Suamiku Seorang Raja

Keduanya pun meninggalkan Raja Gerald kembali berdua dengan Eliana.

Sang Raja masih melanjutkan aktifitasnya, yaitu memijat aset berharga milik Eli.

Sesungguhnya, Raja Gerald yang tidak pernah dekat dengan wanita ini juga mati-matian menahan napasnya agar rasa malu yang sedang menggedor-gedor jantungnya tidak ketara di depan Eli juga dokter tadi.

Eliana tak mampu berkata-kata, sungguh kegiatan paling absurd yang pernah ia lakukan seumur hidupnya, dan ini ia lakukan bersama orang nomor satu di kerajaan Raisilian.

Perlahan ibu jari milik Raja Gerald mengurut bongkahan kenyal itu, dengan gerakan dari luar ke dalam. Sepertinya pria itu sangat berhati-hati agar tidak menyentuh pu ting merah muda yang sangat ranum dan menggoda untuk dicecap tersebut.

Meski jakunnya naik turun karena menelan saliva berulang-ulang, namun Raja Gerald tetap berusaha menyinkronkan gerakan tangan dan akal sehatnya.

Namun ....

Tanpa sengaja ibu jari yang sepenuhnya sadar itu malah menyentuh putik ranum menggoda. Hingga akhirnya ....

"Aaaaah ...," desah yang tertahan sejak tadi pun keluar. Eliana menutup mulutnya spontan begitu ia menyadari telah mengeluarkan suara terlarang itu.

Sang Raja langsung melepaskan kedua tangannya. Seakan ada listrik yang menyengat dari ibu jari menuju ke otaknya begitu menyentuh benda sakral nan sensitif milik Eli ditambah ia juga mendengar suara yang mengundang dari Eliana.

Keduanya memalingkan muka, sama-sama memerah. Beruntung sekali kejadian ini tidak terjadi di depan dokter Arabella dan konselor Ammy.

"Aku lupa, ada banyak berkas yang masuk hari ini dan butuh persetujuanku. Sepertinya aku harus segera pergi," ujar Raja Gerald tanpa menatap Eliana. Sudah jelas ia hanya beralasan, untuk menghindari momen absurd yang tengah ia lakukan dengan Eliana, seorang wanita yang menjadi pelayannya.

Sementara gadis itu menutupi dada dengan kedua tangannya, wajahnya berpaling dan tidak melirik ke arah Yang Mulia sedikitpun.

Ada sesuatu di bawah sana yang menjadi basah, ia tidak mengerti gairah apa yang sedang ia rasakan. Mengapa ia harus merasakannya saat bersama sang Raja?

Begitu Raja Gerald pergi. Eliana meminum dua butir pil yang telah diresepkan untuknya.

"Semoga dengan begini, aku bisa cepat mengeluarkan air susu dan menyusuimu bayi kecil yang manis," ucap Eliana pada Kevin yang sedang tertidur pulas.

"Ibu ... terima kasih sudah menjadikan aku penebus hutang, karena ternyata aku malah dibawa ke istana kerajaan, dan diletakkan satu kamar dengan Yang Mulia raja."

"Aaaah, apa yang aku pikirkan ...?" gumam Eliana. "Aku di sini bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk mengabdi pada Yang Mulia Raja dan Kevin." Eli mencoba meluruskan niatnya.

"Tapi ... kalau begini terus, bagaimana jika aku jatuh cinta pada sang Raja." Eliana menangkup pipinya. "Tidak, tidak boleh! Jangan melunjak Eli ...."

Tok tok tok

"Nona Eli, kami para dayang yang diutus untuk menemani nona." Dari luar terdengar suara, Eli pun langsung menoleh dan menghampiri pintu.

"Silakan masuk," ujar Eli dan seketika pintu pun terbuka.

"Selamat siang, Nona. Mulai sekarang kami yang akan menemani dan melayani keperluan Nona."

"Bukankah kalian dayang Yang Mulia Raja?" tanya Eliana yang mengingat wajah para dayang kemarin.

"Ya, tapi Yang Mulia kini hanya ingin dilayani oleh Nona, sehingga kami kini yang melayani anda, Nona."

Eliana menganga tak percaya.

"Mana mungkin ada dayang yang dilayani dayang?" gumam Eliana lagi.