Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Hari sudah malam ketika Selena tiba dirumah papa Riza. Setelah memasukkan mobilnya kedalam garasi, Selena segera masuk kedalam rumah.
Begitu pintu dibuka, suasana di dalam terasa hangat menyambutnya. Televisi di ruang keluarga menyala pelan dengan suara volume rendah dan Papa Riza tampak duduk dikursi sofa panjang sambil membaca berkas dengan kacamata bening yang bertengger dihidung mancungnya. Kebiasaan yang tidak pernah benar-benar hilang meski masa pensiun nya sebagai diplomatik negara hampir semakin dekat. Dan, mungkin setelah ini beliau hanya akan sibuk mengurus bisnisnya.
“Selena sudah pulang?” suara Mama Jana muncul lebih dulu dari arah dapur. Wanita itu keluar sambil membawa secangkir teh hangat. “Kelihatan capek banget”
Selena tersenyum kecil berjalan mendekati papa Riza lalu duduk disamping pria itu dan meletakkan tasnya di sofa. “Lumayan, Ma. Hari ini toko ramai banget.”
Papa Riza menurunkan kacamatanya sedikit. “Besok jangan lupa sarapan dulu sebelum ke toko, Sel. Kamu itu kalau udah sibuk sering lupa makan.” Nada suaranya tegas, tapi sorot matanya tetap lembut.
Selena hanya mengangguk sebagai balasan seraya menyandarkan punggungnya disandaran kursi sofa. Matanya melirik kearah meja yang ada didepan papa Riza, terlihat ada beberapa map terbuka. “Papa masih ngurus kerjaan? Bukannya tinggal tunggu serah jabatan?”tanya nya keheranan.
Papa Riza menghela nafas pelan lalu melepas kacamatanya dan meletakkannya diatas meja kaca itu. “Namanya juga mau pamit dari dunia politik, Sel. Banyak yang harus dibereskan dulu. Papa gak mau ninggalin masalah untuk orang berikutnya.”
Kemudian, Mama Jana ikut duduk lalu menyerahkan secangkir teh hangat untuk Selena. “Papa kamu itu, mau pensiun pun tetap bawa kerjaan ke rumah, Sel.”Ucapnya diiringi tawa renyah.
Selena yang mendengar itu juga ikut tertawa kecil. Sedangkan, papa Riza hanya mengulas senyum tipis sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Gurauan yang dilontarkan mama Jana selalu bisa membuat ruang keluarga terasa hangat lagi. Tapi di tengah suasana itu, tiba-tiba Selena teringat sesuatu. Semua barang-barangnya yang ada di rumah lama masih belum ia ambil. Dan minggu depan adalah sidang perdananya dengan Erlan.
Selena menarik nafas panjang lalu menegakkan kembali tubuhnya.
"Ma, sepertinya besok aku harus ambil beberapa barangku di rumah itu,” ucap Selena pelan, menatap Mama Jana dan papa Riza bergantian.
"Mau mama temani Sel?" ujar Mama Jana
Selena menggeleng. “Gak usah, Ma. Aku bisa sendiri.”
"Ya sudah kalau begitu, kalau ada apa-apa langsung hubungi mama atau papa". Kata Mama Jana
"Iya ma, kalau begitu Selena masuk dulu ke kamar". Ucap Selena seraya menyambar tas nya disofa lalu beranjak dari duduknya.
Mama Jana mengangguk,"Hmm.. Istirahatlah".
Sedangkan, papa Riza hanya berdehem dan mengangguk pelan. Setelah itu, Selena bergegas melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.
.
Sesampainya dikamar, Selena menutup pintunya pelan lalu berjalan mendekati ranjang dan langsung begitu saja menjatuhkan tubuhnya diatas kasur dengan posisi telentang. Sejenak Selena memejamkan kedua matanya mencoba meredakan isi kepalanya yang sejujurnya sedari tadi terasa berisik sekali pasca mendapat telepon dari pengacaranya soal jadwal persidangannya dengan Erlan.
Setelah dirasa sedikit mereda, Selena membuka kedua matanya lalu menegakkan tubuhnya dan duduk ditepian tempat tidur. Tangannya menyambar tas lalu mengeluarkan ponselnya.
Terlihat ada pesan masuk dari Lily yang menanyakan keberadaannya dan juga dari Dina yang mengirimkan laporan harian. Tapi, ada salah satu notifikasi email yang membuatnya seketika terhenti sejenak di depan layar ponselnya. Notifikasi itu email dari Bu Ratna, pengacaranya. Dengan jari sedikit gemetar, Selena membuka email tersebut dan membaca isinya.
“Surat Panggilan Sidang – Jumat, 09.00 WIB.”
tepat seperti yang dijanjikan wanita itu tadi pagi saat ditelepon.
Didalam isi email itu hanya ada penjelasan singkat dan satu file lampiran.
“Selena, ini surat panggilan sidangnya. Pastikan kamu datang sedikit lebih awal, biar kita bisa masuk bareng. Kalau ada yang mau kamu tanyakan, kabari saya.”
Itu isi pesan chat yang diselipkan oleh Bu Ratna dibagian bawah file lampiran.
Setelah membaca pesan singkat itu, tak ada ekspresi apapun yang Selena rasakan. Hanya terdengar helaan nafas yang berkali-kali Selena hembuskan. Sudah tak ada lagi tangisan air mata ataupun ekspresi sendu yang berlarut-larut.
Ya, Selena sudah mengikhlaskan perpisahannya dengan Erlan. Ia tidak ingin lagi menghabiskan energi untuk memikirkan masa lalu yang hanya membuatnya lelah. Semuanya sudah ia atur dalam kepala hanya bagaimana ia akan menghadapi sidang, bagaimana kembali kerutinitas biasanya mengurus toko kue dan café, serta bagaimana melanjutkan hidupnya tanpa tergantung pada kenangan yang menyakitkan.
Selena menarik napas panjang, lalu bergumam pelan untuk dirinya sendiri, “Oke, Sel… fokus ke depan. Masa lalu biar jadi pelajaran, bukan beban.." ucapnya seolah menyemangati diri sendiri.
Setelah itu, ia kembali berkata“Aku pantas bahagia, tanpa harus selalu memikirkan Erlan lagi...", kemudian Selena menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia meletakkan ponselnya diatas nakas lalu berdiri dari duduknya dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
.
.
Keesokan harinya, Selena sudah berada di cafe. Suasana cafe pagi itu terasa lebih tenang dibandingkan keramaian toko kue kemarin. Ia membantu para barista menata meja-meja, mengecek persediaan minuman, dan memastikan setiap sudut cafe rapi sebelum pelanggan mulai berdatangan.
Lily yang baru saja datang sontak mengerutkan dahinya dan berjalan menghampiri Selena.
"Sel..." panggilnya pelan
Selena berbalik badan menghadap kearah Lily. "Oh hai Ly". Sapa nya sambil melempar senyum hangat
"Tumben udah disini? Gak ke toko dulu?" tanya Lily keheranan seraya menarik kursi untuk duduk .
Selena tak langsung menjawabnya, ia ikut menarik kursi dan duduk bersebrangan dengan Lily.
"Ke toko kue nya nanti aja, hari ini mau cek kondisi cafe lebih awal". Jawab Selena santai
Mendengar itu, Lily mengangguk-anggukkan kepalanya paham.
"Oh iya Sel, aku dengar toko lagi banyak orderan dari rumah sakit Mentari Medika ya ? Itu bukannya rumah sakit...."
Selena mengangguk sambil mengulas senyum tipis. "Iya itu tempat kerja mas Erlan, Ly"
"Jadi kalo kamu ikut nganter orderan kue-kue nya kesana nanti ketemu sama dia dong". Ujar Lily khawatir, tapi Selena justru kembali mengulas senyumnya.
"Itu dulu Ly, sekarang mas Erlan sudah dipindah tugaskan dirumah sakit Sabda Husada". Sahut Selena
"Syukurlah kalau begitu. Oh ya apa Bu Ratna sudah memberitahu mu kapan jadwal sidang nya ?" tanya Lily
Selena mengangguk, "Minggu depan".
Hening sejenak. Lily tak lagi menyahut ucapan Selena. Tapi, tiba-tiba saja ucapan yang dilontarkan Selena membuat Lily kembali mengernyitkan dahinya.
"Ly, nanti tolong temani aku ambil barang-barang ku yang ada dirumah mas Erlan". Pinta Selena
"Kamu yakin mau kesana, Sel?" tanya Lily dengan ragu-ragu
Selena mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya Ly, setelah berpisah aku tidak ingin meninggalkan sisa apapun yang ada disana. Meskipun hanya sebingkai foto. Aku hanya ingin jika semua selesai, ya sudah selesai sampai ke akar-akarnya tanpa ada yang bisa ditumbuhkan lagi".
Lily yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas pelan sambil menganggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu, nanti aku temani kamu ambil barang-barang disana Sel".
"Makasih ya Ly".
"Sama-sama Sel"
.
.
.
Jangan lupa dukungannya! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang