Ini adalah kisah Si pemeran antagonis di dalam sebuah novel. Wanita dengan sifat keras hati, kejam, dan tidak pernah peduli pada apapun selama itu bukan tentang dirinya sendiri.
Seperti pemeran antagonis dalam sebuah cerita pada umumnya, dia ada hanya untuk mengganggu Si protagonis.
Tujuan hidupnya hanya untuk mengambil semua yang dimiliki Si protagonis wanita, harta, karir, kasih sayang keluarganya, bahkan cinta dari protagonis pria pun, ingin ia rebut demi misi balas dendamnya.
"Aku akan mengambil semua yang Karina dan Ibunya miliki. Aku akan membuat mereka menanggung karma atas dosa yang meraka perbuat pada Ibuku!" ~ Roselina ~
"Apa yang kau lakukan itu, justru membuat mu mengulang kisah Ibu mu sendiri!" ~ Arsen ~
"Ternyata, laki-laki yang katanya pintar akan menjadi bodoh kalau sudah berpikir menggunakan perasaannya, bukan otaknya!" ~ Roselina ~
Akankah Roselina Si wanita yang tak percaya dengan yang namanya cinta itu akan berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa harus kau yang dia ambil?
"Jangan sedih, masih ada lain waktu untuk merayakan pesta untuk Ibu dan Ayah mu!" Lidya mengusap punggung Karin yang sejak tadi terus bersedih.
"Iya Bibi" Karin mengulas senyumnya dengan sangat terpaksa karena rasanya begitu berat.
"Maafkan Rose, lagipula memang salah kita karena sejak awal tidak ada yang memberitahunya!" Kata Grace membuat Lidya heran karena Kakaknya itu ikut membela Rose.
"Tapi Kak.."
"Benar apa kata Bibi Grace, tapi ini juga salahku karena aku yang meminta Arsen untuk menjaga Kakak supaya tidak berulah. Aku minta maaf Ayah!" Karin tidak berani menatap Ayahnya.
"Sudah tidak usah dibahas lagi. Rose juga sudah kembali, nanti biar Ayah yang bicara padanya!"
"Tapi Karin, apa kamu tidak merasa kalau sekarang Arsen mulai aneh. Dia terlihat mulai perhatian pada Rose. Dia semalaman mencari Rose dan tadi juga membelanya. Bukankah dia mencintaimu dan menikahi Rose hanya karena terpaksa!"
"Lidya! Jaga ucapan mu! Jangan menjadi provokator antara Karin dan Rose, mereka berdua itu keponakan mu! Kalau memang Arsen mencari Rose sejak semalam dan dia membala Rose, itu adalah hal yang wajar karena Rose adalah istrinya. Masalah dia mencintai Karin, itu dulu sebelum Arsen menikahi Rose. Sekarang mereka sudah menikah, pastinya Arsen mencoba untuk menerima Rose menjadi istrinya!" Tegur Leo dengan keras pada adik bungsunya itu.
"Kak, Rose itu.."
"Hentikan Bibi!" Ethan berdiri menghentikan ucapan Bibinya itu.
"Aku muak sekali mendengar masalah ini terus-menerus sejak dulu. Dia seperti itu tentu saja ada sebabnya, tapi kenapa kalian selalu saja menyalahkannya!"
"Ethan!" Grace terheran karena putranya yang biasanya diam kini berani bersuara dengan lantang memela Rose.
"Ibu, kapan kita akan keluar dari rumah ini? Aku sudah muak sekali berada di rumah yang seperti neraka ini!" Ethan menatap Ibunya.
"Kalau kau mau menikah, kita akan keluar dari rumah ini!" Tantang Grace pada Ethan yang selama ini tidak pernah mau dekat dengan wanita meski Grace telah mengenalkannya pada anak-anak dari sahabatnya.
"Baiklah aku akan menikah, tapi aku ingin kita keluar dari rumah ini secepatnya!"
"Benarkah?" Terlihat sekali binar bahagia dari wajah Grace karena harapannya terkabul juga.
"Hmm" Angguk Entah dengan malas.
"Ethan, kalau kau mau menikah, kau tidak harus keluar dari rumah ini. Kalian masih bisa tinggal di sini!" Kata Leo.
"Tidak Paman, kami sebenrnya sangat mampu untuk tinggal sendiri meski nanti tidak di tempat yang sebesar ini. Tapi entah apa yang membuat Ibu bertahan di sini selama ini!" Ethan terutama teringat ucapan Rose waktu itu. Dia tidak ingin dianggap benalu oleh sepupunya itu.
Lagipula kalau dia sudah menikah, dia juga akan memiliki rumah sendiri. Dia ikut tinggal di sana selama ini semata-mata karena Ibunya yang memaksa.
"Mungkin benar apa kata Ethan Kak, sudah waktunya aku pergi dari sini!"
"Kak!" Lidya tak rela Grace pergi meninggalkannya.
"Lidya, kita sebenrnya sudah terlalu lama tinggal di sini padahal kita sudah berkeluarga. Aku tidak memaksa mu untuk melakukan hal yang sama, tapi alangkah baiknya kalau memang kita punya tempat tinggal sendiri!" Lidya pun mengangguk menyetujui ucapan Grace.
"Baiklah kalau itu mau mu Grace, aku. tidak bisa melarang lagi. Tapi aku akan carikan tempat tinggal untuk mu karena aku tetaplah Kakakmu yang bertanggung jawab atas dirimu sesuai dengan pesan Ayah dulu!"
"Baiklah Kak, terima kasih banyak!"
Beralih ke kamar Rose dan Arsen, sekarang Arsen sudah selesai mandi dan kini terlihat lebih segar. Rambutnya yang setengah basah dan tampak berantakan itu justru membuat dirinya semakin tampan.
"Kau mandilah dulu, aku akan ke bawah mengambil makanan. Kau pasti lapar kan?"
"Tidak juga!" Jawab Rose acuh.
"Ini sudah malam, dan kau sejak tadi belum makan apapun, aku pun sama. Kita makan di sini saja biar aku minta Bi Neti menyiapkannya!"
Bukannya berterima kasih karena perhatian dari Arsen, Rose justru menatap Arsen dengan keheranan.
"Kenapa?" Tanya Arsen tang bingung dengan tatapan Rose.
"Apa kepalamu terbentur? Kenapa sikap mu jadi aneh seperti ini?"
"Aneh bagaimana?"
"Lucu saja melihat mu baik padaku!"
"Ck, aku baik salah. Aku banyak menuntut juga salah. Kau menang aneh!" Setelah itu Arsen meninggalkan kamar Rose untuk mengambil makanan tanpa peduli dengan apa yang Rose katakan padanya.
"Bisa kita bicara?"
Arsen cukup terperanjat karena dia tidak menyadari kalau ternyata Karin berasa di depan kamar Rose.
"Kita ke sana saja!" Karin berjalan lebih dulu menuju balkon.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Arsen yang sudah berada di belakang Karin.
"Aku minta maaf kalau permintaanku kemarin ternyata menyulitkanmu sampai membuat Kakak pergi. Aku juga tidak menyangka kalau jadinya akan seperti ini dan justru menggagalkan acara kemarin!"
"Tidak papa, itu memang salahku karena mencurigai Rose akan melakukan sesuatu untuk menghancurkan pesta kalian"
Karin tampak membuang nafasnya dengan berat. Dia menatap mantan Kekasihnya yang kini sudah menjadi suami dari Kakaknya.
Tapi dia tak bisa menatap wajah tampan Arsen berlama-lama, karena hatinya tentu saja tak sekuat itu. Dia lekas memalingkan wajahnya dan mendekat pada pagar besi pembatas balkon. Dia melipat kedua tangannya di sana sembari menatap langit dengan taburan bintang yang tak terhitung jumlahnya.
"Aku senang sekarang hubungan mu dengan Kakak semakin membaik!" Karin masih mendongak menatap langit malam yang begitu cerah.
"Karin, aku tidak bermaksud untuk..."
"Tidak papa Arsen, aku mengerti. Apa yang kau lakukan sudah bagus. Kau memang harus memulai kehidupan yang baru bersama Kakak. Lupakan masa lalu kita walau terkadang rasanya begitu sulit bagiku" Karin menunduk dengan dalam karena air matanya tak terbendung lagi. Rasanya sakit dan perih melihat pria yang ia cintai mulai perhatian pada wanita lain.
"Maaf karena aku membuatmu bingung dengan sikapku. Aku sudah merelakanmu untuk menikah dengan Kakak, tapi terkadang aku merasakan sakit dan juga iri. Kenapa harus dia yang mendapatkan semuanya. Semuanya telah dia ambil dariku dan aku tidak peduli dengan itu semua. Tapi kenapa dia juga harus mengambil mu dariku? Kenapa dia tidak menyisakan satu saja yang aku inginkan? Kenapa?" Karin tak bisa lagi menahan perasaannya setelah satu minggu ini dia memendamnya sendiri.
"Maafkan aku Karin" Arsen tak tega melihat Karin menangis tersedu-sedu seperti itu.
"Aku menikah dengan ya demi kebaikanmu juga!" Lanjut Arsen.
"Kebaikan apa Arsen? Kau justru ikut menghancurkanku!" Karin menatap Arsen dengan nanar.
Arsen hanya diam, dia tak mungkin mengatakan apa ancaman yang Rose berikan kepadanya waktu itu.
"Aku minta maaf" Hanya itu yang bisa Arsen katakan untuk Karin.
Tanpa mereka sadari, sejak tadi Rose mendengar semuanya. Bukan marah, bukan cemburu yang ia rasakan saat ini. Dia justru merasa senang melihat adiknya menangis seperti itu. Senyum penuh kemenangan tanpa rasa kasihan sedikit pun, terlihat mengembang dibibirnya saat ini.
blm sadarkahhh????!!