"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Potato
~Happy reading~
.
.
Kuliah semester 5 mungkin bukan semester tersibuk, namun Nindya tetap harus mampu membagi waktunya antara tugas kuliah dan kehidupan pribadinya. "Tahu gini aku nggak usah pacaran dulu aja."
Setelah resmi berpacaran dengan Denis, Nindya menjadi kualahan dengan sikap Denis yang clingy . Setiap saat harus membalas pesan dan malam harinya Denis selalu meminta untuk bertemu.
Nindya: kamu nggak kerja? Jam segini kok masih bisa balas chat?
Denis: ini lagi kerja, tapi udah di handel sama karyawan aku. Jadi aku nganggur.
Nindya: kalau mau off sampai jam 12 juga nggak apa apa. Soalnya aku juga ada kuliah sampai siang.
Denis: nggak ah, entar kangen lagi. Kamu bisa chat-an kan pas kuliah?
Nindya: bisa sih, tapi takut kalau nggak fokus.
Denis: oh ok, kita off dulu. Tapi nanti langsung chat aku ya kalau udah selesai.
Nindya: iya
Denis: beneran lho ya, jangan kayak kemarin! Katanya jam 2 siang udah selesai eh malah chat jam 2 lebih seperempat.
Nindya: kan ada yang namanya perjalanan pulang sayang. Masa aku jalan sambil pegang hp sih. Nanti kalau jatuh gimana?
Denis: masa jalan ke kos sampek 15 menit? Kos kamu kan dekat.
Nindya: iya..iya... Begitu sampai kos langsung chat kamu.
Denis: Nah gitu dong... Kan aku jadi tenang.
Dalam hati Nindya mencibir, 'Punya pacar kayak Robby ternyata nggak buruk juga. Eh nggak, dia keterlaluan. Nindya kamu harus ingat sakitnya dulu dia nggak bisa dihubungi berhari-hari oke!'
...****************...
Tidak seperti malam biasanya, Nindya tidak mau diganggu malam ini. Dia meminta Denis untuk tidak datang ke kosnya. Denis menyetujuinya walau harus melalui drama yang panjang.
"Eh Nin tumben kamu nggak jalan, kenapa?" tanya Mila.
Dengan nada malas Nindya menjawab, "aku ada tugas observasi minggu ini. Jadi aku perlu membuat instrumen observasi."
"Matkul apa sih?" tanya Mila.
"PKR Mil. Aku pusing cari sekolah yang ada kelas rangkapnya. Tahu sendiri kan sekarang hampir tidak ada sekolah yang masih pakai pembelajaran itu. Bahkan SD di kecamatanku yang tergolong pelosok aja udah nggak ada itu pembelajaran kelas rangkap," Nindya menjelaskan dengan terus menghela nafasnya.
Mila menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Nindya,"bukannya itu kerja kelompok ya? Kamu tanya kelompok kamu dong! Dulu aku juga nggak mencari sendiri sekolahnya. Kayaknya di daerah Kudus atau mana. Aku lupa."
"Oh ya, kamu sama sania udah ambil di semester 3 ya. Mohon pencerahannya dong suhu, please!" Nindya memohon.
"Aduh gimana ya. Aku aja dulu digendong sama kakak tingkat. Aku cuma ikut nimbrung pas observasi. Itu aja aku nggak ngapa-ngapain. Cuma ikut foto hehehe,"
jelas Mila.
Tring!
Ada pesan masuk dari Denis.
"Tuh ada chat masuk, nggak kamu balas?" tanya Mila.
Nindya mengambil HP nya dan membalas pesan Denis.
"Apa aku tanya Fika ya? Siapa tau dia sudah dapat SD yang mau diobservasi," Nindya langsung mengirim pesan kepada Fika teman sekelompoknya.
Setelah 5 menit menunggu, Nindya mendapat balasan dari Fika.
'Iya Nin, minggu ini kita ke SD tempat aku dulu sekolah. Disana memang nggak ada program kelas rangkap tapi siswanya banyak dan gurunya tidak mencukupi, jadi itu memenuhi syarat dari yang disampaikan dosen. Nanti kita minta Kepala Sekolahnya untuk mengadakan pembelajaran itu. Beliau pasti akan membantu.'
Hati Nindya langsung lega mengetahui teman satu kelompoknya mendapatkan tempat observasi. Ditambah lagi SD yang dimaksudkan Fika berada dekat dengan desanya walau berbeda kecamatan. Jadi Nindya berencana minggu ini akan pulkam walaupun sebenarnya belum jatahnya pulkam.
...****************...
Sabtu pagi Nindya, Fika dan satu teman anggita kelompok lainnya yaitu Lina berkumpul di rumah Fika untuk persiapan observasi. Mengapa mereka berkumpul disana? Itu karena rumah Fika dekat dengan MI yang dituju.
Kemudian mereka bertiga menuju ke SD Harapan Bangsa namun Pak Kepala Sekolah tidak ada di ruangannya. Nindya memberanikan diri untuk bertanya kepada guru yang kebetulan lewat di depan mereka.
"Permisi Pak, kami mahasiswa PGSD UNNES ingin betemu Bapak Kepala Sekolah terkait observasi Pembelajaran Kelas Rangkap. Namun Bapak Kepala Sekolah tidak ada di ruangannya," Nindya mengatakan dengan sopan.
"Oh, Pak Zainal ada di kelas 6. Silahkan duduk dan tunggu dulu di ruang Kepala Sekolah. Nanti saya akan beritahu Pak Zainal," jawab Pak guru itu dengan senyum lesung pipitnya.
"Iya Pak terimakasih," Nindya tak lupa berterimakasih atas bantuan pak guru itu. Kemudian beliau mengangguk dan berlalu, masih dengan senyum manisnya.
"Hehehe," mendadak Fika tertawa tipis.
"Kenapa fik?" tanya Nindya penasaran.
"Enggak apa-apa cuma lucu aja. Dia itu tetanggaku dan biasanya dia nggak seformal tadi," jelasnya.
"Ya kan emang dia nggak kenal aku. Walaupun kenal kamu sih."
"Eh tapi dia lumayan ganteng juga deh," Lina memberikan komentar gatalnya.
"Nggak kamu embat aja tu tetangga Fik?" tanya Lina menambahkan.
"Enggak lah, dia itu udah di usia pantas menikah. Lah aku? No no no... " kata Fika.
"Sayang banget, ada guru olahraga seganteng itu eh jomblo," Lina lagi-lagi agak menggatal.
"Kok kamu tahu dia guru olahraga?" tanya Nindya polos.
"Lah dia pakai kaos olahraga, ya pasti guru Olga lah,"
"Aku nggak merhatiin," tanggap Nindya.
"Ah kamu mau seganteng apapun orangnya pasti kamu anggap kentang. Mentang-mentang udah ada cowok, sekali-kali cuci mata kan nggak apa-apa," Lina mengedipkan matanya nakal.
"Udah ah... Fokus fokus!" perintah Fika.
Kemudian guru ganteng itu kembali namun sendirian.
"Maaf, Pak Zainal meminta kalian untuk menunggu sebentar," katanya masih dengan sopan.
"Iya Pak, Terimakasih," Nindya mau tidak mau menatap orang yang di ajak bicara.
"Ehem... " Fika berdeham sambil terkekeh.
Pak Guru Olga yang ganteng itu pergi meninggalkan mereka.
"Pakai ngasih tau buat nunggu lagi. Padahal kan nggak perlu. Kita sudah pasti menunggu kan," Fika keheranan.
Nindya tak menghiraukan komentar Fika karena memang Nindya tidak menganggap hal itu penting.
Wawancara dan observasi di SD Harapan Bangsa berjalan dengan lancar. Pak Kepala Sekolah juga sangat kooperatif sehingga mereka mampu menyelesaikan tugas dengan cepat.
...****************...
Saat pulang ke rumah, HP Nindya penuh dengan pesan dan missed call dari Denis kekasihnya.
Denis: sayang...
Denis: ping
Denis: belum selesai nugasnya?
Denis: yank?
Denis: kok lama amat?
Denis: 2 missed call
Denis: kok lama sih... Aku kangen
Denis: nanti pulang langsung chat ya
Denis: 5 missed call
Denis: kamu disana jangan lirik-lirik guru muda lho ya
Denis: yank?
Saat membuka pesan yang memborbardir itu Nindya langsung membuangnya ke kasur.
"Hah... Biarkan aku istirahat sebentar!"
.
.
.
.
Episode kali ini memang memuakkan.
Tapi semoga kalian tetap bisa menikmatinya.
Apakah hubungan Nindya dan Denis masih bisa bertahan?
Nantikan episode selanjutnya ~
Kamsahamida~
Jangan lupa like dan komen ya guys
Love you all see ya