Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Pil Penempa Tubuh
Pagi itu matahari baru saja naik, sinarnya lembut menembus celah dinding bambu rumah Jiang Shen. Suasana tenang, hanya terdengar suara ayam berkokok dari kejauhan. Jiang Shen duduk di depan rumah sambil memperhatikan ibunya, Jiang Yun, yang sudah bersiap dengan keranjang tua di punggungnya.
“Ibu,” panggil Jiang Shen dengan nada serius, “mulai hari ini, Ibu tidak perlu lagi menjadi buruh tani.”
Jiang Yun terdiam, kakinya yang sudah melangkah seakan terpaku di tempat. “Shen’er, jangan bicara begitu. Kalau aku tidak bekerja, kita akan makan apa? Uang perak itu tidak akan bertahan selamanya. Aku sudah terbiasa—”
Jiang Shen berdiri, wajahnya penuh tekad. Ia menatap lurus pada ibunya. “Tidak, Ibu. Aku berjanji … aku akan memberikan semua yang terbaik untukmu. Ibu sudah terlalu lama menderita demi aku. Sekarang biarkan aku yang menanggung semuanya.”
Mata Jiang Yun bergetar, airmata menggenang. Ia menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya gemetar karena terharu. Meski hatinya khawatir, ia hanya bisa mengangguk pelan, memilih percaya pada janji anaknya.
Setelah memastikan ibunya istirahat di rumah, Jiang Shen membawa dirinya ke sebuah tempat tenang di pinggiran sungai desa. Pepohonan rindang menaungi aliran air yang jernih, suara gemericik sungai memberi ketenangan.
Jiang Shen menenteng tungku hitam berkarat yang kemarin ia beli dengan harga satu koin perak. Tungku itu kecil—sekitar tinggi 50 cm dan lebar 30 cm—tapi cukup untuk meracik pil hingga kelas 3. Bentuknya sudah kusam, penuh karat, tampak seperti besi tua yang terlupakan.
Jiang Shen menghela napas, lalu mulai membersihkan tungku itu. Ia menggosoknya dengan penuh kesabaran, mengikis karat, menambal retakan kecil, dan mengelapnya hingga permukaan hitam itu kembali tampak layak pakai. Meski sederhana, ia melakukannya dengan sepenuh hati, seakan sedang memperbaiki sesuatu yang sangat berharga.
Saat melihat tungku itu akhirnya berdiri kokoh di hadapannya, Jiang Shen teringat pada ingatan alkimia dari Sesepuh Hun Zhen.
Di dunia ini, pil alkimia terbagi menjadi 9 kelas.
Pil kelas 1–3 biasanya membantu memperkuat tubuh, memulihkan luka, atau membuka meridian.
Pil kelas 4–6 memiliki kekuatan besar, bisa mempercepat kultivasi, bahkan menyembuhkan luka parah.
Pil kelas 7–8 sudah jarang ditemui, hanya sekte besar atau keluarga kuno yang mungkin masih memiliki resepnya.
Dan Pil kelas 9 tertinggi … sudah lama tidak pernah muncul, hanya tinggal legenda dalam sejarah.
Seorang alkemis yang bisa meracik pil di atas kelas 5 akan sangat dihormati, bahkan bisa memiliki status yang setara dengan tokoh kuat dalam sekte besar.
Jiang Shen menghela napas panjang, matanya berkilat penuh semangat. “Kalau aku ingin mempercepat proses kultivasiku, aku harus menjadi seorang alkemis.”
Ia lalu mengingat satu resep dasar: Pil Penempa Tubuh Kelas 1, yang berfungsi membantu memperkuat tubuh dan membuka meridian. Kebetulan, dari hasil pengembaraannya di hutan Yulong, ia memiliki empat tanaman herbal yang dibutuhkan untuk meracik pil tersebut.
Tanpa menunda lagi, Jiang Shen menyalakan api kecil di bawah tungku hitam itu, menaruh satu demi satu tanaman herbal ke dalamnya sesuai urutan dalam ingatan alkimia. Wajahnya serius, keringat menetes meski hanya api kecil yang menyala.
Sungai yang mengalir tenang menjadi saksi awal perjalanan Jiang Shen sebagai seorang alkemis. Tungku hitam berkarat yang sudah ia bersihkan kini berdiri di hadapannya, sederhana tapi penuh harapan. Api kecil yang ia nyalakan berkerlip, memantulkan cahaya merah pada wajah mudanya yang penuh keseriusan.
Dari ingatan Sesepuh Hun Zhen, Jiang Shen tahu resep dasar Pil Penempa Tubuh Kelas 1:
Akar Besi Darah, untuk memperkuat tulang.
Daun Giok Hijau, untuk melancarkan meridian.
Buah Api Kecil, untuk menyalakan energi tubuh.
Bunga Seribu Cahaya, untuk menyeimbangkan semua energi herbal.
Empat bahan sederhana, tapi setiap tahap memiliki rahasia tersendiri.
Percobaan Pertama.
Dengan hati-hati Jiang Shen memasukkan Akar Besi Darah ke dalam tungku. Api ia kendalikan sesuai dengan ingatan, tapi karena baru pertama kali, panas tungku tak stabil. Uap hitam pekat tiba-tiba mengepul, lalu terdengar bunyi letupan kecil dari dalam tungku.
CRACK!
Herbal itu gosong, cairan kental menetes keluar dari celah tungku, dan aroma hangus menyengat udara. Jiang Shen terbatuk, wajahnya sedikit kehitaman terkena asap.
Ia menghela napas panjang. “Gagal …” gumamnya lirih. Tapi bukannya putus asa, matanya justru semakin tajam.
Percobaan Kedua.
Kali ini Jiang Shen lebih tenang. Ia menyalakan api lebih lembut, mengaduk energi spiritualnya agar stabil mengendalikan panas. Tiga bahan pertama masuk dengan lancar, uap hijau tipis melayang keluar, menandakan proses berjalan baik. Namun ketika ia menambahkan Bunga Seribu Cahaya, ia terlalu terburu-buru.
DUARR!
Letupan kecil terjadi di dalam tungku. Cairan herbal meluber keluar, membuat api di bawah tungku padam seketika. Tungku bergetar, hampir terbalik.
Jiang Shen terduduk lemas, keringat bercucuran. “Sekali lagi gagal …”
Ia membuka genggaman tangannya, menyadari kalau bahan herbalnya kini hanya tersisa satu set saja. “Ini kesempatan terakhir …” ucapnya, wajahnya dipenuhi tekad.
Percobaan Ketiga.
Kali ini Jiang Shen menenangkan diri sejenak. Ia duduk bersila di samping sungai, menarik napas panjang, membiarkan suara gemericik air menenangkan hatinya. Ia mengingat kembali tiap detail ingatan Sesepuh Hun Zhen, seakan sedang memutar ulang semua langkah di dalam kepalanya.
Setelah merasa cukup tenang, ia kembali berdiri dan mulai bekerja.
Api ia kendalikan dengan halus, tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil.
Akar Besi Darah hancur perlahan dalam panas stabil, cairan merah kehitaman memancar keluar, mengeluarkan aroma tanah yang pekat.
Daun Giok Hijau menyatu, uap hijau melayang seperti kabut tipis.
Buah Api Kecil melepaskan percikan energi merah, menyatu dengan cairan herbal.
Akhirnya, dengan penuh hati-hati, ia memasukkan Bunga Seribu Cahaya. Kali ini ia tidak terburu-buru. Ia menyalurkan energi spiritual ke dalam tungku, menyeimbangkan panas api dan arus energi dari keempat herbal.
Waktu berjalan lambat. Butir-butir keringat jatuh dari dagunya, api tetap stabil, uap wangi memenuhi udara.
Setelah beberapa saat, suara gemerisik halus terdengar dari dalam tungku. Jiang Shen membuka sedikit penutupnya—dan matanya melebar.
Di dalam tungku, tiga butir pil kecil berwarna hijau gelap bergulir pelan, memancarkan cahaya samar. Aroma harum menenangkan memenuhi udara.
Jiang Shen tertegun, lalu tersenyum lebar. “Berhasil … akhirnya aku berhasil.” bisiknya dengan suara bergetar.
Ia menggenggam tiga butir pil itu di telapak tangannya, merasakan kehangatan yang terpancar darinya. Meskipun sederhana, bagi Jiang Shen ini bukan sekadar pil kelas satu. Ini adalah bukti bahwa ia bisa. Bahwa jalan sebagai seorang alkemis sejati telah terbuka di hadapannya.
Dengan hati berdebar, ia menatap pil itu seakan menatap masa depannya sendiri. “Ibu … dengan ini, aku akan benar-benar mengubah nasib kita.”
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.