Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Acara makan malam
Ruby mengunci pintu ruang ganti dan bersandar pada dinding kayu yang dingin. Ia menutup mata sejenak, mengatur napas yang kembali memburu. Tubuhnya terasa lemas, seolah semua tenaga menguap begitu saja dari dalam dirinya.
Apa sebenarnya yang Ha Joon pikirkan? Tatapannya terasa begitu menusuk, seolah mengintimidasi Ruby.
Dengan tangan gemetar, Ruby menggantung gaun merah di kaitan dinding. Gaun itu begitu indah, potongannya anggun, bahannya jatuh dengan lembut, berkilauan samar ketika terkena cahaya. Seharusnya ia merasa senang bisa mengenakan sesuatu seindah ini. Tapi saat ini, gaun semewah apa pun rasanya tidak akan mampu menutupi kegelisahan yang menggerogoti hatinya.
Ia mulai melepas gaunnya yang pertama, perlahan, sambil menghindari menatap pantulan dirinya di cermin panjang di sudut ruang itu. Ia tahu, wajahnya pasti terlihat pucat dan penuh kekhawatiran. Ia tidak ingin melihat dirinya sendiri dalam keadaan seperti ini.
Beberapa menit kemudian, setelah mengenakan gaun merah itu dan merapikan rambutnya seadanya, Ruby melangkah keluar dari ruang ganti. Ia berusaha menjaga langkahnya tetap ringan dan percaya diri, seolah-olah apa yang baru saja terjadi tidak pernah mengusiknya.
Di studio, para fotografer dan asisten sudah siap untuk mengambil gambar berikutnya. Lampu-lampu terang dinyalakan, layar monitor kembali menampilkan gambar-gambar sebelumnya, dan semua model berdiri di tempat yang sudah diatur.
Ruby mengambil tempatnya sesuai arahan. Gaun merah itu membalut tubuhnya dengan sempurna, membuatnya terlihat anggun di bawah cahaya lampu. Ia menarik napas panjang, lalu tersenyum tipis, senyum profesional yang sudah bertahun-tahun ia latih.
Klik.
Klik.
Klik.
Bunyi kamera terdengar bertubi-tubi, seolah dunia luar menghilang dan yang ada hanya dirinya, kamera, dan instruksi fotografer.
Namun, tak peduli seberapa keras ia berusaha fokus, tatapan Ha Joon tetap terasa membakar kulitnya. Ia tahu pria itu masih mengawasinya dari balik layar monitor.
Beberapa kali saat Ruby mengubah pose, ia bisa merasakan sorotan mata itu mengikuti setiap gerakannya. Seolah Ha Joon tengah menilai, menghakimi, mencari celah yang bisa membuatnya runtuh.
Setelah setengah jam pemotretan, fotografer akhirnya mengangguk puas.
"Bagus sekali! Terimakasih semuanya, kita lanjutkan lagi besok untuk tema yang lain." seru fotografer sambil membetulkan lensa kameranya.
Ruby dengan cepat berjalan ke sisi studio, mengambil botol air mineral dari meja. Tangannya sedikit bergetar saat membuka tutup botol. Ia benar-benar butuh menenangkan diri. Kenapa Ha joon terus memperhatikannya, memangnya laki-laki itu tidak ada pekerjaan lain apa?
"Ruby-ssie." seseorang tiba-tiba memanggilnya saat ia hendak minum. Seorang model lain yang jauh lebih ramah dari Minji. Namanya Sena. Mereka sudah kenalan.
"Sena-ssie." balas Ruby tersenyum ramah. Ia sempat melihat ke tempat Ha joon tadi, lelaki itu ternyata sudah pergi. Akhirnya ia bisa bernafas lega sekarang.
Ruby kembali memfokuskan pandangannya ke Sena.
"Kau ikut makan malam nanti?" Sena bertanya.
Ruby awalnya hendak bilang sepertinya dia tidak jadi ikut, namun Bora tiba-tiba datang dan mewakili dirinya menjawab.
"Tentu, Ruby akan ikut. Dia sudah bilang tadi. Iya kan Ruby?"
Dengan terpaksa Ruby menganggukan kepala. Dia tidak bisa kabur lagi. Di lihatnya Sena tampak senang.
"Kalau begitu kita datang bersama ya? Aku tidak dekat dengan yang lain." katanya pada Ruby. Wanita itu mengangguk. Tidak apa-apa. Lagi pula acara makan-makan itu dapat membuatnya mengenal para kru dan karyawan kantor. Dia bisa menambah-nambah relasi dan berteman dengan orang-orang baru. Mengingat dia belum punya banyak teman semenjak tinggal di kota ini. Lagipula Ha joon tidak akan datang juga. Dia tidak perlu khawatir.
***
Malam tiba dengan cepat. Ruby mengenakan jaket tebal keluar dari apartemennya. Ia janjian dengan Sena bertemu di depan restoran samping gedung besar yang bertuliskan ZAN group. Perusahaan terbesar di Korea, yang di pimpin oleh Ha joon. Restoran mewah di samping gedung itu pun masih milik Zan group.
Saat taksi yang Ruby naik berhenti di depan restoran, ia melihat Sena telah berdiri di depan gerbang masuk restoran. Wanita itu melambai padanya.
Ruby membayar taksi dan bergegas menghampiri Sena, mengeratkan jaket tebal di tubuhnya. Angin malam bertiup cukup dingin, menusuk kulit hingga ke tulang.
"Kau cepat juga," sapa Sena riang.
"Aku kebetulan dapat taksi dengan cepat," jawab Ruby sambil tersenyum tipis.
Mereka berdua kemudian berjalan masuk ke restoran yang sudah penuh dengan cahaya keemasan dari lampu gantung kristal. Aroma makanan lezat segera menyambut mereka, membuat perut Ruby yang sejak sore belum terisi apa-apa bergejolak.
Di dalam, para model, fotografer, dan staf sudah berkumpul di meja panjang yang diatur khusus untuk acara makan malam itu. Suasana ramai, penuh tawa dan obrolan hangat. Ruby dan Sena langsung disambut oleh Bora yang tampaknya berperan sebagai semacam pengatur acara tidak resmi.
"Ruby, Sena! Di sini!" panggil Bora, menunjuk dua kursi kosong di dekatnya.
Mereka berdua segera bergabung. Ruby berusaha tersenyum, menyesuaikan diri dengan obrolan di sekitarnya, meskipun sebenarnya hatinya masih sedikit gelisah. Tidak terbiasa dengan acara kumpul-kumpul begini juga.
Ia melirik ke sekeliling ruangan, memastikan satu hal, Ha Joon ada atau tidak. Ia menarik napas lega karena tidak melihat pria itu di mana-mana. Sepertinya memang pria itu tidak akan menghadiri acara santai seperti ini. Tentu saja, seorang CEO besar sepertinya pasti punya urusan yang lebih penting.
Makanan mulai berdatangan; piring-piring berisi daging panggang, sayuran segar, nasi, dan berbagai hidangan Korea lainnya memenuhi meja. Obrolan semakin cair, minuman-minuman mulai mengalir, dan semua orang tampak semakin santai. Hanya Ruby yang belum terbiasa, entah kenapa dia merasa asing.
Sena mengajak Ruby berbincang ringan, membicarakan pengalaman pertama mereka bekerja dengan kru ZAN Group, sesi pemotretan hari ini, hingga hal-hal kecil seperti drama Korea yang sedang populer.
Saat Ruby mulai merasa lebih nyaman, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu restoran.
Secara refleks, ia menoleh.
Dan di sana, berdiri sosok yang sejak tadi ingin ia hindari, Ha Joon.
Mengenakan setelan gelap tanpa dasi, pria itu tampak jauh lebih santai daripada biasanya, tapi aura dingin dan karismatiknya tetap membuat banyak kepala spontan menoleh.
Ruby membeku di tempat.
Ha Joon mengedarkan pandangan, tatapannya berhenti tepat pada Ruby. Mata mereka bertemu sesaat, cukup lama untuk membuat jantung Ruby seakan melompat ke tenggorokannya.
Sena, yang tidak menyadari perubahan ekspresi Ruby, berbisik,
"Aku tidak percaya CEO besar itu akan datang."
Ruby berusaha tersenyum, walau rasanya wajahnya kini sepucat kertas.
Ha Joon melangkah pelan ke arah mereka. Ruby bisa melihat jelas bagaimana pria itu tidak menunjukkan senyum sedikit pun, hanya tatapan intens yang membuat udara di sekitarnya terasa berat.
Kedatangan Ha joon membuat suasana yang ramai tadi mendadak sepi. Tentu karena canggung bos besar mereka tiba-tiba muncul.
"Pak Ha joon, silahkan duduk di sini." salah seorang manajer pemasaran memberikan tempatnya untuk Ha joon.
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....