Dibesarkan oleh keluarga petani sederhana, Su Yue hidup tenang tanpa mengetahui bahwa darah bangsawan kultivator mengalir di tubuhnya. Setelah mengetahui kebenaran tentang kehancuran klannya, jiwanya runtuh oleh kesedihan yang tak tertahankan. Namun kematian bukanlah akhir. Ketika desa yang menjadi rumah keduanya dimusnahkan oleh musuh lama, kekuatan tersegel dalam Batu Hati Es Qingyun terbangkitkan. Dari seorang gadis pendiam, Su Yue berubah menjadi manifestasi kesedihan yang membeku, menghancurkan para pembantai tanpa amarah berlebihan, hanya kehampaan yang dingin. Setelah semuanya berakhir, ia melangkah pergi, mencari makna hidup di dunia yang telah dua kali merenggut segalanya darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puvi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisikan, Bayangan, dan Kelinci Perak
Menunggu adalah ujian kesabaran yang berbeda dari pertempuran. Dalam keheningan Hutan Whispering Bambu yang semakin pekat oleh senja, setiap suara menjadi berlipat ganda: desau angin yang naik turun di antara batang-batang bambu, gemerisik daun kering yang jatuh, kicauan burung terakhir yang mencari sarang, dan yang paling menonjol, bisikan konstan dari bambu yang saling bergesekan. Suara itu seperti ribuan suara berbisik rahasia dalam bahasa yang terlupakan, menciptakan lapisan ilusi dan ketegangan.
Su Yue, terbaring di balik batu besar di tepi sungai bersama Xuqin, mengatur napasnya menjadi pelan dan dangkal. Matanya, yang telah terbiasa dengan kegelapan sejak malam-malam penuh kewaspadaan di desa dan perjalanan, dengan tajam memindai area di depan mereka. Dia merasakan dinginnya batu di punggungnya, dan dingin yang lebih dalam dari Qi-nya yang siap sedia.
Xuqin di sampingnya tampak lebih tegang. Tangannya mengepal erat di pangkuannya. "Aku bisa merasakan... banyak kehidupan kecil di sini," bisiknya hampir tidak terdengar. "Tapi semuanya samar. Seperti semua makhluk di hutan ini tahu cara menyembunyikan keberadaan mereka."
"Termasuk kelinci kita," balas Su Yue dengan suara serupa angin. "Bersabarlah. Dia akan datang untuk minum."
Di posisi lain, Lanxi duduk bersila dengan telapak tangan menempel pada tanah lembap. Dia memejamkan mata, seluruh perhatiannya terpusat pada sensasi getaran di bawahnya. Awalnya, hanya ada getaran konstan dari angin yang menggerakkan akar-akar pohon, dan langkah-langkah kecil serangga. Tapi perlahan, dia belajar menyaringnya, mencari pola yang berbeda, lebih berat, lebih... cepat.
Wei, di posisinya sendiri sekitar dua puluh langkah di sebelah kiri Lanxi, melakukan hal yang sama. Pengalamannya dengan elemen tanah lebih dalam. Dia tidak hanya merasakan getaran; dia bisa membedakan jenis tanah, kepadatannya, dan perubahan halus yang mungkin menunjukkan jejak.
Dari atas, Tao yang duduk di dahan bambu, bagaikan patung, matanya yang sipit seperti elang menyapu area. Busurnya sudah di tangan, sebuah anak panah biasa sudah terpasang.
Mei Ling, tersembunyi di balik semak-semak bambu yang padat, adalah yang paling gelisah. Elemen anginnya memberinya kepekaan terhadap perubahan aliran udara. Dia merasakan setiap hembusan, setiap gangguan kecil. Jaring-jaring yang mereka pasang, meski tersamar, masih menciptakan gangguan aliran angin yang halus yang bisa dia deteksi. Dia berharap kelinci itu tidak sepeka itu.
Waktu berlalu. Langit yang terlihat dari celah-celah kanopi bambu berubah dari jingga ke ungu, lalu menjadi biru kelam. Bintang-bintang pertama mulai muncul. Bulan sabit tipis memancarkan cahaya perak yang lemah, menerangi hutan dengan cahaya susu yang samar dan penuh bayangan.
Kemudian, perubahan pertama terjadi.
"Ada sesuatu," bisik Lanxi, suaranya disalurkan melalui Qi mereka yang terhubung secara samar, sebuah teknik sederhana yang diajarkan Mei Ling sebelum mereka bersembunyi. "Getaran ringan... dari arah barat. Bergerak cepat, berhenti, bergerak lagi. Seperti... melompat-lompat."
Wei mengkonfirmasi. "Aku juga merasakannya. Sekitar sebesar kelinci. Tapi gerakannya tidak teratur, waspada."
Tao, dari atas, menggerakkan kepala perlahan. "Aku melihat bayangan. Bergerak di antara bayangan. Sulit dipastikan."
Su Yue dan Xuqin mengencangkan otot mereka. Su Yue mengumpulkan Qi es di ujung jari telunjuknya, bersiap. Xuqin mengulurkan tangannya, menyentuh tanaman merambat di dekat batu, berusaha merasakan "kehidupan" mereka untuk mendapatkan petunjuk lebih.
Bayangan itu semakin dekat. Itu adalah siluet samar, lebih kecil dari yang mereka bayangkan, dengan gerakan yang begitu cepat sehingga hampir seperti ilusi. Sesekali, cahaya bulan menyinari bulu keperakan yang memantulkan cahaya, mengkonfirmasi identitasnya.
Kelinci Bulan Beracun.
Ia mendekati sungai dengan sangat hati-hati. Setiap beberapa lompatan, ia berhenti, berdiri tegak dengan telinga panjangnya yang bergetar, hidungnya mengendus-endus. Ia tampak waspada terhadap jaring-jaring yang tersamar, mungkin merasakan gangguan aliran angin atau bau asing manusia.
"Lagi berhenti di depan jaring pertama," lapor Tao dengan suara datar. "Tidak mau maju."
Mei Ling, dari posisinya, mengambil keputusan. Dengan sangat halus, dia menggerakkan tangannya, mengumpulkan Qi angin. Dia tidak menciptakan angin kencang, hanya sebuah hembusan sangat lembut dan alami yang mendorong dari belakang kelinci, mengarahkannya perlahan ke arah celah antara dua jaring, sebuah jalan yang sengaja mereka tinggalkan sebagai koridor menuju area terbuka di depan Su Yue dan Xuqin.
Kelinci itu terkejut, melompat sedikit, tapi hembusan angin itu terasa alamiah. Ia melihat ke arah celah itu, lalu ke arah sungai di seberang. Hausnya akhirnya mengalahkan kewaspadaan. Ia melesat melalui celah itu, masuk ke area terbuka di tepi sungai.
"Sekarang!" bisik Wei.
Dia dan Lanxi, hampir bersamaan, menyalurkan Qi tanah mereka. Tanah di sekeliling area terbuka itu, sekitar radius lima meter, tiba-tiba mengeras dan sedikit menaik, membentuk penghalang rendah yang alami namun cukup untuk memperlambat lompatan kelinci yang cepat.
Kelinci itu menyadari bahaya. Ia berbalik untuk melarikan diri, tapi jalannya sudah terhalang oleh dinding tanah. Ia mencoba melompat ke arah lain.
"Xuqin!" desis Su Yue.
Xuqin sudah bergerak. Tangannya menekan tanah, dan melalui tanaman merambat yang dia sentuh tadi, dia mengirimkan gelombang Qi kayu yang halus. Bukan untuk menyerang, tapi untuk mengganggu. Tanaman-tanaman kecil di jalur lompatan kelinci tiba-tiba tumbuh beberapa senti dengan cepat, menjadi rintangan kecil yang tak terduga. Kelinci itu terhambat, kehilangan momentum.
Itu adalah saat yang dibutuhkan Su Yue.
Dia melompat keluar dari balik batu. Gerakannya cepat dan sunyi. Tangannya sudah teracung. Di ujung jari telunjuknya, kristal es kecil berkilauan di cahaya bulan. Dia tidak menembak dari jarak jauh. Dia mendekat, memanfaatkan kebingungan sesaat kelinci itu.
Kelinci itu, dengan naluri binatang spiritual, merasakan bahaya mematikan. Ia berusaha melompat menghindar, tapi kaki belakangnya terperangkap oleh jerat akar kecil yang diperkuat Xuqin.
Syuut!
Su Yue menusuk. Bukan ke tubuh vital, tapi ke paha belakang kelinci. Titik es itu menembus bulu keperakan, menusuk daging, dan mengirimkan hawa beku yang cepat menyebar.
Kelinci itu menjerit, suara mencicit bernada tinggi yang memecah kesunyian hutan. Ia jatuh ke tanah, kaki belakangnya membeku dan lumpuh. Racunnya? Belum sempat digunakan.
Tao, dari atas, mengendurkan tarikan busurnya. Tidak perlu.
Mei Ling, Wei, dan Lanxi keluar dari persembunyian mereka, mengelilingi area. Kelinci itu terkapar, napasnya terengah, mata merahnya memandang mereka dengan ketakutan dan rasa sakit.
"Bagus," kata Mei Ling, terkagum-kagum. "Koordinasi yang sempurna."
"Tangani dengan hati-hati," peringat Xuqin. "Giginya masih beracun."
Wei mendekat dengan hati-hati, menggunakan sarung tangan kulit tebalnya. Dengan gerakan cepat, dia mengikat moncong kelinci dengan tali khusus, lalu mengikat keempat kakinya. Kelinci itu tidak melawan lagi, terlalu lemah oleh rasa sakit dan dingin yang merambat.
"Esku hanya melumpuhkan," kata Su Yue, melihat ekspresi Xuqin yang sedikit iba. "Dia akan pulih dalam beberapa jam jika esnya dicairkan. Tapi kita harus menyerahkannya hidup-hidup untuk upah penuh, kan?"
Mei Ling mengangguk. "Benar. Kontraknya menangkap hidup-hidup. Aku punya kandang khusus." Dia mengeluarkan sebuah sangkar kayu kecil beralaskan kain. Dengan hati-hati, mereka memindahkan kelinci yang terikat ke dalam sangkar.
Tugas selesai. Relatif cepat dan tanpa cedera pada mereka.
Namun, suasana kemenangan yang seharusnya terasa, sedikit terganggu oleh sesuatu. Bisikan bambu di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Bukan lagi bisikan acak, tapi seperti... gumaman yang semakin keras, penuh dengan nada tidak senang.
"Apakah kalian mendengar itu?" tanya Lanxi, merinding.
"Aku mendengarnya," jawab Tao, turun dari pohon dengan wajah waspada. "Sepertinya hutan ini tidak suka kita menangkap penghuninya."
"Kita harus segera pergi," usul Wei, memegang sangkar dengan erat. "Hutan Whispering Bambu dikenal memiliki roh penjaga atau kesadaran kolektif. Menangkap binatang spiritual di dalamnya mungkin dianggap pelanggaran."
Mereka setuju. Dengan langkah cepat namun tetap waspada, mereka berbalik dan menyusuri jalur yang sama yang mereka gunakan untuk masuk. Bisikan bambu kini terdengar seperti desisan marah, mengikuti mereka. Angin yang sebelumnya tenang mulai berhembus kencang, menggoyangkan batang-batang bambu dengan keras, menciptakan suara gemerisik yang mengancam.
"Jangan lari. Berjalan cepat saja. Jangan tunjukkan ketakutan," instruksi Tao, memimpin dengan tenang.
Su Yue berjalan di barisan belakang, pedang Ratapan Dingin sudah setengah terhunus. Dia merasakan pandangan dari hutan itu, sebuah kesadaran kuno dan asing yang mengamati mereka dengan tidak ramah. Ini bukan bahaya fisik yang bisa dia hadapi dengan pedang atau es. Ini sesuatu yang lebih halus, lebih dalam.
Setelah sekitar setengah jam berjalan tegang, cahaya bulan di depan mulai terlihat lebih terang, menandakan mereka mendekati tepi hutan. Bisikan itu mulai mereda, seolah roh hutan hanya ingin mengusir mereka, bukan menyerang.
Akhirnya, mereka melangkah keluar dari bayangan bambu ke padang rumput terbuka yang diterangi bulan. Desahan lega keluar dari mulut mereka semua.
"Panas sekali," keluh Lanxi, mengusap keringat dingin di dahinya. "Aku pikir kita akan diserang oleh hutan itu sendiri."
"Kita beruntung," kata Mei Ling, memandangi sangkar di tangan Wei. Kelinci di dalamnya sudah tertidur, mungkin karena shock atau efek es. "Misi selesai. Mari kita kembali ke sekte. Upah menunggu."
Dalam perjalanan pulang di bawah cahaya bintang, suasana di antara mereka lebih cair. Mereka telah melewati ujian kecil bersama, dan kerja sama mereka terbukti efektif. Percakapan ringan mulai mengalir, tentang teknik mereka, tentang pengalaman misi lain.
Su Yue berjalan di samping Tao yang pendiam. "Terima kasih untuk pengintaianmu dari atas," ucapnya.
Tao mengangguk singkat. "Kerjamu juga tepat. Tidak membunuh, hanya melumpuhkan. Itu sulit."
Mungkin ini awal dari sebuah persekutuan yang berguna, pikir Su Yue. Di dunia sekte yang penuh persaingan, memiliki koneksi dengan murid lain yang kompeten dan bisa dipercaya adalah aset.
Mereka sampai di Sekte Qingyun tepat sebelum tengah malam. Setelah melapor dan menyerahkan Kelinci Bulan Beracun ke petugas yang ditunjuk di Balai Misi, upah dua ratus Api dibagikan. Masing-masing mendapat sekitar tiga puluh Api, seperti yang dihitung. Mereka juga mendapat poin prestasi kecil untuk menyelesaikan misi menengah dengan efisiensi tinggi.
Bagi Su Yue, Xuqin, dan Lanxi, ini adalah kemenangan kecil yang manis. Mereka tidak hanya mendapatkan Api, tetapi juga pengalaman berharga bekerja dalam tim yang lebih besar, dan pelajaran tentang lingkungan spiritual yang berbahaya. Saat mereka berjalan kembali ke Paviliun Bunga Plum di kegelapan yang damai, mereka tahu bahwa langkah kecil ini adalah bagian dari jalan panjang mereka. Dan mungkin, suatu hari nanti, ketika bunga plum di taman mereka akhirnya mekar, mereka akan sudah menjadi kultivator yang cukup kuat untuk tidak hanya menangkap kelinci, tetapi menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, bahkan mungkin menghadapi bayangan masa lalu yang masih membeku di hati Su Yue.