"Apakah kamu pernah mencintaiku sebagai seorang wanita?" langkah laki-laki didepannya terhenti, tapi tak kunjung membalik badannya
"Tidak" jawaban singkat yang membuat sang wanita menunduk menahan isak tangis. Jawaban yang sudah ia duga, tapi tetap membuatnya sakit hati
Belasan tahun hanya cintanya yang terus terpupuk, keajaiban yang ia harapkan suatu hari nanti tak kunjung terjadi. Pada akhirnya, berpisah adalah satu-satunya jalan atas takdir yang tak pernah menyatukan mereka dalam rasa yang sama.
"Selamat jalan Kalanza, aku harap kamu bahagia dengan pilihan hatimu"
Dari sahabat sampai jadi suami istri, Ishani terlalu berpikir positif akan ada keajaiban saat Kalanza tiba-tiba mengajaknya menikah, harapannya belasan tahun ternyata tak seindah kisah cinta dalam novel. Kalanza tetaplah Kalanza, si laki-laki keras kepala yang selalu mengatakan tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya.
"Ishani, aku ingin melanggar janji itu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Itu
Kapan masalah itu benar-benar usai?. Jawabannya mungkin tidak akan pernah usai, bahkan ketika manusia meninggal pun, masalahnya adalah apakah amal baiknya sudah cukup untuk membawanya ke surga. Masalah itu selalu mengintai kita, menjadi teman dan musuh disaat yang sama. Tapi, seperti badai yang pasti berlalu, malam yang berganti siang, atau hujan yang akan berganti pelangi, masalah juga seperti itu. Ia hilang, tapi kadang datang. Membuat kita menangis sekali, lama-lama juga akan terbiasa. Pada dasarnya mengabaikannya dan fokus mencari jalan keluar adalah kuncinya daripada terus memikirkannya
"Manusia dengan berbagai sifatnya" Kalan membuka pembicarannya malam itu, teringat kejadian satu bulan lalu. Ishani bersandar dibahunya, mereka duduk didepan balkon menikmati bulan bertahtakan langit malam yang begitu indahnya. Felis, si kucing gembul itu tak ingin ketinggalan, ia meletakkan dirinya antara pasangan itu
"Kalau disuruh memilih, kamu mau jadi apa?" Sering sekali mereka dalam posisi ini. Belasan tahun bersama, seolah rahasia tak ada lagi diantara mereka. Kecuali satu, perasaan.
"Kayaknya ini pertanyaan yang sering sekali kamu ajukan dulu waktu kita kecil"
"Aku akan terus bertanya pertanyaan yang sama sampai kamu mau mengganti jawabanmu"
"Sayangnya jawabanku tak pernah berubah, aku tetap mau jadi batu. Hanya diam saja. Tak perlu bernafas dan tak perlu repot-repot melakukan semuanya. Terus diam dan tak bergerak"
"Ia bisa saja dipindahkan orang lain"
"Tapi ia tetap dengan sifatnya yang keras"
"Kamu aneh, harusnya kamu jawab mau jadi burung biar bisa terbang dan lihat dunia dari atas, atau mau jadi ikan biar bisa berenang bebas mengarungi samudera"
"Aku tidak mau karena mereka makhluk hidup. Semuanya pasti akan merasakan sakit. Saat kita terlahir, sebagai makhluk yang bernafas. Artinya kita sudah siap dengan segala konsekuensi dari dunia yang penuh fatamorgana ini"
"Burung bisa terbang bebas, tapi ia juga penuh dengan rasa takut akan predator yang bisa mengintai. Ikan pun sama, seluas-luasnya lautan yang bisa ia jelajah, arus laut kadang harus membuatnya mundur"
"Memang paling benar jadi manusia saja" Ishani tertawa mendengarnya, itu adalah ucapan yang selalu Kalan ucapkan
"Sekarang aku mau ganti pertanyaannya, kalau bisa memilih menjadi orang lain, kamu ingin memilih jadi siapa?" Ishani terdiam sejenak, selimut hangat yang membungkus tubuh mereka berdua membuat udara malam tak terasa walau angin bertiup cukup kencang
"Aku memilih menjadi kamu"
"Aku?" Kalan nampak tak percaya dengan jawaban itu
"Kenapa harus aku?" Lanjutnya penuh dengan tanda tanya
"Agar aku bisa merasakan rasanya dicintai"
"Apa maksudnya?" Ishani cepat-cepat menggeleng, ia malah keceplosan
"Kamu bisa menjadi dirimu sendiri dan kamu bisa membuat orang lain nyaman"
"Termasuk kamu?"
"Iya, termasuk aku. Makanya kamu adalah orang yang paling sering melihatku menangis"
"Jangan menangis lagi" Kalan mengerutkan pelukannya pada tubuh perempuan itu. Kandungannya sudah memasuki bulan keenam sekarang, setidaknya tubuh Ishani mulai berisi, jadi bukan hanya tulang yang terasa
"Apa kamu mau berjanji satu hal padaku Kalan?"
"Janji apa?"
"Kalau anak kita lahir, tapi ternyata takdir membuat kita berpisah. Tolong jangan pernah membedakannya dengan anak-anakmu yang lain nanti"
"Ishani, apa yang kamu bicarakan? Kita sudah sepakat untuk menjaganya bersama"
"Kalan dengarkan aku baik-baik" Ishani menangkup wajah laki-laki itu untuk menatapnya. Tatapan mata mereka bertemu, Ishani bisa melihat tatapan yang berbeda. Tatapan yang melibatkan hati
"Disini" Ishani mendekatkan telinganya ke dada laki-laki itu, tempat jantung berdetak
"Selama ini masih berdetak, ada kemungkinan walaupun kecil kalau keputusan apapun bisa berubah. Ingat, kita hanya makhluk perencana, tapi apakah Tuhan ACC rencana kita itu masih rahasia. Siapa tau mau direvisi? Atau ganti?. Selama ini masih berdetak, maka kita masih penuh dengan rahasia masa depan"
"Aku ingin membesarkannya bersamamu, mencintainya tanpa kekurangan kasih sayang"
"Sure, aku menginginkan hal yang sama"
"Aku tak pernah memintamu berpisah, tapi aku meminimalisir hal yang bisa melenceng dari rencana sekecil apapun peluangnya. Walau hanya 0,00001% sekalipun, apa salahnya untuk berjanji agar membuat kita selalu ingat"
"Satu-satunya hal yang pasti di masa depan menanti kita bukanlah hari tua tapi kematian"
"Sssuttt" Kalan menempelkan telunjuknya di bibir perempuan itu
"Aku tak suka mendengarnya" Ia membawa Ishani kedalam dekapan hangatnya
"Kalan, apa kamu menyukaiku"
"Aku menyukaimu, bagaimana mungkin aku bersahabat denganmu selama ini kalau aku tidak menyukaimu?"
"Bukan itu pertanyaanku, suka antara laki-laki dan perempuan" Kalan tak langsung menjawab, ia malah membawa Ishani kembali ke pelukannya
"Iya"
"Maka aku juga menyukaimu"
Ishani perlu bertanya berkali-kali untuk meyakinkan dirinya, maka sepertinya sekarang ia sudah bisa memberikan hatinya, membiarkan perasaan itu masuk di tempat yang selama ini penuh dengan keragu-raguan
.
"Ishani, hari ini jadwal USG kan?" Laki-laki itu tampak bersemangat, Kalanza lebih dari siap untuk menjadi seorang ayah. Ia selalu bersemangat dan tak pernah mau ketinggalan
"Iya" Ishani menghidangkan nasi goreng seafood di depan suaminya
"Enak, aku yakin kalau membuka restoran pasti tak pernah sepi"
"Nanti aku pertimbangkan"
"Tidak, hanya aku yang boleh menikmati masakanmu. Hanya aku yang boleh merasakan enaknya masakan istriku"
"Waduh, gombalan bapak-bapak garing banget" tiba-tiba saja Ares sudah menarik kursi didepan kakaknya membawa sepiring nasi goreng yang sama dengan miliknya
"Kenapa kamu disini?"Kalan menatapnya sengit
"Makanya kalau pasang bel, kupingnya juga dipasang. Bukan fokus romantisan doang, bisa-bisanya Ishani bisa hidup betah dengan orang sepertimu?"
"Panggil dia kakak, dia kakak iparmu, dan apa maksudnya dengan orang sepertiku?"
"Sudahlah, jangan ribut di meja makan. Biarkan Ares memanggil apapun sesukanya asal dia nyaman. Kalian selalu saja bertengkar saat bertemu"
"Kalau panggil sayang boleh nggak?"
"Keluar dari rumah ini sekarang!" Kalan sampai berdiri dari kursinya, untung Ishani dengan sigap menarik tangannya dan mengelus untuk menenangkan
"Kamu tau sendiri bagaimana kelakuannya Kalan, jangan terlalu dianggap serius. Dari dulu selalu seperti ini"
"Ares, aku dan Kalan hanya lebih tua dua tahun darimu. Kami tak masalah kalau hanya menyebut nama, tapi mungkin itu terdengar tak nyaman bagi orang lain"
"Aku mengerti, aku hanya menguji si pemarah itu saja" jawabnya santai seolah memang sengaja menguji amarah Kalanza
Ishani hanya menghela nafasnya melihat drama pagi ini, tapi setidaknya itu terasa lebih hangat
"Nichol kembali dari luar negri hari ini dan minta jemput di bandara, jaraknya lebih dekat dari sini makanya aku mampir sekalian untuk sarapan"
Nichol, adik bungsunya yang baru saja mendapat gelar sarjananya. Kalan menghela nafasnya, ia pastikan laki-laki itu akan heboh sampai rumah nanti
ingat istri dan calon anakmu.. nanti kamu menyesal