Lari Dari Jerat Presdir

Kath menghela nafasnya saat dokter baru menyuntikan sebuah cairan pada Ethan yang kini tertidur.

"Keajaiban dia bertahan dalam kondisi ini," ucap Dokter prihatin.

"Dosisnya sangat tinggi. Dalam kondisi ini harusnya Tuan Ethan sudah kehilangan kewarasannya jika tidak menyalurkannya. Bahkan dia tahu resikonya bisa merenggut nyawanya sendiri."

Kath menoleh pada Ethan. Ya, pria itu berusaha tetap waras bahkan tak menyentuhnya hanya karena tak ingin memaksa Kath, dan Kath cukup kagum dengan keteguhan Ethan. Saat memasuki kamar mandi Kath melihat Ethan terduduk di lantai dengan air dingin mengucur dari shower dengan tubuh yang menggigil.

Beruntung di saat yang sama Davin muncul bersama dokter hingga mereka langsung membawa Ethan untuk keluar dari kamar mandi.

Sekarang pria itu sudah di tangani, dan tertidur lelap.

"Kalau begitu mari aku antar, Dokter." Davin membuka pintu kamar untuk segera mengantar dokter pulang.

"Tunggu sebentar Tuan Davin." Dokter menatap pada Kath lalu kembali berucap, "Penenang ini mungkin hanya sementara. Kau tetap harus melakukan sesuatu untuk menyalurkan hasratnya."

Kath tertegun. Dokter tersenyum lalu melangkah mengikuti Davin yang sudah ada di depan pintu.

Pintu tertutup dengan bunyi pelan seolah takut mengganggu Ethan yang masih terlelap, meninggalkan Kath yang masih tertegun di tempatnya.

Kath menatap Ethan lalu melangkah mendekat. Melihat pelipis Ethan yang berkeringat Kath segera meraih tisu lalu mengusap dahi pria itu dengan pelan.

Apa sebenarnya yang sedang Ethan buktikan? Mencoba menghargainya? Untuk apa?

Tetap saja apa yang pria itu lakukan tak memberikan kepastian tentang apa statusnya di hati Ethan.

Mata Kath beralih pada jendela yang menunjukan suasana malam. Ingatannya tertuju saat utusan Teresha datang menjemputnya tadi siang.

"Nona Kath, Nyonya Teresha ingin anda menemuinya."

"Aku tidak diizinkan keluar," ucap Kath berusaha menolak. Bagaimana pun Kath enggan berurusan lagi dengan Teresha.

"Itu menjadi urusan saya, Nona." Dengan berat Kath bangkit dan mengikuti asisten Teresha keluar dari penthouse Ethan. Benar saja tak ada yang berani mencegahnya saat keluar dari pintu lalu memasuki lift.

Tiba di rumah besar Teresha Kath hanya mampu menghela nafasnya. Sekarang apa lagi mau Teresha sampai memanggilnya kesana. Kenapa urusan ini tidak ada selesai- selesainya. Rasanya Kath sangat muak.

"Jadi kau kembali?" ucap Teresha dengan nada mengejek. "Bagaimana kau akan mempertanggung jawabkan ini, Kath?"

"Andai aku punya pilihan, aku juga tidak mau kembali Nyonya."

Teresha mendengus pelan. Dia tetap anggun dengan segala keangkuhannya. "Anggap ini karena Ethan. Aku bertanya apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Menurut anda?"

Teresha menyodorkan sebuah foto. "Dia tidak akan berhenti. Tapi mungkin jika kau menikah dia akan mengubah pikirannya."

Kath mengernyit menatap foto seorang pria di depannya. "Menikahlah, Kath. Aku harap setelah ini Ethan akan melupakanmu. Dia pria yang baik. Aku yakin kau akan bahagia."

"Aku bisa menolak?"

Teresha menggeleng. "Lagi pula apa kamu mau merusak rumah tangga Ethan dan Serena?" Kath mendenguskan senyuman lalu mengambil foto tersebut.

"Aku sudah mengatur pertemuan kalian. Temuilah dia, aku yakin dia cocok untukmu."

....

Kembali ke saat ini dimana Kath duduk dengan menghadap Ethan yang terlelap. Suhu tubuhnya mulai turun, namun pria itu mulai terlihat gelisah dalam tidurnya. Mungkin seperti yang dokter katakan efek obatnya masih ada.

Kath menyentuh pipi Ethan. Wajah tampan ini tidak bisa hilang dari hati dan otaknya. Tapi Kath juga tak ingin terus terjebak dalam hubungan tanpa nama ini. Menjerat hatinya dalam lubang kesakitan yang semakin dalam. Benar kata Teresha, Ethan sudah menikah, tidak sepantasnya dia terus bersama Ethan.

Haruskah dia terima perjodohan yang di tawarkan Teresha, agar dia bisa lepas dari Ethan.

Kath mengganti handuk yang dia gunakan untuk mengompres Ethan. Mencelupkannya ke dalam air lalu kembali meletakkannya di dahi Ethan agar suhu tubuh Ethan bisa kembali normal.

Sepanjang malam Kath menjaga Ethan bahkan sampai tertidur di sebelah pria itu.

...

Ethan mengerjapkan matanya. Merasa ada sesuatu di dahinya Ethan mengangkat tangannya untuk mengambil benda tersebut.

Melihat itu sebuah handuk yang basah Ethan segera menoleh dan menemukan Kath. Wanitanya itu tertidur di kursi yang menghadap ke arahnya dengan kepala yang bertumpu di ranjang.

Kath merawatnya semalaman?

Ethan menggerakan tangannya dan mengelus rambut Kath membuat nya terbangun dan menegakkan tubuhnya.

"Kau sudah bangun? Bagaimana kondisimu." Kath segera menyentuh dahi Ethan dan menghela napasnya lega saat suhu tubuh Ethan sudah normal. Untuk memastikannya Kath bahkan menyamakan suhu tubuh Ethan dengan suhu tubuhnya.

"Syukurlah." Kath berdiri dari duduknya hendak pergi, namun Ethan menahannya dengan mencekal lengannya.

"Mau kemana?"

"Aku akan meminta pelayan membuat sarapan untukmu." Kath melihat tangan Ethan yang perlahan terlepas, lalu melanjutkan niatnya saat Ethan benar-benar melepaskannya.

Tak berapa lama Kath sudah kembali. Melihat nampan di tangannya Ethan tersenyum tipis.

"Ayo makan!" Kath meletakan nampan di atas nakas, dan membantu Ethan agar duduk dan bersandar di sandaran ranjang.

"Tanganku lemas." Ethan memberi alasan saat Kath meletakkan meja di kecil di depannya untuk memudahkannya makan.

Kath menatap Ethan sebentar, lalu meraih mangkuk berisi bubur dan mulai menyuapi Ethan.

"Kamu mengkhawatirkan aku?" Melihat Kath menjaganya semalaman Ethan tersenyum senang. Ethan yakin Kath juga memiliki perasaan padanya. Tidak mungkin tidak, bukan?

Kath yang tadinya hanya diam mendongak menatap Ethan. "Seharusnya kamu tidak pulang, jika hanya untuk merepotkan aku."

Ethan berdecak. "Jadi kamu lebih suka aku melakukannya dengan wanita lain?"

Kath mengerutkan dahinya. "Dia istrimu, bukan? Kenapa jadi orang lain. Yang salah adalah kau datang kemari. Karena jelas kita tak memiliki hubungan apapun."

Perkataan Kath membuat senyum Ethan memudar. Tentu saja dia merasa tersindir. Tapi Ethan berjanji akan segera menikahi Kath agar wanita itu tak selalu merasa tak ada hubungan diantara mereka. Toh dia juga sudah menceraikan Serena.

"Aku ingin bertanya. Apa hukumanku sudah selesai?" Kath menghentikan kegiatannya sebentar untuk menatap serius pada Ethan. "Aku ingin keluar."

Ethan menghela nafasnya. "Kamu tahu aku tidak bermaksud begitu, aku hanya—"

"Tidak apa, itu artinya hari ini aku bisa keluar?" Kath bahkan memotong ucapan Ethan.

"Tentu. Kamu ingin kemana?"

"Menemui Luise."

"Dia lagi?"

"Hanya dia temanku." Kath berkata acuh dan kembali menyuapi Ethan, namun pria itu justru menghentikannya.

"Aku sudah kenyang." Kath meletakan sendok di tangannya. Saat akan pergi menyimpan bekas makannya, Ethan segera menghentikan.

"Biar pelayan yang mengambilnya."

Kath mengangguk. "Kalau begitu aku mau mandi dulu."

Kath baru saja memasuki kamar mandi saat pelayan datang dan mengambil bekas makan Ethan.

"Ada yang mau kau bicarakan padaku?" tanya Ethan saat pelayan itu hendak mengambil bekas makannya.

Pelayan itu menunduk dengan tangan yang bergetar.

"Kemarin Asisten Nyonya datang dan mengajak Nona Kath keluar untuk menemui Nyonya, Tuan."

Mata Ethan menajam terakhir kali saat Kath menemui Teresha wanita itu hilang bahkan membutuhkan satu tahun untuk menemukannya. Kali ini apa lagi yang Ibunya itu inginkan?

Tentu saja kali ini Ethan tidak akan membiarkannya.

....

#pray for Sumatera

Semoga semuanya lekas membaik🤲