Anjani, seorang aktris multitalenta yang terpaksa menerima pinangan kakak angkatnya atas perjodohan yang diatur orang tua. Sekian tahun menikah, tak ada sentuhan apapun yang terjadi. Pria bernama Mahaka Wiratama itu sibuk dengan wanita yang ia cintai.
Di tahun ke 5 pernikahan, Anjani nekat kabur dan hidup sendiri. Semua itu berkat bantuan Devan, sahabat Mahaka, tetapi masalah baru justru hadir dalam hidupnya.
Hampir setiap malam ia merasakan kehangatan seorang pria dalam tidurnya. Ia bahkan harus kehilangan mahkotanya, tapi Anjani tak pernah tahu siapa yang melakukannya.
Semuanya semakin rumit saat dirinya dinyatakan hamil dan vidio asusilanya dengan seorang pria misterius tersebar di jagad maya. Hidup Anjani hancur dalam sekejap, lalu apa yang akan ia lakukan demi bisa memperoleh harga dirinya kembali.
Follow Instagram El khiyori
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El khiyori, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Tubuh Anjani sempat menegang karena sentuhan yang dilakukan Mahaka, namun ia berhasil menemukan cara untuk mencoba terlepas dari buaian pria itu.
"Arghhh ... perutkuuu .... "
Mendengar itu Mahaka buru-buru menjauhkan tubuhnya. Awalnya Anjani tak yakin kalau suaminya akan peduli, tapi ternyata pria itu benar-benar mau melepaskannya.
"Ada apa Anjani? apa aku menyakiti perutmu?" tanya Mahaka cemas. Dengan sangat hati-hati ia segera membantu Anjani untuk duduk, namun ia kembali dibuat bingung saat wanita itu menjawab pertanyaannya dengan gelengan kepala.
"Lalu?!" tanyanya lagi.
"Aku lapar, tadi kan aku belum sempat makan."
"Oh astaga, maafkan aku. Baiklah-baiklah, ngomong-ngomong tadi kau beli makanan kan? biar kusuruh pelayan membawakannya kemari."
"Tidak mau!!" tolak Anjani tiba-tiba.
Sebenarnya ia berkata demikian karena tak ingin terus berduaan dengan Mahaka di tempat itu. Bisa-bisa ia kembali diterkam jika terus bersamanya.
"Ayolah Anjani, lalu apa maumu?!" seru Mahaka yang memang memiliki kesabaran setipis tissu. Ia memang paling tak menyukai jika lawan bicaranya berbelit-belit.
"Aku mau makan di ruang makan saja," jawab Anjani pada akhirnya.
"Baiklah, kita ke sana sekarang."
Nada bicara Mahaka kembali melembut. Ia bahkan dengan sabar mengikuti Anjani menuju ke sana.
Sampai di ruang makan Mahaka sempat dibuat terkejut dengan makanan yang dibeli Anjani.
"Kau yakin akan memakan itu?"
"Tentu saja, memangnya kenapa?" sahut Anjani sambil mulai menyiapkan makanan ekstra pedas itu ke mulutnya.
"Apa lidahmu tidak sakit memakan sambal sebanyak itu?"
"Pedasnya sambal ini tak sebanding dengan pedasnya ucapan Amelia yang selalu membanggakan perhatianmu di hadapanku. Soal seperti itu saja aku bisa memakannya, apalagi ini .... " celetuk Anjani tanpa memandang lawan bicaranya.
Mahaka yang mendengar itu hanya bisa mendengus kesal. Ia pikir Anjani tak akan membahas lagi perihal hubungannya dengan Amelia setelah ia mengatakan kalau hubungan diantara mereka sudah berakhir.
"Bisakah kita tidak membahas soal Amelia lagi?" tanya Mahaka yang ikut menikmati potongan buah di hadapannya.
"Oh, tentu saja tidak bisa, Amelia adalah sejarah yang tak akan lekang oleh waktu. Apa kau yakin akan dengan mudah melupakan wanita itu. Wanita cantik, baik, penurut, dan _ "
"Sudah cukup Anjani!!"
Ingin rasanya Mahaka berteriak, tapi sekarang ia tak mungkin melakukan hal itu. Ia teringat pada pesan dokter kalau wanita di hadapannya saat ini tak boleh sampai dilanda stres berat.
"Mau sampai kapan kau akan membahasnya?" tanya Mahaka dengan suara pelan. Tangannya kembali menuangkan air putih ke dalam gelas milik Anjani.
"Sampai aku bosan," jawab Anjani santai.
Kali ini Mahaka memilih diam tak menanggapi. Ternyata saat ia diam Anjani pun ikut diam dan itu lebih bisa membuatnya tenang daripada harus terus berdebat membahas soal Amelia.
Di saat yang sama sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan itu datang dari Devan yang menyatakan kalau dirinya tak terima atas pengakuan Mahaka terhadap janin dalam kandungan Anjani.
Mahaka yang langsung emosi begitu membaca pesan itu langsung berdiri dari tempatnya dan menjauh dari sang istri yang masih sibuk menikmati makanan. Ia melakukan itu untuk mengangkat telepon dari Devan.
"Apa maumu? ingat Devan, setelah ini kau akan benar-benar kehilangan pekerjaanmu. Aku sudah memperingatkan, tapi ternyata kau menantangku," geram Mahaka, tapi ternyata ancaman itu justru disambut Devan dengan tawa lebar.
"Mahaka Wiratama ... ayolah aku tidak peduli, tapi kau jangan terus serakah seperti ini. Biarkan Anjani hidup bebas dan bahagia bersamaku."
"Dia tidak mencintaimu bangs4ttt!!" teriak Mahaka yang membuat Anjani menghentikan kegiatan makannya.
Ia mulai memperhatikan semua kalimat yang keluar dari bibir Mahaka. Puncaknya adalah saat pria itu mematikan sambungan telepon lalu menendang benda di hadapannya dengan penuh amarah.
Bukan tanpa alasan Mahaka berbuat demikian. Devan baru saja kembali menantangnya dengan mengancam akan mengungkap semua skandalnya dengan Amelia.
Saat ini wajah Mahaka merah padam, membuat Anjani akhirnya datang mendekat.
"Apa ada hal buruk terjadi?"
"Tidak apa-apa, aku bisa mengurusnya," jawab Mahaka sambil memijat pangkal hidungnya. Terlihat sekali kalau sekarang ia sedang dilanda frustasi.
Setelah merasa lebih tenang Mahaka memilih meminta izin untuk keluar dari rumah.
"Kau mau kemana? kondisimu tidak terlalu baik, kenapa tidak di rumah saja?" tegur Anjani yang membuat Mahaka membeku di tempatnya.
Itu hanya pertanyaan kecil, namun terasa begitu hangat. Penyesalannya kembali datang menghampiri, andai saja ia bisa merasakan itu sejak awal, semuanya tak perlu serumit sekarang. Yang terjadi saat ini ia tak hanya harus berusaha membuat hati Anjani kembali utuh untuknya, tapi juga harus menghadapi Devan dan juga Amelia. Semuanya itu karena ulahnya sendiri.
Mahaka berbalik perlahan dan mendekati Anjani yang masih menatapnya.
"Anjani .... " panggilnya lirih, namun kalimat berikutnya tak kunjung keluar karena nafasnya masih tercekat.
"Ada apa?"
"Apa kau percaya kalau Devan adalah ayah dari bayi itu?" tanya Mahaka pada akhirnya.
"Entahlah, bukankah aku sudah pernah bercerita apa yang kualami sebelum anak ini tumbuh di rahimku? Aku tak tahu apapun dan ini tidak mudah bagiku."
Sorot mata Anjani berkaca-kaca saat berkata demikian.
"Aku justru merasa takut untuk mengetahui siapa pelaku yang sebenarnya," ujarnya lagi.
"Kau tidak perlu tahu soal itu, tutup mata dan telingamu, karena aku yang akan menjadi ayah dari bayi yang kau kandung."
Mahaka kembali menegaskan.
"Kau jangan memberiku harapan berlebihan, jangan membohongiku soal seperti ini, aku tidak sanggup. Akan terlalu sakit jika aku sudah begitu mempercayaimu tapi kau tiba-tiba pergi meninggalkanku."
"Itu tidak akan terjadi, mulai sekarang percayalah padaku."
Seiring dengan ucapan itu kedua tangan Mahaka merengkuh tubuh Anjani ke dalam pelukannya, tapi di tengah-tengah momen manis itu suara nyaring dari ponselnya menghentikan semuanya.
"Sebentar aku angkat telepon dari papa dulu," ucap Mahaka meminta izin. Tentu saja Anjani bisa mengerti. Awalnya wanita itu pikir mereka akan membicarakan tentang pekerjaan, tapi ternyata bukan.
"Datang ke rumah papa sekarang!!"
Suara pak Arga terdengar meninggi hingga turut sampai ke telinga Anjani yang memang masih berdiri dalam jarak dekat dengan Mahaka.
"Ada apa Pa? kenapa Papa marah-marah?" tanya Mahaka bingung, namun sang ayah justru kembali membentak.
"Datang sekarang dan jelaskan semuanya!! Sekarang Mama sedang sakit dan itu gara-gara kamu?"
Mendengar itu Mahaka dan Anjani saling berpandangan. Mereka merasakan ketakutan dengan masalah masing-masing.
Mahaka pun hendak kembali bertanya, namun Anjani segera melarang.
"Sudah matikan saja teleponnya, kita ke sana sekarang," ajak Anjani. Sebenarnya Mahaka melarangnya untuk ikut karena ia merasa khawatir apa yang terjadi di sana ada kaitannya dengan kehamilan Anjani, tapi wanita itu bersikeras.
Selama berada dalam perjalanan tak hanya Mahaka yang khawatir tapi juga Anjani. Disaat itulah tiba-tiba Mahaka menggenggam erat jemari lentik wanita cantik berambut panjang itu.
"Kau jangan takut, kita akan hadapi ini. Mungkin memang sudah saatnya semuanya harus dibicarakan,' ujar Anjani yang lagi-lagi membuat Mahaka terdiam. Perasaannya semakin kalut, apalagi saat mereka sudah tiba di tempat tujuan.
Nampak Bu Martha tengah terbaring lemah di atas ranjang. Bibirnya pucat, matanya juga sembab. Begitu Mahaka tiba di sana tatapan kebencian begitu terasa, namun sesaat pandangan mata Bu Martha beralih ke tangan Anjani yang menggenggam erat tangan putranya. Anak angkat sekaligus menantunya itu tampak juga tampak menunduk ketakutan.
"Mama ... Mama kenapa?" tanya Mahaka.
"Jangan mendekati mamamu Mahaka!! jelaskan dulu soal ini!!" hardik pak Arga sembari menyerahkan ponselnya ke arah Mahaka.
Tampak di sana foto-foto dirinya tengah memasuki sebuah unit apartemen mewah dan disambut seorang wanita dengan begitu mesra. Ada pula vidio berdurasi pendek yang memperlihatkan dirinya sedang duduk di jok belakang sebuah mobil sambil memeluk mesra seorang wanita yang tak lain adalah Amelia.
Mahaka tentu syok, ia tak menyangka kalau Devan pernah merekamnya. Memang tak hanya sekali ia meminta bantuan Devan untuk menemui ataupun menjemput Amelia dari apartemen wanita itu.
"Aku bisa jelaskan ini Pa!!" ucap Mahaka kemudian.
"Sudah cukup Mahaka!! Kamu sudah membohongi Mama!! Mama sudah tahu semuanya jadi lebih baik kamu akui saja kalau selama ini kamu sudah mengkhianati Anjani!!" jerit Bu Marta dengan rasa kecewa yang mendalam.
agak lama Shok terapi Thor biar dia merasakan apa yg di rasakan Anjani 👍👍👍👍