Galexia Ranendra, gadis bebas, bar bar, seenaknya, tidak mau di kekang oleh aturan apa pun, terpaksa di persatukan dengan banyak aturan bersama seorang pria yang bernama Pradivta Agas. Pria yang di pilihkan oleh kedua orang tuanya untuk menjadi partner hidup tanpa persetujuan darinya.
Bahkan Galexia tidak tahu dengan jelas siapa pria berwajah manis dan berkulit bersih yang selalu berusaha menarik perhatiannya.
Lalu bagaimana setelah Galexia tahu kalau Pradivta adalah pria penjual es doger yang sudah membuatnya kesal karena merasa di PHP? Dan artinya Pradivta adalah seorang Intel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memburu Monyet Liar
Pradivta terengah, pria itu berlari memasuki gedung rumah sakit. Wajahnya terlihat tegang dan sangat khawatir, dia bahkan beberapa kali menabrak orang yang di lewati nya karena kurang konsentrasi.
Beberapa belas menit yang lalu dirinya mendapat kabar kalau sang Eyang dilarikan ke rumah sakit karena tidak sadarkan diri, dan pemicunya adalah penjambretan.
Pradivta mengumpat didalam hatinya, dia menyesal karena menolak ajakan sang Eyang untuk ikut, mungkin kalau dirinya menurut dan mengikuti ajakan beliau kejadian ini tidak akan terjadi.
"Permisi Sus, apa ada pasien yang bernama Sari Maharani. Usianya sekitar 70 tahun, terluka karena di jambret!"
Tidak peduli meja resepsionis sedikit ramai, Pradivta segera menyela dan menanyakan sang Eyang. Dia sudah tidak sabar untuk segera mengetahui keadaan wanita tua kesayangannya tersebut.
"Sebentar ya Mas, saya cari dulu,"
Suster itu terlihat sibuk mengotak atik keyboard komputernya. Kedua matanya menatap serius pada layar, membaca satu persatu nama pasien yang baru saja datang hari ini.
"Pasien ada di kamar Piony VIP lantai 3, silahkan-,"
"Terimakasih!" Pradivta memotong cepat, dia segera berlari kecil menuju lift yang akan membawanya ke lantai tiga gedung rumah sakit ini. Detak jantungnya kian menggila, napasnya masih terengah walaupun tidak se dahsyat tadi.
Kesabaran Pradivta mulai menipis saat lift terasa bergerak pelan dan tidak kunjung sampai, rasanya waktu beberapa detik yang dia lewati terasa menjadi lebih lama. Dan hingga saat lift sampai di lantai yang dia tuju, Pradivta segera keluar dan berjalan cepat menyusuri lorong untuk mencari ruang rawat sang Eyang.
Cukup lama dirinya mencari, kedua matanya tidak hentinya bergerak menyusuri setiap pintu ruang rawat inap yang dilewatinya. Hingga akhirnya ruang Piony VIP Pradivta temukan dan tanpa permisi dia segera meraih handle pintu, berbarengan dengan terbukanya pintu ruangan dari arah dalam.
Gerakan tangan Pradivta terhenti, begitu pula dengan orang yang hendak keluar dari sana. Keduanya saling tatap, dahi Pradivta mengernyit kala melihat gadis yang pergi bersama Eyang Sari terlihat sendu, tidak seperti biasanya.
Apakah sang Eyang mengalami luka parah?
Dengan cepat Pradivta menarik lengan gadisnya dan kembali membawanya masuk kedalam. Pria berkaos abu abu itu menelan salivanya susah payah saat melihat seseorang terbaring lemah di atas hospital bad, dengan bantuan selang oksigen di hidungnya.
Tidak lupa jarum infus yang terpasang di tangan kirinya. Kedua matanya terpejam, ada perban putih menempel di kepala dan juga di telapak tangan kanannya.
Dengan cepat Pradivta mendekat pada Eyang Sari tanpa mau melepaskan pegangannya pada lengan sang gadis, pria itu menatap khawatir pada wanita tua malang di hadapannya.
"Eyang," panggilnya pelan.
Pradivta kian mendekat, pria itu perlahan melepaskan pegangannya dan mendudukkan diri di tepi tempat tidur. Kedua tangannya meraih tangan terbalut perban milik sang Eyang, mengecupnya dalam dan lama lalu meletakkannya di salah satu pipinya.
"Maaf, kalau Divta ikut pasti Eyang-,"
"Maaf, gue enggak bisa jaga Eyang."
Gadis yang ada di belakang tubuhnya menyela cepat. Sang gadis terlihat menunduk. Kali ini dia benar benar merasa bersalah karena tidak bisa memberikan balasan pada kedua orang maling sialan yang membuat calon Eyang mertuanya kesakitan.
"Harusnya gue enggak ngejar tuh maling, tapi mentingin Eyang bukan ninggalin-,"
"Bukan salah siapa siapa. Aku masih bersyukur kamu juga enggak celaka seperti Eyang." Pradivta menyela, pria itu bangkit dan memutar tubuhnya agar berhadapan langsung dengan calon istrinya. Pradivta tidak suka melihat kegelisahan di mata Galexia, apa lagi kekhawatiran yang tengah gadis itu tunjukan sekarang.
Pradivta lebih suka melihat wajah judes sekaligus sexynya, dari pada melihat ekspresi sialan yang semakin membuat tangannya gatal ingin segera menyeret para jambret yang sudah membuat orang kesayangannya seperti ini.
"Tolong jaga Eyang sebentar, aku mau keluar dulu!"
Pradivta tanpa ragu dan sungkan meraih salah satu tangan Galexia dan menggenggamnya, dia membawa sang gadis mendekat ke arah tempat tidur dan mendudukkannya di kursi berdekatan dengan tempat tidur Eyang Sari.
"Lo mau kemana?" tanyanya.
"Aku mau ketemu sama dokter. Tetap disini, jangan kemana mana sampai aku kembali!" titahnya lagi.
Galexia yang memang saat ini merasa lelah setelah gagal melakukan pengejaran terhadap para jambret banci itu hanya mengangguk patuh. Jujur saat ini kedua kakinya terasa berdenyut dan sedikit lecet- kalau saja dirinya berhasil mengejar dan menyeret para maling itu mungkin saat ini rasa sakitnya akan terbayar.
Sialan, larinya kalah cepat dengan motor RX King yang di pakai mereka.
Galexia masih kesal dibuatnya, saking kesalnya dia tidak menyadari dan merasakan kalau saat ini Pradivta tengah mengelus rambutnya yang sedikit berantakan.
"Bagus, gadis pintar." gumam Pradivta.
Pria itu menipiskan bibirnya, dan reflek memberikan satu kecupan kecil di pucuk kepala Galexia sebelum dia berbalik dan keluar dari ruang rawat Eyang nya. Senyuman tipisnya masih mengembang, namun saat tiba di luar ruangan senyuman itu perlahan surut berganti dengan raut wajah serius dan penuh perhitungan.
Dia menekan sesuatu yang terpasang di leher bagian belakang hingga telinganya. Benda kecil yang tidak terlihat oleh mata telanjang, karena warna serta bentuknya menyerupai warna kulit penggunanya.
"Izinkan aku memburu dua ekor monyet liar di kawasan hutan buatan sebelas derajat dari arah balai kota." cetus nya sebelum Pradivta mematikan benda itu dan kembali berjalan cepat menuju lift.
Hari ini juga dia harus mendapatkan kedua buruannya!
SABAR MAS, JAN MAEN KECUP AJA ANAK GADIS ORANG🙈🙈
lanjut ke Tiger ugerrrr 😁😁😁
Bagus ceritanya buat aq senyum" sendiri di dukung dg visual tmbah keren skaleeee👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻