Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : LOFY
"Vio, ayo turun Sayang... Kita sudah harus berangkat."
Terdengar suara keras Tamara memanggil dari lantai bawah. Viola menurunkan kopernya dari atas ranjang. Sekali lagi dia melihat sekeliling, menatap setiap sudut ruangan kamar yang akan dia tinggalkan. Hatinya terasa berat.
Dua minggu sudah berlalu sejak kasus yang menimpa papanya, dan mereka hanya diberikan waktu sampai besok untuk mengosongkan rumah itu. Beruntung Amel sudah menemukan rumah dan membantu membayar sewanya dulu untuk dua tahun kedepan.
"Iya, Ma. Ini Vio turun...!"
Meskipun berat, Viola akhirnya melangkahkan kakinya meninggalkan kamar dan turun ke lantai bawah. Leo menghampiri adiknya dan mengambil alih koper yang dipegang Viola, memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
"Pak Wawan, Mbak Asih." Viola menatap dua orang yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumahnya. "Kalian ikut ya, aku masih sanggup bayar gaji kalian kok."
Mbak Asih tersenyum tipis dengan mata berkaca-kaca, "Non Vio nggak usah mikirin tentang gaji kami. Selama ini keluarga ini sudah begitu baik, kami pasti akan selalu setia mengabdi. Iya kan pak Wawan?"
"Eh iya, iya." angguk pak Wawan. "Non Vio nggak usah pusing-pusing mikirin gaji kami, yang penting kami dikasih makan dan tempat tinggal saja dulu juga sudah cukup. Masih bisa satu rumah dengan keluarga ini."
"Makasih Pak Wawan, Mbak Asih..." ucapnya penuh haru. Tatapannya kini beralih pada tiga orang yang juga akan ikut mengantar.
"Ayo Vio kita berangkat. Kamu ikut bareng kita aja, biar Pak Wawan dan Mbak Asih ikut satu mobil dengan mama dan kakak kamu." ucap Bian.
Viola mengangguk setuju, namun dia urung melanjutkan langkahnya saat melihat Bian membukakan pintu depan mobil untuknya. Menoleh ke arah Amel yang berdiri di samping Dian.
"Mel, Lo aja yang didepan ya? Biar gue dibelakang sama Dian."
Belum sempat Amel menjawab, Viola sudah membuka pintu belakang lebih dulu dan bergegas naik. Dian mengangkat kedua bahunya saat melihat Amel menoleh ke arahnya, lalu dia ikut naik dan duduk di samping Viola.
"Misi jadi mak comblang masih aja berlanjut, padahal udah pernah gagal dulu," bisik Dian pada Viola.
"Sekarang udah beda, gue lihat getar-getar cinta udah mulai ada," balas Viola tersenyum tipis.
"Sotoy, kalau nanti Amel sakit hati karena ditolak lagi gimana?" sahut Dian masih setengah berbisik.
"Nggak akan."
Obrolan mereka terhenti saat melihat Amel dan Bian ikut naik dan duduk di jok depan. Beberapa kali Viola melirik kearah spion yang terpasang diatas dashboard, melihat ada kecanggungan pada dua orang yang kini duduk di hadapannya.
Misi Viola jadi mak comblang sebenarnya dulu sudah hampir berhasil, Amel mulai menaruh rasa pada Bian meskipun berakhir dengan penolakan halus Bian yang mengatakan belum bisa untuk membuka hati lagi. Karena rasa kecewanya Amel terpaksa menerima cinta kakak senior mereka dikampus dulu dan sempat menjalin hubungan selama dua tahun sebelum akhirnya mereka berakhir putus karena merasa sudah tidak ada kecocokan lagi.
Setelah hampir dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan rumah dua lantai. Halaman rumah itu cukup luas dan bisa menampung sampai dua mobil untuk parkir. Disisi kanan juga ada garasi mobil yang masih kosong.
"Berapa biaya sewa yang harus gue ganti, Mel? Nanti gue transfer ke Lo." tanya Viola begitu mereka sudah turun dari dalam mobil. Rumah itu cukup besar dan luas, biaya sewanya pasti cukup mahal.
"Nggak usah mikirin itu, Lo tinggal nempatin aja." jawab Amel. "Sorry Vi, gue nggak bisa cerita kalau sebenarnya Raka yang udah bayar biaya sewanya. Dia ngelarang gue buat cerita sama Lo soalnya." batinnya.
"Heuh, nggak bisa gitu dong. Kan perjanjiannya nggak gitu," Viola merasa keberatan.
"Gini aja Vi." Amel berjalan mendekat, "Mending uang Lo dipake buat beli mobil aja, cari aja yang murah dulu. Nanti kalau mau kemana-mana kan Lo juga nggak bingung, ada pak Wawan yang bisa nyetir ini."
Viola termenung. Rumah dan semua fasilitasnya sudah disita oleh bank termasuk mobil milik papanya. Padahal Viola yakin semua itu dibeli dari hasil kerja keras papanya, bukan hasil dari korupsi.
"Gue... Nyusahin kalian ya?"
Amel merangkul Viola, mengusap-usap pundaknya. "Lo ngomong apa sih, Vi. Disini tuh nggak ada yang di susahin, emang udah seharusnya kita saling bantu."
"Amel bener," Dian mengangguk setuju. "Kita kan besti, jadi harus saling bantu."
"Ya udah yuk, kita lihat ke dalam, Lo pasti bakal suka dan betah tinggal disini." ajak Amel.
Ketiga gadis itu melangkahkan kakinya masuk, sementara yang lain sibuk menurunkan barang-barang dari dalam mobil. Amel mengajak Viola naik ke lantai atas, masuk ke dalam sebuah ruangan yang akan menjadi kamar Viola.
"Gila, ini keren banget...!" seru Dian saat melihat kamar yang sudah didekorasi sedemikian rupa. "Kok bisa pas banget ya? Tau aja nih pemiliknya kalau yang mau nempatin kamar ini tuh cewek."
Viola menatap takjub. Dinding kamar di cat warna pastel pink lembut, dengan jendela besar yang memungkinkan cahaya alami untuk masuk dengan bebas. Sebuah tempat tidur yang empuk lengkap dengan seprai berwarna pink menyala bergambar bunga-bunga, dan diatasnya terdapat berbagai macam jenis boneka yang lucu-lucu.
"Mel..." Viola menoleh, "Kamar ini seperti baru direnovasi, apa nambah biaya juga?"
Amel sedikit gelagapan, mengusap-usap lehernya canggung. "Itu... Ini... Ini gue yang minta untuk direnovasi khusus buat Lo, Vio. Gue mau Lo ngerasa nyaman aja selama tinggal disini."
"Gue terharu, makasih ya, Mel." Viola memeluk Amel sebentar.
"Iya, sama-sama Vio, yang penting Lo seneng. Biar Lo sama mama Lo juga nyaman dan betah tinggal disini."
Suasana penuh haru itu berubah ketika Mbak Asih menyusul naik ke lantai atas, mengetuk pintu kamar yang terbuka lebar.
"Non Vio, dibawah ada ayang beb tuh datang," ucap Mbak Asih.
"Heehh..." keningnya mengernyit dalam. "A-ayang... Maksudnya Raka?" tanyanya memastikan.
"Ya siapa lagi ayang beb nya Non Vio kalau bukan mas Raka." jawab Mbak Asih dengan senyuman menggoda.
"Tap-tapi kan... Kayaknya nggak mungkin deh, soalnya kan..." wajahnya nampak seperti orang bingung. Akhir-akhir ini dia memang jarang menelfon dan memberikan kabar pada Raka. Apa karena hal itu Raka akhirnya menyusulnya pulang?
Amel menepuk bahu Viola. "Udah turun dulu aja, kali aja itu Raka beneran yang datang."
Ketiga gadis itu kembali turun ke lantai bawah, mengabaikan orang-orang yang sedang berbenah di ruang tengah. Ketegangan yang sedari tadi Viola rasakan berubah menjadi rasa terkejut saat melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.
"Tuyul? Ngapain? Kok tahu aku pindah rumah sih!" cecarnya dengan banyak pertanyaan saat melihat adiknya Raka ternyata yang datang.
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio