Shanaira Monard tumbuh dalam keluarga kaya raya, namun cintanya tak pernah benar-benar tumbuh di sana. Dicintai oleh neneknya, tapi dibenci oleh ayah kandungnya, ia menjalani hidup dalam sepi dan tekanan. Ditengah itu ada Ethan, kekasih masa kecil yang menjadi penyemangatnya yang membuatnya tetap tersenyum. Saat calon suaminya, Ethan Renault malah menikahi adik tirinya di hari pernikahan mereka, dunia Shanaira runtuh. Lebih menyakitkan lagi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak dari malam satu-satunya yang tidak pernah ia rencanakan, bersama pria asing yang bahkan ia tak tahu siapa.
Pernikahannya dengan Ethan batal. Namanya tercoreng. Keluarganya murka. Tapi ketika Karenin, pria malam itu muncul dan menunjukkan tanggung jawab, Shanaira diberi pilihan untuk memulai kembali hidupnya. Bukan sebagai gadis yang dikasihani, tapi sebagai istri dari pria asing yang justru memberinya rasa aman.
Yuk ikuti kisah Shanaira memulai hidup baru ditengah luka lama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Ungkapan Hati
“Shanaira,” kata Karenin pelan, mencoba membuka percakapan. “Aku tahu ini mungkin sulit untukmu. Kita berdua tahu bahwa masa lalu tidak bisa dihapus begitu saja.”
Shanaira menatapnya, terkejut mendengar kata-kata itu. Karenin tampak memperhatikan ekspresi wajahnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang bergelora di hatinya.
“Ethan... dia adalah bagian besar dari hidupku, Karenin,” jawab Shanaira perlahan. “Tapi aku juga tahu, aku tidak bisa terus terjebak dalam kenangan itu. Banyak hal yang sudah berubah. Kita berdua telah berubah.”
Shanaira tersenyum pahit, sedikit canggung. “Aku ingat, dulu kami selalu merayakan Valentine bersama, setiap tahun. Ethan tahu betul bagaimana membuatku merasa spesial—dengan bunga, hadiah, dan makan malam yang mewah di tempat-tempat yang jarang sekali aku kunjungi. Rasanya seperti dunia hanya milik kami berdua."
Karenin memperhatikan wajah Shanaira yang tampak seolah tenggelam dalam kenangan itu, matanya berkaca-kaca. Ia tahu kenangan itu berat bagi Shanaira, mengingat perasaan yang sebelumnya dia rasakan dengan Ethan.
"Itu terdengar indah," kata Karenin pelan, meski hatinya sedikit terasa teriris mendengar Shanaira membicarakan Ethan dengan begitu penuh perasaan.
"Tapi sekarang, kau ada di sini, Shanaira. Ini adalah kesempatan baru, untuk menciptakan kenangan yang lebih baik, bersama seseorang yang juga peduli padamu. Kita tidak bisa hidup di masa lalu.”
Shanaira menarik napas panjang, berusaha meredakan rasa emosional yang tiba-tiba muncul. “Sebenarnya, kadang aku merasa bingung. Aku tahu aku harus bergerak maju, tapi kadang perasaan itu kembali datang. Ada bagian dari diriku yang masih berusaha memahami perasaanku terhadap Ethan. Tapi... kemudian aku menyadari bahwa ada seseorang yang baru masuk dalam hidupku, seseorang yang membuatku merasa nyaman meski semuanya terasa asing.”
Karenin menatapnya dengan serius, tatapannya lembut namun penuh makna. “Aku ingin kamu tahu, Shanaira. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini untukmu. Tidak ada paksaan. Aku hanya ingin kamu merasa bebas memilih jalur yang terbaik untukmu.”
Shanaira terdiam sejenak, merasa ada ketenangan dalam kata-kata Karenin. "Terima kasih, Karenin," katanya akhirnya, suara sedikit terbata. "Aku masih mencoba untuk memahami semuanya, tapi aku rasa... aku ingin memberi kesempatan pada diriku untuk menjalani kehidupan yang baru."
Karenin tersenyum tipis, melihat bahwa meskipun Shanaira merasa cemas, ada tekad baru yang mulai tumbuh di dalam dirinya. "Kita bisa mulai dari sini," jawabnya lembut.
Shanaira menatap hidangan yang masih terletak di depan mereka. Meski perasaan itu masih ada, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai menerima kenyataan bahwa kehidupannya bersama Karenin mungkin bisa memberi warna baru yang lebih indah.
"Dan tentang makanan ini," kata Shanaira sambil tersenyum, mencoba mengalihkan pikirannya, "Aku harus mengakui, kau tahu bagaimana membuat hati seorang wanita merasa spesial."
Karenin tertawa ringan, merasa sedikit lega dengan perubahan suasana hati Shanaira. “Aku senang kamu menyukainya. Ini hanya permulaan, Shanaira. Ada banyak momen seperti ini yang ingin aku bagikan denganmu.”
Shanaira tersenyum, untuk pertama kalinya malam itu benar-benar merasa nyaman di hadapan Karenin. Mungkin, baru saja ia mulai melihat kemungkinan masa depan yang lebih baik.
*****
Malam itu, kamar yang tenang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang masuk melalui jendela besar. Suasana begitu damai, namun di hati Karenin, ada perasaan yang tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata. Shanaira sudah tertidur dengan pulas di sampingnya, wajahnya yang lembut begitu damai dalam tidur. Nafasnya teratur, tubuhnya berbalut selimut dengan posisi yang nyaman.
Karenin masih terjaga, duduk di sisi ranjang, menatap wajah Shanaira dengan penuh perhatian. Pandangannya terfokus pada setiap detil wajah wanita itu—garis lembut di dahinya, bulu matanya yang panjang, serta bibir yang kini terpejam, memberi kesan ketenangan yang jauh dari segala beban yang mungkin dia rasakan sebelumnya. Namun, Karenin tahu, di balik ketenangan itu, ada perasaan yang terpendam—kenangan yang begitu kuat tentang Ethan, pria yang dulu pernah menjadi bagian besar dalam hidup Shanaira.
Ia tahu betul, Shanaira tidak akan mudah melupakan pria itu. Ethan adalah bagian dari masa kecil dan masa dewasa Shanaira. Pria itu pernah memberikan kebahagiaan yang begitu besar—sesuatu yang hampir membuat Shanaira merasa lengkap. Karenin tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa ada ruang di hati Shanaira yang mungkin masih dihuni oleh bayangan Ethan. Bahkan sekarang, ketika Shanaira berada di sampingnya, Karenin tahu betapa beratnya bagi Shanaira untuk benar-benar menerima kenyataan bahwa masa lalu itu sudah tidak ada lagi.
Namun, Karenin juga tahu satu hal yang pasti—dia ingin menjadi bagian dari kebahagiaan Shanaira. Bukan hanya untuk saat ini, tetapi untuk masa depan yang panjang. Dia ingin menjadi orang yang menemani Shanaira melalui segala hal, menyelimuti kehidupannya dengan kebahagiaan, melindungi mereka berdua—Shanaira dan calon anak mereka. Itu adalah janji yang diam-diam sudah dia buat dalam hatinya, meskipun dia belum pernah mengatakannya dengan kata-kata.
Dia merenung, bertanya-tanya kapan perasaan ini tumbuh dalam dirinya. Perasaan yang semakin menguat sejak mereka menikah. Karenin tidak tahu kapan dia mulai jatuh cinta pada Shanaira. Mungkin itu terjadi perlahan, seiring dengan waktu yang dia habiskan bersamanya, dengan setiap percakapan, tawa, bahkan saat-saat mereka berbagi kesedihan dan kebahagiaan. Cinta itu tumbuh dengan cara yang tidak bisa dia pahami sepenuhnya, namun begitu kuat.
"Apa yang membuatku jatuh cinta padanya?" pikirnya. "Apakah itu karena kelembutannya? Kekuatan yang tersembunyi di balik senyumnya? Atau mungkin karena dia adalah ibu dari anak kami? Atau mungkin... semuanya."
Namun, apapun alasan yang membuat perasaan ini tumbuh, yang jelas, Karenin tahu satu hal—dia ingin Shanaira merasakan kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang dia bisa beri, tanpa bayangan masa lalu yang mengganggu. Kebahagiaan yang tidak hanya hadir di hari-hari indah, tetapi juga ketika kesulitan datang. Dia ingin menjadi orang yang bisa membuat Shanaira merasa dihargai dan dicintai dengan tulus, setiap hari, dalam setiap detil kehidupan mereka.
Karenin menatap wajah Shanaira dengan penuh kelembutan. Dia tahu, meskipun Shanaira belum sepenuhnya melupakan masa lalunya, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik untuknya, untuk mereka berdua. Tidak ada yang lebih ia inginkan selain melihat Shanaira bahagia, dan dia ingin berada di sana, di sampingnya, untuk selalu memberi kebahagiaan yang tak terhingga.
Akhirnya, setelah beberapa saat, Karenin menarik selimut sedikit lebih dekat ke tubuh Shanaira, memastikan dia merasa nyaman. Dengan hati yang penuh tekad, dia berbaring kembali di sebelahnya, menatap langit-langit kamar yang gelap, berjanji pada dirinya sendiri bahwa apapun yang terjadi, dia akan terus berusaha memberikan yang terbaik. Untuk Shanaira. Untuk calon anak mereka.
“Aku akan membuatmu bahagia, Shanaira. Aku janji.” pikirnya dalam hati, sebelum akhirnya matanya terpejam, mengakhiri malam yang penuh dengan pikiran dan harapan untuk masa depan mereka.
shanaria biar ketemu bapak dari adek bayi yang ada diperutnya 😌
baca pelan2 ya sambil rebahan 🤭
salam kenal dari 'aku akan mencintaimu suamiku,' jangan lupa mampir 🤗
jangan lupa mampir jg di Menaklukan hati mertua mksh