BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

HARI PERTAMA DAN MATA PEMBENCI

Ruang tamu kontrakan kecil mereka. Matahari baru saja mengintip, menerangi dua figura yang duduk di sofa usang.

Aluna berdiri, mengenakan jaket denim usang, merapikan sedikit lipatan di bahu adiknya, Justin. "Sudah jam enam lebih, Dek. Kakak berangkat sekarang ya. Kamu jangan lupa sarapan, sudah Kakak siapkan nasi goreng di meja."

Justin duduk sambil memegang buku pelajaran Kimia, terlihat gelisah

"Kakak yakin nggak perlu Justin antar sampai halte? Walaupun online sebentar, kan hari pertama. Lagipula, Jaket Kakak..."

Aluna Tertawa kecil, menyentuh jaketnya

"Kenapa dengan jaket ini? Ini jaket keberuntungan kita, warisan Ayah. Aku harus memakainya di hari besar ini. Dan Kakak nggak mau kamu telat sekolah cuma karena antar Kakak, apalagi kamu kan sudah kelas tiga SMA. Fokus belajar ya."

Justin Menutup buku Kimia dengan letih

"Justru karena aku kelas tiga, aku khawatir. Kakak sekarang di Universitas Rajawali, kampus impian kita. Aku takut Kakak kaget dengan pergaulan di sana. Orang-orangnya beda, Kak. Nggak semua orang kayak kita."

Aluna duduk di samping adiknya, memeluk bahunya

"Dengar, Justin. Kakak tahu kita cuma berdua. Kakak tahu di luar sana banyak yang melihat kita sebelah mata, apalagi dengan beasiswa ini. Tapi kita janji, kan? Kita nggak akan jadi kecil hanya karena orang lain merasa besar. Kakak di sana untuk belajar, bukan untuk berteman dengan mereka. Tempat ini adalah tiket kita untuk keluar dari sini, untuk membuat Ayah dan Ibu bangga."

"Tapi kalau Kakak dibully lagi, seperti waktu di SMA... Kakak harus janji, jangan diam saja. Kakak punya aku. Bilang ke aku."

Aluna tersenyum lembut, mencium kening adiknya

"Kakak janji. Tapi Kakak lebih khawatir kamu di sekolah, jangan lupa makan siang yang benar. Setelah pulang, langsung kerjakan soal-soal latihan. setelah itu, kamu yang akan duduk di kampus itu, Dek. Kita akan ke sana berdua."

Justin berkaca-kaca, memeluk erat pinggang Aluna

"Aku janji. Aku akan menyusul Kakak. Aku bangga sama Kakak."

Aluna Menahan air mata, mengusap rambut Justin "Kakak juga bangga sama kamu. Sudah ya, lepaskan. Kakak harus kejar bus. Ingat, hari ini adalah awal dari segalanya. Jaga diri baik-baik di rumah."

Aluna melepaskan pelukan, mengambil langkah cepat menuju pintu. Justin hanya bisa mengangguk, berdiri di ambang pintu, melihat punggung Kakaknya menghilang di tikungan jalan, membawa harapan terakhir keluarga mereka.

......

Pagi itu, udara kampus Universitas Rajawali terasa dingin dan asing, tetapi Aluna merasa hangat. Setelah tiga tahun berjuang mati-matian, beasiswa penuh itu kini menjadi kenyataan. Ia meremas tali tas ranselnya yang sudah usang, mengamati gedung-gedung megah berlapis kaca yang memantulkan cahaya matahari. Inilah gerbang menuju masa depan yang ia impikan untuk keluarganya.

Aluna mengenakan kemeja yang sudah disetrika rapi, satu-satunya yang ia miliki, dipadukan dengan celana jins yang bagian lututnya mulai menipis. Agar tidak kedinginan, ia membalut tubuhnya dengan jaket denim belel peninggalan ayahnya—jaket yang memberinya rasa aman.

Saat mencari ruang orientasi, langkahnya terhenti. Di depannya, di antara kerumunan mahasiswa baru dengan tas bermerek, berdiri Alexa.

Alexa. Mantan teman SMA-nya. Gadis yang selalu menjadikan status ekonomi Aluna sebagai bahan lelucon favoritnya di kantin sekolah.

"Wah, lihat siapa ini? Si Ratu Beasiswa," sapa Alexa dengan nada yang lebih dingin dari pendingin ruangan. Di sisinya, tiga orang gadis lain tertawa kecil, melirik Aluna dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Aluna mencoba tersenyum sopan. "Hai, Alexa. Kamu di sini juga?"

"Tentu saja aku di sini. Papaku salah satu donatur terbesar dikampus ini. Tapi kamu..." Alexa sengaja menggantung kalimatnya, matanya tertuju pada jaket denim usang yang Aluna kenakan.

"Astaga, fashion apa itu? Jaket warisan, ya? Kupikir jaket itu sudah punah sepuluh tahun lalu," ujar Alexa keras, cukup keras hingga beberapa mahasiswa menoleh. "Serius, Luna. Kampus ini tempatnya calon-calon pemimpin. Kamu tidak malu membawa-bawa 'kemiskinan' ke sini? Kami yang bayar mahal jadi harus berbagi udara dengan..."

Salah satu teman Alexa pura-pura menutup hidung, "Aku mencium bau matahari dan bus kota"

Aluna merasakan pipinya memanas. Ia tahu, kata-kata tajam Alexa ditujukan untuk menjatuhkannya di hari yang seharusnya menjadi hari paling membanggakan dalam hidupnya. Namun, ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menangis lagi di depan orang-orang seperti mereka.

Ia menegakkan tubuhnya, matanya menatap lurus ke arah Alexa.

"Jaket ini memang usang. Tapi jaket ini menemaniku belajar saat kamu sedang pesta, Lexa. Aku di sini bukan karena nama belakang atau uang orang tua. Aku di sini karena nilai-nilai yang aku dapatkan dengan kerja keras."

Aluna baru saja menyelesaikan kata-katanya yang berani, tetapi keberanian itu dibalas dengan kebencian murni.

"Beraninya kamu, Aluna! Jangan berpikir beasiswa murahan itu membuatmu setara dengan kami!" desis Alexa, wajahnya memerah karena marah. Tanpa pikir panjang, Alexa mengulurkan tangan dan mendorong keras bahu Aluna.

BUGH!

Tubuh Aluna yang kurus terhuyung, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Tas ranselnya terlepas, dan beberapa buku murah yang ia bungkus plastik tipis berhamburan di lantai marmer yang licin. Rasa perih menjalar di sikunya, tetapi yang lebih menyakitkan adalah tawa meremehkan dari gerombolan Alexa.

"Ups! Maaf, licin ya? Mungkin kamu harusnya fokus di trotoar, bukan di kampus elit," ejek Alexa sambil menendang pelan salah satu buku Aluna.

Aluna berusaha bangkit, matanya menunduk, menahan amarah dan malu yang mendidik. Ia mulai memunguti bukunya dengan tergesa-gesa.

Tiba-tiba, suara tawa dan cemoohan itu terpotong oleh raungan mesin yang memekakkan telinga.

LIMA MOTOR BESAR (Moge) berwarna gelap, mengkilap, dan berkapasitas tinggi, meluncur pelan dan berhenti tepat di antara Aluna yang tergeletak dan kelompok Alexa yang membeku. Kehadiran mereka seolah menarik semua oksigen dari udara.

Dari motor-motor sport itu, turunlah lima sosok yang langsung menjadi pusat perhatian seluruh mahasiswa di koridor:

* Jhonatan, sang leader, turun pertama. Berjaket kulit hitam dengan patch sederhana, ia memancarkan aura otoritas yang tenang. Matanya tajam, langsung tertuju pada Aluna yang sedang memungut buku.

* Kevin, putra semata wayang pemilik kampus, dengan kemeja designer yang disampirkan di bahu, turun dengan gaya santai. Ia melirik Alexa dengan pandangan dingin, seolah gadis itu adalah serangga.

* Axel, si pemilik mata paling teduh. Ia menanggalkan helmnya, memperlihatkan wajah tampannya yang langsung membuat jantung banyak gadis berdegup kencang. Ia segera melangkah, tetapi tertahan oleh Jhonatan.

* Yoga, pria berpostur tinggi dan berwajah dingin, selalu menjadi misteri. Ia hanya bersandar pada motornya, tak bicara, tetapi tatapannya seolah mengancam siapapun yang berani membuat masalah.

* Jay, yang terkenal paling kaya raya, turun sambil merapikan jam tangan mahalnya. Ia melihat ke bawah ke arah buku-buku Aluna dengan ekspresi datar, seolah melihat sampah, namun bukan karena meremehkan, melainkan terbiasa melihat barang-barang yang serba baru.

Keheningan menyelimuti koridor. Jhonatan berjalan perlahan, melewati Alexa dan gerombolannya, hingga ia berdiri di samping Aluna.

"Sedang ada masalah?" Suara Jhonatan rendah dan berwibawa, seperti guntur yang jauh.

Alexa, yang tadinya angkuh, kini pucat pasi. Ia tahu siapa lima orang di depannya. Mereka adalah 'penguasa' tak resmi di Rajawali, yang tak tersentuh oleh aturan manapun.

"T-tidak, Jhonatan. Ini... hanya salah paham. Dia hanya terlalu ceroboh," Alexa tergagap, menunjuk Aluna.

Axel, yang tidak bisa menahan diri lebih lama, akhirnya bergerak. Ia menyingkirkan Jhonatan sedikit, berjongkok di samping Aluna, mengabaikan kehadiran yang lain.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Axel dengan nada lembut yang mengejutkan, tangannya terulur membantu Aluna memungut buku Kimia.

Aluna mendongak. Di ambang rasa sakit dan malu, ia bertemu dengan sepasang mata cokelat yang hangat—mata Axel. Jantungnya berdebar, bukan karena takut, melainkan karena kebaikan yang sudah lama tidak ia rasakan dari orang asing.

"A-aku tidak apa-apa. Terima kasih," bisik Aluna, meraih kembali bukunya.

Axel tersenyum kecil. Senyumnya seperti sinar matahari yang menembus awan. Ia berdiri tegak, memunggungi Aluna, dan menatap dingin ke arah Alexa.

"Lain kali, jika ada yang jatuh, ambilkan, bukan ditertawakan," kata Axel, suaranya tenang namun mengandung peringatan yang jelas.

Jhonatan kemudian melangkah maju. "Ruangan ini berisik. Kalian, urus barang kalian dan bubar. Kami tidak suka keramaian."

Perintah itu adalah titah. Tanpa perlu diulang, Alexa dan teman-temannya langsung mundur teratur, wajah mereka menahan rasa malu dan takut.

Aluna bangkit perlahan, memeluk jaket denimnya dan buku-bukunya yang kini sudah rapi. Ia sendirian bersama lima orang berjaket kulit hitam yang kini menatapnya, terutama Axel, yang tatapannya tidak lepas darinya.

Hari pertamanya di kampus, Aluna diselamatkan. Tapi ia belum tahu, intervensi ini justru menyeretnya ke dalam lingkaran elit kampus yang akan mengubah hidupnya, dan hatinya, selamanya.

"permisi, aku harus mencari kursiku sekarang. Dan juga terimakasih " kata Aluna, tanpa menunggu jawaban ia melangkah melewati Alexa dan teman-temannya .

Ia tahu hari-hari ke depan tidak akan mudah. Universitas Rajawali mungkin memberinya beasiswa, tetapi ia harus terus berjuang untuk mendapatkan rasa hormat.

Ketika Aluna duduk di barisan depan ruang orientasi, ia merogoh saku jaketnya, merasakan sentuhan kain yang kasar. Jaket ini adalah pengingatnya: ia mungkin miskin harta, tetapi ia membawa sesuatu yang jauh lebih berharga—tekad yang tak akan pernah bisa dibully oleh siapapun.

Ia menarik napas panjang, tersenyum kecil. Selamat datang, Aluna. Pertarungan yang sebenarnya baru saja dimulai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!