh suara seorang wanita.
Gabriella muncul dari kerumunan dengan antusiasme yang meluap-luap.
Gabriella Menghampiri Aluna dan memeluknya erat "Aluna! Kamu datang! Dan astaga, kamu luar biasa! Kamu harus sering mengurai rambutmu! Aku sangat senang!"
Aluna membalas pelukan Gaby, merasa sedikit lebih rileks. "Terima kasih, Gaby. Kamu juga sangat cantik."
Sementara Gaby menyambut Aluna, Jay menghampiri Justin. Jay tersenyum lebar dan memberikan kotak panjang berbalut beludru.
Jay Menepuk bahu Justin "Justin, ingat janjiku? Aku tidak pernah melupakan janji. Ini, buka."
Justin membuka kotak itu. Di dalamnya terbaring gitar akustik yang baru, berkilauan, dan tampak sangat mahal. Justin menatap gitar itu, lalu ke Jay, matanya berkaca-kaca.
Jay: "Ini gitar terbaik. Lupakan yang lama. Tampilkan musik terbaikmu malam ini. Selamat datang kembali, Bro."
Justin mengangguk, tidak bisa berkata-kata. Janji yang ditepati itu menghapus semua trauma pemukulan.
*
Alexa menyaksikan pemandangan itu: Aluna, si mahasiswi beasiswa, mengenakan gaun yang elegan, dikawal oleh Big Five—pria-pria paling berkuasa di kampus.
Mata Alexa menyala karena kebencian dan rasa cemburu.
Alexa Berbisik sinis pada temannya "Lihatlah itu. Aluna. Dia benar-benar tidak tahu diri."
Temannya yang lain menatap Aluna. "Dia terlihat cantik malam ini. Gaunnya mahal."
Alexa Mencibir "Pasti meminjam atau dibelikan salah satu dari mereka. Dia dulu hanya seorang pelayanku di SMA, dan sekarang dia berani masuk ke pesta keluarga William, bertingkah seperti salah satu dari kita. Dia hanya memanfaatkan kebaikan Big Five. Dia hanya sampah yang mencari keuntungan."
Tatapan menghakimi Alexa mengikuti Aluna dan rombongan itu hingga mereka hilang di kerumunan. Bagi Alexa, kehadiran Aluna adalah pelanggaran besar terhadap batas sosial yang telah ditetapkan.