PERNIKAHAN YANG TERLUPAKAN

Hari yang dinanti-nanti oleh para mahasiswa dan mahasiswi pun akhirmya ikut dirasakan oleh Andhini dan Zelina. Hari pengakuan atas perjuangan mereka selama menempuh pendidikan. Walaupun setelah hari ini mereka akan mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya entah dibagian mana mereka berakhir. Namun untuk saat ini hal itu tak mereka pikirkan saking bahagianya berhasil menyelesaikan studinya.

Andhini dan Zelina telah bergabung bersama dengan para wisudawan dan wisudawati yang lain. Tampak bunda Riana dan Niko duduk di jajaran keluarga wisudawan. Sejak tiba Niko berusaha menghubungi sahabat sekaligus adik iparnya namun rupanya ponsel pria itu tidak aktif. Niko mengesah pelan dan terdengar oleh sang bunda.

“Ada apa bang ?!” Bunda Riana menatap penuh selidik pada putra sulungnya. Helaan napas seperti itu dilakukan putranya kala sedang kesal atau suasana hatiny sedang tidak baik.

“Sejak tadi aku menelpon Satria tapi ponselnya gak aktif.” Niko menatap bunda dan menatap lurus pada adiknya yang sedang duduk dengan wajah bahagia.

“Mungkin nak Satria sedang sibuk bang,” Bunda Riana mengusap pelan pundak Niko agar putranya itu tenang.

“Ini hari sabtu bund, semua orang libur. Aku kenal Satria dengan baik. Dia tak akan mau bekerja jika hari libur. Atau jangan-jangan ini ulah si Linda.” Satria benar-benar tak terima dengan perlakuan Satria.

Sebelum menikahi Andhini, Niko sudah membahas segalanya tentang pernikahan poligami. Meskipun ia belum menikah namun Niko tau dan mengerti beratnya sebuah poligami yang harus ada keadilan dalam segala hal di dalam pernikahan tersebut. Dan Satria dengan meyakinkan berjanji akan membahagiakan adik semata wayangnya.

Sejak Andhini beranjak dewasa dan keinginan Satria untuk meresmikan pernikahannya dengan Andhini semakin besar, Niko tak setuju dan menganggap pernikahan mereka batal dan tidak sah karena Andhini masih sangat kecil pun sama halnya dengan Satria saat itu.

Semua karena keinginan ayah mereka. Tapi kini Satria bahkan sudah menikah saat sudah dewasa dan itu artinya Satria sama sekali tidak menganggap ada pernikahannya dengan Andhini.

Niko adalah tipe pria konsisten dengan ucapannya dan tak mau mengerti dengan situasi yang saat ini dimana seharusnya sebagai suami harus mendampingi sang istri pada hari bahagianya. Tapi lihatlah apa yang terjadi, meskipun adik kesayangannya terlihat bahagia namun Niko tau jika sesungguhnya adiknya itu tak bahagia.

Suara MC terdengar merdu sehingga menarik atensi para hadirin. Sambutan bapak rektor selaku pimpinan Universitas Harapan Bangsa terdengar tegas dan berwibawa. Wajahnya yang kharismatik menegaskan kewibawaan seorang rektor yang diayomi oleh seluruh civitas akademika Universitas Harapan Bangsa. Hingga sambutan berakhir batang hidung Satria tak terlihat. Hati Niko semakin kesal.

Satu per satu wisudawan dan wisudawati  dari setiap fakultas dan prodi dipanggil dan nama Andhini Tri Hapsari sebagai lulusan terbaik dengan nilai Summa Cumlaude sedikit melunturkan rasa kesal seorang Niko. Rasa bangga dan bahagia melihat sang adik wisuda dengan nilai terbaik pun sama halnya dengan bunda Riana.  Dibalik sifat bandel dan pembangkangnya putri bungsunya ternyata memiliki otak yang cerdas.

“Kenapa bunda menangis ?!” Niko menatap bunda Riana yang meneteskan airmata. Sungguh Niko tak suka jika bundanya mengeluarkan airmatanya.

“Bunda terharu dengan prestasi adikmu,” Bunda Riana tersenyum sembari menyusut airmatanya dengan tissue.

“Andhini memang pintar bund ,,, semua orang tau meskipun sedikit badung dan banyak lagi kelebihan adikku itu. Sama seperti kakaknya.” Bunda Riana memukul lengan putra sulungnya yang ternyata menyanjung diri sendiri diakhir kalimatnya. Sejenak anak dan ibu itu melupakan ketidakhadiran Satria.

Acara berakhir, Andhini dan bunda Riana beserta Niko pun selesai foto bersama. Niko yang melihat sang bunda sedikit lelah akhirnya mengajak bunda Riana pulang.

“Dek, abang sama bunda pulang lebih dulu ya, kasihan bunda sepertinya lelah.” Niko menatap lembut adik kesayangannya.

“Abang foto dulu dengan Zelina, kapan lagi kalian bisa ketemuan.” Andhini mendorong sahabatnya ke sisi Niko dan segera menjepretnya. Pasalnya Zelina terlihat keberatan.

“Nah sekarang abang boleh pulang.” Andhini meraih tangan bunda Riana dan mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Hal yang sama dilakukan oleh Zelina.

“Hati-hati bund ,,,” Ucap Zelina pelan dan berhasil membuat Andhini menggodanya.

“Cie ,,, cie ,,, mantu idaman nih bund ,,,” Andhini terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya pada sang abang. Gengsi Niko setinggi gunung everest membuat Andhini terkadang gemes sendiri.

Andhini tau jika abangnya itu menaruh hati pada Zelina. Gadis cuek yang menjadi sahabatnya. Entah bagaimana caranya Andhini menyatukan mereka.

“Kita gabung dengan yang lain yuk, setelah hari ini semua pasti akan lebih sibuk lagi,” Zelina menarik tangan Andhini setelah Niko dan bunda Riana pergi.

“Eh tunggu ! Kamu gak ada niat jadi mantu bundaku gitu ?!” Andhini menatap serius sang sahabat.

“Ck, cita-citaku masih sangat banyak Andhini sayang. Besok atau lusa aku akan ke Ausy melanjutkan S2, setelah itu aku akan menggantikan papa mengurus perusahanan tapi  kalau papa masih sanggup maka aku akan kembali kuliah melanjutkan S3 di Inggris mumpung papa masih kuat jadi aku gak boleh menyia-nyiakan kesempatan.” Zelina memang gila belajar namun entah mengapa selama kuliah hingga lulus nilainya selalu dibawah Andhini. Padahal cara belajar mereka sama.

“Semoga kalian berjodoh. Amiin. Yuk ah, jangan biarkan yang lain bersenang-senang dan bahagia tanpa kita,” Andhini menarik tangan Zelina bergabung dengan teman-teman mereka.

Berfoto bersama dengan berbagai gaya dan dijepret oleh ponsel masing-masing membuat adik tingkat mereka yang kebetulan lewat jadi kewalahan. Suasana bahagia membuat mereka melupakan kesulitan saat menjadi pejuang IPK dan bimbingan skripsi yang tak kalah rumitnya.

Sebelum berpisah, sekali lagi mereka berfoto. Lalu saling bertukar nomor ponsel maklum saat mereka masih menjadi mahasiswa dan mahasiswi hanya orang-orang terdekat yang saling men-save nomor ponsel. Namun kini mereka akan berpisah dan mereka tetap ingin saling berhubungan meski hanya lewat benda pipih tersebut.

Andhini dan Zelina pun berpisah. Andhini melajukan mobilnya keluar dari kampus menuju rumah bunda Riana. Sebentar lagi sore dan ia tak memiliki stok bahan makanan di kulkas. Satria pun pasti menginap di rumah Linda.

“Huffffttt ,,, sampai kapan drama rumah tangga ini berlangsung,”  Gumam Andhini sekilas menatap ponselnya yang berbunyi. Tak ada niatan untuk menjawabnya.

“Paling hanya ingin meminta maaf. Sudah, lupakan saja. Aku sudah maafkan dan kuharap hari-hari selanjutnya akan seperti ini sehingga bang Niko berada di pihakku.” Senyum miring menghiasi wajah cantik Andhini.

Saat akan membelokkan mobilnya menuju rumah bunda Riana, pikiran Andhini tiba-tiba berubah. Ia khawatir jika Satria ke rumah bunda untuk mencarinya padahal ia malas untuk melihat wajah pria itu.  Hotel menjadi pilihannya untuk beristirahat. Sejak subuh ia belum pernah meluruskan badannya. Untuk baju ganti ia akan membeli secara online sedangkan makanan ia akan makan di restoran hotel. Semua masalah teratasi.

🍒🍒🍒

SELAMAT MEMBACA SEMOGA BERKENAN MENGGOYANGKAN JEMPOLNYA

TRIMA KASIH SEBELUMNYA,,,