Lin Feng, seorang Pendekar Langit yang dihormati di seluruh Dunia Langit Surgawi, berhasil mencapai pencapaian legendaris: membangkitkan Seni Pedara Naga Terbang, teknik kuno yang hilang yang mampu membuka Gerbang Surgawi. Namun, kesuksesannya justru menjadi bumerang. Kaisar Langit Xuan, penguasa dunia, diliputi keserakahan dan rasa iri, merancang konspirasi keji untuk mencuri kekuatan Lin Feng—kekuatan yang hanya bisa diambil dengan membunuh pemiliknya.
Dijebak, difitnah sebagai pengkhianat, dan disiksa di penjara paling kelam, Gua Pengasingan Langit, Lin Feng menyaksikan hidupnya hancur berantakan. Bahkan Mei Ling, istri yang dicintainya, dirampas dan dijadikan selir oleh Pangeran Ke-7. Dalam detik-detik terakhir sebelum ajal menjemput, hati Lin Feng dipenuhi amarah dan penyesalan yang mendalam.
"Jika ada kehidupan lain... aku akan membalaskan semuanya!"
Namun, kematian bukanlah akhir baginya. Roda takdir berputar dengan cara yang tak terduga. Jiwa Lin Feng yang penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wee nakk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penculikan
Mereka memutuskan menginap di sebuah penginapan sederhana di Area Kedua Kota Seribu Awan. Meskipun sederhana, harganya cukup mahal untuk ukuran satu malam. Ming Yue sebenarnya ingin memprotes, namun karena ini permintaan ayah mereka, Ming Yue hanya bisa menerima tanpa membantah.
Ming Yue tahu alasan Lin Tao memilih penginapan yang lebih layak. Musim sebelumnya, ladang obatnya gagal panen dan membuat mereka merugi besar. Namun musim ini hasilnya melimpah. Karena itu Lin Tao ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga meskipun hanya hal kecil seperti penginapan.
Mereka memesan satu kamar dengan tiga tempat tidur. Pelayan penginapan itu sangat sopan pada Lin Tao meskipun pakaian Lin Tao jauh lebih sederhana dibanding para tamu lainnya.
“Kamar kalian ada di lantai dua, paling ujung,” ucap pelayan itu sambil memberikan kunci setelah Lin Tao menyerahkan sepuluh koin emas.“Baik, terima kasih.”
Saat mereka berjalan menuju kamar, Lin Feng memikirkan rencana yang ingin ia lakukan malam ini. Awalnya ia ingin bergerak sendirian, namun banyak hal yang perlu diperhitungkan. Dia memutuskan menunggu sampai berada di kamar sebelum berbicara dengan ayahnya.
“Sekarang kalian istirahat dulu. Ayah akan keluar sebentar. Jika kalian ingin makan, pesan saja di lantai satu. Nanti biar ayah yang bayar,” kata Lin Tao sambil membuka pintu kamar.
“Ayah mau ke mana? Jangan bilang ayah mau pergi ke Paviliun Seribu Kelopak lagi? Ingat waktu itu kita diusir,” keluh Ming Yue sambil mengerutkan alisnya. Ia masih kesal karena terakhir kali mereka ke kota ini, Lin Tao mencoba ikut lelang dan justru dipermalukan oleh Klan Han.
Lin Tao tersenyum pahit. “Tidak, ayah tidak ada urusan dengan lelang itu. Lagipula Feng’er sekarang sudah punya jalannya sendiri. Ayah hanya ingin menemui seseorang. Sudah, kalian istirahat saja. Besok pagi kita pulang.”
“Ayah, biar aku ikut. Aku bosan kalau hanya diam di kamar,” ujar Lin Feng.
Namun Lin Tao menggeleng sambil menepuk kepala Lin Feng. “Tidak bisa. Ini bukan urusan anak-anak. Kau fokus kultivasi saja.”
Setelah cukup meyakinkan mereka, Lin Tao pun pergi. Meninggalkan Ming Yue yang mendengus kesal sambil masuk ke kamar.
“Sebenarnya ayah mau bertemu siapa? Kenapa tidak bilang langsung?” gerutu Ming Yue.
Lin Feng diam sejenak. Tadi ia berniat membicarakan rencana menggunakan emasnya sendiri untuk merekrut beberapa kultivator bebas dan membangun usaha kecil agar ayahnya tak perlu bekerja keras lagi. Namun dengan Lin Tao pergi seperti ini, ia tak bisa membicarakannya hanya dengan Ming Yue—kakaknya terlalu emosional dan sering tak berpikir panjang.
“Kak, mau makan apa? Aku ke bawah sebentar,” tanya Lin Feng.
“Apa saja. Aku malas turun. Bawa saja ke sini,” jawab Ming Yue sambil rebahan.
“Baik.” Lin Feng keluar dan menutup pintu.
Sambil berjalan, Lin Feng memikirkan rencana selanjutnya: apakah ia perlu mengikuti ayahnya secara diam-diam? Atau pergi melihat acara lelang di Paviliun Seribu Kelopak? Ia yakin banyak kultivator kuat hadir di sana—termasuk klan besar dari beberapa kota.
Saat mencapai lantai dasar, Lin Feng langsung menyadari kejanggalan. Penginapan yang sebelumnya ramai kini hampir kosong. Hanya ada satu orang duduk di tengah ruangan, sementara pelayan tampak ketakutan.
“Kenapa suasananya seperti ini…?” bisik Lin Feng sambil mencoba membaca kekuatan pria yang duduk itu.
Namun…
“Tidak bisa dibaca?” Lin Feng mengerutkan alis.
Pria itu memiliki pedang panjang di pinggangnya, wajah dingin, dan aura tak bergerak—namun justru itulah yang paling berbahaya.
Lin Feng mendekati pelayan.
“Paman, aku ingin memesan makanan. Tolong antarkan ke kamar kami.” Lin Feng menyerahkan lima koin emas.
Pelayan itu menunduk dalam-dalam sambil berbisik sangat pelan, “Nak… cepat kembali ke kamar. Jangan menatap dia terlalu lama.”
Lin Feng menaikkan alis. “Paman, siapa dia?”
Pelayan itu menelan ludah. “Dia… Qi Tianming. Putra Patriark baru dari Klan Qi. Orang itu… berbahaya dan mudah tersinggung. Jangan dekat-dekat…”
Lin Feng mengangguk. “Klan Qi, ya…”
Tak lama kemudian dua orang lain datang dan duduk di samping Qi Tianming. Gestur mereka penuh kewaspadaan namun juga kesombongan.
Lin Feng duduk agak jauh, pura-pura tidak peduli—padahal pendengarannya menangkap jelas percakapan mereka.
“Tianming, ini waktu terbaik menculik gadis dari Klan Hua itu. Kenapa kau malah duduk di kedai jelek begini?” kata pria bertubuh besar.
“Kau bodoh? Selama dia berada di dalam Paviliun Seribu Kelopak, kita tidak bisa bergerak. Tunggu dia keluar,” jawab Qi Tianming datar.
Lin Feng menunduk sedikit.
“Menculik… gadis?”
Kemudian pria lain berkata pelan, “Ingat, gadis itu sangat cocok dijadikan **Wadah Roh Iblis**. Klan Qi butuh lebih banyak perawan suci untuk meningkatkan kekuatan darah mereka.”
Wadah Roh Iblis.
Itu cukup untuk membuat Lin Feng menegang.
Metode iblis.
Penculikan gadis desa.
Potensi tubuh yang diserap untuk kekuatan gelap.
Semuanya sama dengan apa yang ia hadapi di kehidupan sebelumnya.
“Sepertinya aku menemukan hal menarik…” gumam Lin Feng sambil berdiri.
Namun baru beberapa langkah ia keluar penginapan, ledakan terdengar dari arah atap bangunan lain. Tiga bayangan melesat cepat menembus malam.
“Hm? Ke arah penginapan?” Lin Feng berhenti. Wajahnya langsung pucat.
“Ming Yue!”
Ia bergegas kembali dengan kecepatan tertinggi.
Beberapa bagian bangunan hancur. Pelayan penginapan terduduk ketakutan. Lin Feng melewatinya tanpa bicara, berlari ke kamar—dan mendapati kamar mereka jebol ke arah luar.
“Ming Yue!!!”
Kosong.
Hanya pecahan kayu dan jejak benturan.
Lin Feng mengepalkan tinjunya.
“Berani sekali…”
Ia meninju dinding hingga retak besar terbentuk, lalu melesat mengikuti arah bayangan tadi.
Tiga sosok bergerak cepat di kejauhan—salah satunya membawa seseorang di bahunya.
“Ming Yue,” desis Lin Feng. Aura tajam seperti bilah pedang bergetar di tubuhnya.
Di depan, salah satu penculik melirik ke belakang dan tersenyum sinis.
“Tianming, ada serangga mengikuti kita.”
Qi Tianming berhenti dan berbalik.
“Kau benar. Bocah yang menguping tadi.” Ia melesat ke arah Lin Feng.
Sementara dua orang lainnya membawa Ming Yue pergi.
Lin Feng berhenti. Aura gelap Qi Tianming meledak.
“Jadi kau masih berani mengejar kami, bocah?” suara Qi Tianming rendah.
Lin Feng menatapnya dingin.
“Kau sudah menyentuh keluargaku.”
Dia mengangkat kepala sedikit, mata berubah menjadi tajam seperti pedang surgawi.
“Itu artinya kau sudah memilih mati.”
Qi Tianming menyeringai. “Beraninya kau melawan kultivator iblis kelas at—”
Namun sebelum ia selesai bicara—
Lin Feng menghilang dari pandangan.
Sebuah tekanan seperti gunung menghantam ruang udara.
Teknik Langkah Mistik milik Lin Feng melonjak naik pesat—lebih cepat daripada sebelumnya, seolah kemarahan dan rasa bersalah menjadi bahan bakar bagi tubuhnya.
“Setelah aku menghabisi mu,” suara Lin Feng bergema di udara, “aku akan mengambil kembali kakakku.”
Aura Lin Feng meledak.
di sebelah udah hampir tamat kayaknya iniii
semoga karya ditinggal orang krn gak kompeten fan bertanggung jaeab
menjadikan bingung dengan alur ceritanya