Mengetahui suaminya telah menikah lagi dan mempunyai seorang anak dari perempuan lain, adalah sebuah kehancuran bagi Yumna yang sedang hamil. Namun, seolah takdir terus mengujinya, anak dalam kandungannya pun ikut pergi meninggalkannya.
Yumna hampir gila, hampir tidak punya lagi semangat hidup dan hampir mengakhiri hidupnya yang seolah tidak ada artinya.
Namun, Yumna sadar dia harus bangkit dan hidup tetap harus berjalan. Dia harus menunjukan jika dia bisa hidup lebih baik pada orang-orang yang menyakitinya. Hingga Yumna bertemu dengan pria bernama Davin yang menjadi atasannya, pria dengan sebutan sang cassanova. Yumna harus bersabar menghadapi bos yang seperti itu.
Davin, hanya seorang pria yang terlanjur nyaman dengan dunia malam. Dunia yang membuatnya tidak terikat, hanya menikmati semalam dan bayar, lalu pergi tanpa keterikatan. Namun, setelah hadir Sekretaris baru yang cukup ketat karena perintah ayahnya, dia mulai memandang dunia dengan cara berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendekatinya Dengan Perlahan
Hahaha... Suara tawa itu pecah memenuhi ruangan, Davin merasa lucu dengan ekspresi terkejut Yumna barusan. Wajah yang memerah dan bola mata yang melebar, seperti ingin keluar dari tempatnya.
"Apasih Pak, jangan terus bercanda dan mengerjai saya ya. Sudah tahu 'kan kalau saya pernah gagal menikah, jadi untuk memulai kembali sebuah pernikahan, rasanya ... belum siap"
"Ya aku paham perasaanmu, tapi kalaupun kau sudah siap menikah lagi dengan orang lain, aku tidak akan izinkan!" tekan Davin di akhir kalimatnya.
Yumna mengerutkan keningnya bingung, kenapa juga Davin harus tidak mengizinkan? Sementara dia juga bukan orang tua atau saudaranya yang berhak mengatur hidup dan pilihan Yumna.
"Kenapa juga anda tidak mengizinkan? Itu 'kan kehidupan saya"
"Pokoknya jika sampai kau ingin menikah lagi dengan laki-laki lain, aku tidak akan mengizinkan!"
Yumna hanya menghela napas dengan kebingungan, tapi sepertinya Davin juga tidak ingin menjelaskan kenapa dia mengatakan itu. Membuat Yumna diam saja dan memilih untuk tidak memperpanjang percakapan ini.
"Kalau anda, memangnya tidak mau menikah dan membangun pernikahan yang bahagia? Apa tidak mau punya anak?" tanya Yumna, mengingat malam itu Davin terlihat cukup bisa menghandel anak-anak seperti Alvino. "Sepertinya anda juga suka anak kecil, buktinya keponakan anda saja mau tidur dengan anda malam itu. Eh, tapi bagaimana jika ada salah satu wanita yang anda tiduri dan mereka hamil anak anda, Pak?"
"Tidak mungkin, aku selalu bermain aman. Dan semuanya sudah menjadi kesepakatan, jika setelah aku membayar maka sudah tidak ada keterikatan apapun lagi diantara kami. Dan perlu kau tahu, meski aku adalah pria yang bereng*sek. Tapi, untuk melahirkan anakku nanti, aku juga ingin dia terlahir dari wanita yang baik dan aku cintai"
Yumna mengangguk paham, mungkin semua pria yang pernah nakal dan memasuki pergaulan bebas, akan ada yang berpikiran sama seperti Davin. Meski mereka adalah pria yang nakal.
"Semoga saja anda mendapatkan jodoh anda nanti yang akan melahirkan anak-anak anda ya, Pak"
Davin menatap Yumna dengan lekat, tatapan yang tidak dapat di artikan. Namun ada sekilas senyuman tipis di wajahnya. "Sudah aku bilang, memangnya kau sudah siap menikah lagi? Sampai terus memintaku untuk menikah"
"Loh, apa hubungannya dengan saya Pak? Kalau anda menikah pun, saya akan tetap jadi sekretaris anda"
"Tentu ada hubungannya, karena ketika aku menikah, maka kau akan berhenti jadi sekretarisku"
*
Yumna kembali ke Apartemennya setelah hari hampir larut. Berjalan gontai dengan pikiran sedikit melayang dengan lamunan. Ucapan Davin masih cukup membingungkan bagi Yumna.
"Apa dia akan memecatku jika dia sudah menikah ya? Ah, tapi tidak mungkin. Memangnya apa hubungannya denganku kalaupun dia menikah?" Ucapan Davin masih mengganggu pikirannya, karena Yumna mulai nyaman dengan pekerjaan ini dan dia tidak mau susah mencari pekerjaan baru jika di pecat oleh Davin. "Apa mungkin karena nanti calon istrinya akan cemburu ya karena sekretaris Pak Davin adalah perempuan yang sudah pernah menikah. Ya, itu bisa jadi"
Yumna pergi ke kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Hembusan napas panjang dan kasar terdengar, masih terngiang dalam ingatannya ucapan Davin tadi, membuat rasa kantuk bahkan menghilang.
"Kalau sampai dia menemukan jodohnya dan menikah, maka aku juga harus sia-siap mencari pekerjaan baru"
Mencari pekerjaan adalah hal yang sulit di jaman sekarang ini. Meski sudah mempunyai pengalaman sekalipun. Dan Yumna jadi kepikiran jika dirinya mungkin harus mencari pekerjaan baru jika Bosnya menikah nanti, karena ucapan Davin tadi.
Pagi ini Yumna sudah berada di depan pintu Apartemen Davin. Meski semalam sempat tidak bisa tidur karena terus kepikiran ucapan Davin, tapi akhirnya dia bisa terlelap juga. Meski tidak cukup waktu untuk tidur.
"Kenapa wajahmu? Lesu sekali, kau tidak tidur dengan benar semalam?" tanya Davin saat mereka memasuki lift.
Yumna menghembuskan napas panjang, wajahnya cemberut karena jika boleh menyalahkan, dia seperti ini karena ucapan Davin juga semalam.
"Semalam memang agak sulit tidur"
"Apa yang kau pikirkan? Tentang mantan suamimu? Aku sudah mengurusnya, hanya tinggal menunggu hasilnya saja"
Yumna langsung menggeleng, karena bukan itu yang membuatnya sulit tidur semalam. "Tidak. Untuk apa aku memikirkannya juga, kan sudah menyerahkan semuanya pada Pak Davin. Jadi aku tidak memikirkannya lagi"
Davin menoleh dan menatap Yumna dengan lekat. Lalu tangannya terangkat mengelus rambutnya yang hari ini di biarkan tergerai. "Baguslah, karena aku tidak suka kau terus memikirkan pria sialan itu. Lebih baik kau fokus pada pekerjaanmu saja"
Yuman memegang dadanya tanpa sadar, detak jantung lebih cepat dari biasanya ketika Davin mengelus kepalanya. Sikap pria ini benar-benar sering sekali membuat Yumna terkejut. Tidak pernah bisa di tebak Davin akan bersikap seperti apa setiap harinya.
"Ya, saya akan tetap fokus pada pekerjaan" ucap Yumna dengan sedikit menggeser tubuhnya agar tangan Davin terlepas dari atas kepalanya, karena itu hanya membuatnya semakin gugup saja.
*
Tadi malam setelah Yumna kembali ke Apartemennya, Davin duduk merenung di balkon dengan sebatang rokok yang dia hisap. Di sampingnya ada ponsel yang terhubung dengan nomor Byan.
"Jadi kau sudah memikirkannya? Dan perasaanmu itu sudah jelasi, Dav" Suara Byan terdengar di balik telepon.
Davin melirik sekilas pada ponsel, lalu kembali menyesap rokoknya dan menghembuskan asap ke udara malam yang dingin. Kepulan asap perlahan memudar di udara, sebelum menghilang tanpa jejak.
"Dia adalah orang pertama yang berhasil menghentikan dunia malamku, Yan. Dan perlahan aku sadar, jika mungkin ini bukan hanya tentang dia sekretarisku saja. Tapi, dalam waktu dua bulan, apa bisa secepat itu perasaan tumbuh?"
"Sejatinya hatimu yang sudah lama kosong dan tertutup, perlahan terbuka kembali dan terisi dengan sosok baru yang membuatmu nyaman. Tidak ada waktu batasan untuk seseorang jatuh cinta ... lagi. Karena bahkan ada orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, meski dirasa tidak masuk akal, tapi itu sering terjadi"
"Tapi, aku rasa dia masih belum bisa melepaskan trauma masa lalunya. Kegagalan dalam pernikahan pertamanya, membuat dia sulit untuk percaya lagi akan cinta baru dari pria yang baru. Itu yang membuatku menahan diri sekarang. Padahal asal kau tahu, melihat bibirnya saja, aku sudah ingin menciumnya"
"Haha... Baru kali ini aku mendengar keluh kesah seorang Davin yang bahkan bisa menahan diri dari gairahnya sendiri. Sungguh sebuah keajaiban"
Davin menghembuskan kepulan asap terakhir, lalu membuang putung rokoknya dan menginjaknya dengan sandal rumah. Dia mengambil ponselnya, mematikan loudspeaker lalu menempelkan ponsel di telinga kirinya sambil berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Asal kau tahu, untuk wanita yang aku cintai, aku bisa menghargainya dan aku bisa menahan diri. Bahkan dengan Farah saja, aku tidak pernah merusaknya, karena apa? Karena aku mencintainya"
"Ya aku tahu itu, sekarang perlahan saja kau dekati dia dan berikan kenyamanan untuknya. Setelah dia mulai membuka hati, maka kau bisa langsung mengungkapkan perasaanmu"
Davin duduk di sofa, terdiam memikirkan tentang ucapan Byan yang ada benarnya juga. "Sepertinya memang harus seperti itu. Mendekatinya dengan perlahan"
Bersambung