Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22: Puncak Pertarungan
Langit di atas Cekungan Cardent membara merah keunguan, seolah mengumumkan bahwa dunia tengah menyaksikan sesuatu yang tak akan terlupakan. Angin menjerit, tanah bergemuruh, dan kilatan petir menari di cakrawala, bukan sebagai gejala alam biasa, melainkan sebagai perwujudan murka para dewa.
Sepuluh Hollow berdiri dalam formasi melingkar. Masing-masing memancarkan aura menyimpang dan bengkok, mencampurkan esensi manusia dengan kekacauan Absolute Being. Tubuh mereka tak sepenuhnya berbentuk, separuh organik, separuh kabut hitam yang terus bergerak, dan sorot mata mereka kosong, seolah seluruh rasa telah diganti dengan satu hal: kehendak untuk menghancurkan.
Namun di hadapan mereka berdiri empat sosok yang seolah memisahkan dunia dari kehancuran total.
Persephone melangkah maju, seketika bumi bergetar mengeluarkan dan di tiap langkah yang diambil oleh Persephone, bunga-bunga bermekaran. Di belakangnya, Apollo mengangkat busur emas yang menyala seperti matahari terbit. Di langit, Fujin melayang sambil memutar rantai topan yang membentuk pusaran besar. Dan Raijin, saudara petirnya, mendarat dengan dentuman hebat, membuat tanah retak hanya dari tekanan auranya.
"Jarang-jarang kita memiliki momen seperti ini, apakah kalian siap untuk bersenang-senang?" Ucap Persephone melirik sekilas ke arah rekan-rekannya.
"Kau masih perlu bertanya?" Apollo tersenyum, dan anak panah pertama meledak seperti meteor.
Pertempuran pecah seketika. Langit berubah menjadi kancah pertempuran. Apollo menari di antara bintang dan awan, panah-panahnya membelah Hollow satu per satu, membuat mereka meledak menjadi awan kabut hitam. Persephone melangkah ringan seperti bayangan, mengurung dua Hollow dalam sangkar dari duri neraka yang menutup dan menggerus dari dalam. Jeritan keduanya terputus dalam sekejap.
Sementara itu, di langit, Fujin dan Raijin seperti dewa perang kembar. Fujin memutar angin dengan presisi mengerikan, memotong tiga Hollow secara bersamaan. Raijin menyusul dengan dentuman guntur yang melumpuhkan segalanya dalam radius seratus meter. Dari sepuluh Hollow, enam telah lenyap hanya dalam menit pertama.
Para prajurit manusia yang berada di benteng Cahaya menyaksikan dari kejauhan hanya bisa terdiam, wajah mereka diliputi kekaguman dan ketakutan suci. Ini adalah kekuatan yang jauh melampaui nalar.
Hanya dalam waktu tiga menit pertempuran usai. Sepuluh Hollow, makhluk yang konon dibentuk untuk melampaui batas kematian dan dewa, telah lenyap menjadi abu dan serpihan energi kelam yang dihisap kembali ke celah dimensi tempat mereka berasal.
Namun, tak ada waktu untuk merayakan kemenangan.Langit mendadak runtuh oleh tekanan baru.
Sebuah lubang hitam terbuka di atas cekungan, dan dari dalamnya turun satu sosok: tinggi, berkulit obsidian mengilap, dengan delapan mata menyala merah dan sebuah mahkota dari tulang mengambang di atas kepala. Dialah Mortem, Absolute Being yang selama ini membentuk para Hollow. Dan kini ia datang sendiri untuk menyelesaikan pekerjaan sekaligus membantu Graudel.
"Akhirnya... kau turun tangan juga Mortem, aku sudah lama menunggu mu" Ucap Graudel suaranya bergemuruh dan terdistorsi.
"Sialan! Tak hanya satu tapi dua Absolute Being tingkat atas!" Ucap Sho dengan penuh kekesalan.
"Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain melawan nya. Ayo buktikan kepada penjajah itu bahwa manusia juga bisa menandingi mereka!" Seru Aria dengan penuh semangat dan antusias.
Sho melangkah ke depan, diapit oleh Aria, Yara, Kieran, dan Liora. Senyumnya tipis, namun tatapannya tajam seperti ujung tombak.
Persephone menoleh ke Sho dari kejauhan. “Kami sudah melenyapkan makhluk yang menyimpang, sekarang giliran mu untuk mengurus makhluk itu." Ucap Persephone kepada Sho, suaranya begitu lembut.
Perlahan-lahan keempat dewa menghilang kembali, kini yang tersisa hanya jejak-jejak dari pertarungan mereka. Kini para dewa sudah kembali ke samping inkarnasi mereka.
"Sepertinya para dewa sudah kembali, kehadiran mereka benar-benar membuatku ingin berlutut." Ucap Kieran sembari mengayun-ayunkan kedua palu miliknya.
"Yah... seperti nya ini giliran kita untuk bertarung." Ucap Sho sembari memegang kalung miliknya yang berubah menjadi Bident bercahaya hijau.
"Empat High Human dan satu manusia biasa? kalian terlalu meremehkan kami berdua." Ucap Mortem sembari mengolok-olok Sho dan rekan-rekannya, suaranya bergemuruh bagaikan badai.
Angin di Cekungan Cardent berubah menjadi pusaran keganasan. Tekanan udara begitu berat hingga membuat tanah terbelah. Dari celah-celah itu, asap hitam pekat merangkak naik seperti tangan-tangan neraka yang haus akan jiwa. Di hadapan Sho dan rekan-rekannya, dua makhluk penguasa kekacauan berdiri sebagai simbol mutlak dari kehancuran.
Graudel, dengan empat sayap berada di punggung nya terbang diatas. Mortem, tubuhnya ramping namun menjulang, bayangannya tampak hidup, bergerak melawan arah cahaya. Dua Absolute Being, satu kekuatan destruktif, satu penguasa kematian.
"Meskipun aku manusia biasa, aku masih bisa memberikan kalian dukungan. Aegis Mea!" seru Liora. Ia memanggil mantra pelindung dan menciptakan kubah sihir berlapis yang menyelimuti timnya.
Mortem mengangkat tangannya. Dari telapak tangan berukir simbol kuno itu, lahir ribuan bilah tulang yang beterbangan seperti kawanan burung pemangsa. Yara melompat ke depan, tubuhnya diterpa aura Fujin. Ia berputar cepat, menciptakan badai kecil yang menghancurkan proyektil tulang itu satu per satu.
"Trik murahan seperti ini tak akan bisa mengalahkan kami! Jangan menahan diri, Kieran!" Teriak Yara, kini dia terlihat begitu antusias mungkin karena ini adalah pertempuran yang intens.
Kieran mengangguk, lalu menghentakkan kedua palunya ke tanah. Kilatan biru menyebar, dan dalam sekejap, hujan petir menghantam tubuh Graudel, memaksa Absolute Being itu mundur selangkah.
"Menarik... tapi terlalu lemah." gumam Graudel, tubuhnya menghitam lalu meledak menjadi kabut, muncul kembali di belakang mereka.
Namun Aria sudah menunggunya. "Aku sudah menunggu momen ini! Apollo berkati aku!" Seru Aria sembari memanah Graudel, anak panah berwujud cahaya itu mengenai dada Graudel, anak panah itu meledak dan membuat Graudel memercikkan darah hitam kental yang menguap begitu menyentuh tanah.
"Sekarang giliran mu." Ucap Sho pelan. Tubuhnya dikelilingi oleh aura api hijau. Bident-nya berputar di tangan, dan ia melesat bagaikan panah langsung ke arah Mortem.
Dua senjata bertemu. Suara dentumannya mengguncang langit. Mortem menyeringai, dan memunculkan sebuah pedang hitam dari kekosongan dan menangkis Bident Sho. Keduanya beradu senjata dengan intens, namun Sho unggul karena ia menggunakan api hijau untuk perlahan-lahan membakar Mortem, membuat Mortem harus mundur karena jika diteruskan dia bisa saja dibakar perlahan-lahan
"Sepertinya manusia seperti kalian hebat juga—"
Belum sempat Mortem menyelesaikan kalimatnya Liora menyusul dari belakang, menciptakan lingkaran sihir api berlapis-lapis di udara, lalu menjatuhkannya ke arah Mortem. Ledakan terjadi. Namun Mortem masih berdiri. Tubuhnya retak, tapi tidak roboh.
Setelah melancarkan serangan sihir bertubi-tubi Liora langsung batuk darah karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi. "Apa kalian hanya ini kemampuan kalian?" ejeknya dengan penuh arogan sembari berdiri dihadapan Liora yang tak berdaya.
"Liora!" Seru Sho sembari memunculkan akar-akar dari bawah tanah dan melilitkan kaki Mortem.
"Kieran serang dia sekarang! Biar aku yang menyelamatkan Liora." Ucap Sho sembari melesat kencang kearah Liora.
Kieran melompat tinggi ke udara, lalu menghantamkan palunya dari atas kepala Mortem. Ledakan besar tercipta, dan tubuh Mortem tertanam ke dalam tanah, menciptakan kawah baru di cekungan itu.
Tapi Graudel yang menyaksikan itu tidak tinggal diam. Ia membuka mulut dan mengeluarkan raungan keras. Dari suaranya, tanah di sekitar mereka membusuk, dan kabut hitam menyelimuti tim.
Mereka berlima berkumpul kembali, dan kini mereka bersiaga dan melakukan formasi untuk melindungi Liora, dan berjaga-jaga dari kabut ini.
"Kabut ini beracun!" seru Yara, wajahnya tegang.
Namun Liora yang berusaha berdiri di tengah-tengah mereka mengeluarkan sihir pelindung untuk menolak kabut itu seolah-olah langit fajar mengusir malam.
"Selama aku masih berdiri di sini, tidak akan ada satupun rekan ku yang akan terluka!"
Sho, dengan kekuatan penuh dari Bident miliknya, melesat kembali ke Graudel. Kali ini, dengan seluruh kekuatan Persephone menyelimuti nya, ia menusukkan ujung Bident nya tepat ke leher Absolute Being itu. Graudel mengerang, tubuhnya berubah menjadi ribuan jarum hitam yang menghantam ke segala arah, namun Aria langsung mengeluarkan cahaya matahari dan menyemburkan nya kearah tubuh Graudel yang berubah menjadi ribuan jarum hitam. Melihat hal itu Graudel langsung kembali ke wujud humanoid nya agar bisa menahan serangan Aria.
"Sekarang, Yara!" seru Aria.
Yara membentuk pedang dari angin dan badai. "Fujin, pinjamkan aku kekuatanmu!" Seru Aria sembari menebas kearah tubuh Graudel dan membelahnya menjadi dua
Seketika badai besar menelan tubuh Graudel. "Aku akan memusnahkan mu!" Seru Kieran sembari mengendalikan petir menghujani Mortem yang ingin membantu Graudel.
Dan akhirnya, dari tengah badai, Sho muncul melayang. Bident-nya menyala hijau terang, dan dengan teriakan penuh tekad, ia menusuk ke arah Graudel yang telah melemah. "MATILAH!!" Teriak Sho sembari menusuk inti Graudel yang berada dileher nya.
BOOM!
Ledakan cahaya hijau memenuhi seluruh lembah. Cahaya menyilaukan menelan segalanya. Kini Graudel sudah musnah, menyisakan Mortem yang mulai dipojokkan oleh Kieran.
"Saatnya bagimu untuk menyusul temanmu!" Teriak Aria sembari melompat keatas, lalu ia mengumpulkan energi matahari di busurnya.
"Kieran, Yara, bantu aku menahan pergerakan nya!" Seru Sho kepada Kieran dan Yara untuk membekukan pergerakan Mortem.
Yara menciptakan badai besar dan menjebak Mortem kedalam badai tersebut, disusul oleh Kieran yang menciptakan awan petir yang hitam pekat, dan petir menyambar kearah Mortem dari awan tersebut. Disisi lain Sho mengumpulkan energi alam dan api hijau dalam bentuk besar lalu menebas kearah Mortem, api hijau Sho bersinkronisasi dengan badai Yara, menciptakan badai api hijau yang begitu dahsyat.
Usai terkena serangan yang begitu dahsyatnya, kini Mortem tak bisa bergerak sedikitpun, tubuhnya retak. Kini giliran Aria untuk mengakhiri hidupnya. "Musnahlah demi kebaikan umat manusia." Ucap Aria dengan begitu lembut sebelum melepas panahnya yang sudah dipenuhi oleh matahari.
Aria melepas panahnya, membuat Mortem musnah tanpa sisa bahkan tidak ada satupun debu yang tersisa, serangan Aria benar-benar diluar akal sehat saking kuatnya.
Ketika debu mereda, kedua Absolute Being telah lenyap. Hanya tersisa kawah besar dan keheningan yang memekakkan telinga.
Aria yang berada diatas langit terjatuh dan kehilangan kesadarannya meskipun ia sedang terjatuh, perlahan-lahan rambut nya kembali ke warna aslinya, yaitu warna biru malam. Sho dengan cepat mengembalikan Bident nya kembali ke wujud kalung lalu berlari kearah Aria dan berhasil menangkap Aria sebelum berhasil menghantam tanah.
Sho berdiri sembari menggendong Aria yang tersenyum kepadanya. "Aku tahu kau akan menangkap ku." Ucap Aria dengan lemah sembari memeluk Sho dengan kedua tangan nya.
"YEAAHH! KITA MENANG!" Teriak Yara sembari melompat-lompat kesenangan.
Kieran mengangguk pelan. "Untuk sekarang... ya, karena tersisa delapan Absolute Being tingkat atas untuk kita musnahkan." Ucap Kieran sembari membiarkan tubuhnya terjatuh lalu berbaring diatas tanah.
"Ayah... Ibu... aku berhasil..." Gumam Liora sembari memegang Liontin miliknya, bajunya dibasahi oleh darah ia sendiri.
Angin kembali berhembus pelan di Cekungan Cardent. Badai telah reda. Tanah yang tadi didera kehancuran kini diam, nyaris tak bersuara, seakan ikut berduka atas energi yang terkuras dari dunia ini.
Aria perlahan-lahan berdiri meskipun harus di bantu oleh Sho, mereka berdua bertatapan, tatapan itu penuh cinta?.
"Sepertinya aku akan bergabung dengan kelompok kalian." Ucap Kieran sembari berusaha untuk bangun.
"Yah... aku setuju, gaya bertarung mu benar-benar cocok dengan Sho." Ucap Yara menatap langit yang kini bersih.
Liora berdiri diam, matanya menatap ke arah cakrawala. "Ya, aku juga setuju." Ucap Liora dengan suara lirih.
Di kejauhan, cahaya aurora mulai terbentuk, sebuah fenomena tak lazim yang menyelimuti langit setelah pertempuran dewa. Warna-warna hijau dan ungu menari, seolah dunia memberi salam perpisahan kepada yang gugur dan penghormatan kepada yang bertahan.
Persephone muncul kembali, kali ini dalam wujud bintang-bintang. Ia mendekati Sho, menyentuh pundaknya dengan tangan lembut yang nyaris tak berwujud.
"Kau sudah sudah berusaha keras sayang... Tapi perjalananmu masih panjang. Apa kau siap menghadapi takdir berikutnya?" Ucap Persephone dengan suara lembut.
Sho menatapnya. "Aku tak tahu seberapa kuat aku bisa bertahan... tapi aku tak akan berhenti." Ucap Sho kepada Persephone, nada bicaranya penuh hormat.
Peraephone menyentuh pipi Aria. "Jagalah Sho baik-baik karena kau adalah orang yang dipilih olehnya." Ucap Persephone kepada Aria sembari tersenyum samar sebelum menghilang bersama angin malam.
Aria memandang ke arah Sho. "Seperti nya Persephone sudah memberikan restu untuk ku" Ucap Aria sembari tersenyum manis.
Sho menoleh ke arah Aria. "Mungkin setelah ini aku harus menyiapkan kencan untuk kita." Ucap Sho dengan penuh antusias.
"Aku akan menunggunya." Balas Aria, kini pipi nya memerah.
"Astaga, kalian ini. Sudah cukup bermesraan nya." Omel Yara kepada Sho dan Aria.
Sementara itu Liora yang menyaksikan Sho dan Aria bermesraan mulai membayangkan hal yang aneh-aneh, wajah nya mulai memerah. "Hei, kau tidak apa-apa?" Tanya Kieran sembari mendekati Liora.
"Uhm.. aku tidak apa apa, ayo kita kembali ke benteng Cahaya" Ucap Liora sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Baiklah, ayo kembali! Aku akan memasak sesuatu yang enak saat sudah sampai nanti!" Ucap Yara dengan penuh antusias.
Di atas tanah yang hangus dan retak itu, di tengah bekas pertempuran surgawi dan kekacauan abadi, mereka berdiri bersama. Lelah, hancur, tetapi tak tergoyahkan. Dan di balik langit yang mulai cerah, dunia tampak menahan napasnya, karena meski mereka menang hari ini, semua tahu... ini baru permulaan dari bencana yang lebih besar.
Btw bagusss bangett, aku menunggu chapter berikutnyaa/Applaud//Applaud/
sayangg lioraa🫂🫂
peluk jauh untukmu sayanggg🫂🫂
Btw Aria cantik 08 berapa neng? /Smirk//Smirk/
Semangatt terus buat authornya yaaaa
Rasanya campur aduk kayak nasi uduk, aaaa aku ga bisa ngungkapin perasaan ku dengan kata' tapi yang pasti ini KERENNN BANGETTTTT
Oiyaa, semangat terus yaa buat authornyaa /Determined//Determined/