Alistair, seorang pemuda desa yang sederhana, mendapati dirinya dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang pertempuran dan pengkhianatan. Tanpa disadarinya, ia adalah reinkarnasi dari seorang ksatria terhebat yang pernah ada, namun dikutuk karena dosa-dosa masa lalunya. Ketika kekuatan jahat bangkit kembali, Alistair harus menerima takdirnya dan menghadapi masa lalunya yang kelam. Dengan pedang di tangan dan jiwa yang terkoyak, ia akan berjuang untuk menebus dosa-dosa masa lalu dan menyelamatkan dunia dari kegelapan abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhimas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Cahaya dalam Gelap Pribadi
Lima puluh tahun telah berlalu sejak kepergian Alistair. Dunia telah mengalami kemakmuran yang luar biasa. Akademi sihir dan ksatria di Silverwood telah melahirkan generasi baru pejuang cahaya. Hutan Elven dan manusia hidup berdampingan dengan damai. Willow Creek telah berkembang menjadi kota yang ramai, dengan monumen Alistair berdiri di tengah kota sebagai tanda ingatan akan keberaniannya.
Valerius, sekarang berusia lima puluh tahun, telah menggantikan Gideon sebagai pemimpin pasukan ksatria cahaya. Ia memegang Cahaya Keberanian dengan keahlian yang luar biasa, dan telah mengalahkan beberapa ancaman kegelapan yang muncul selama bertahun-tahun. Lyra, saudaranya kembar yang juga berusia lima puluh tahun, adalah penyihir terkemuka di Ordo Cahaya, yang mengembangkan sihir cahaya baru untuk melindungi dunia.
Keduanya telah menikahi dan memiliki keluarga sendiri. Valerius telah menikahi seorang pemburu bernama Sora, dan mereka memiliki seorang putra bernama Alistair—diberi nama untuk mendekati kakek buyutnya. Lyra telah menikahi seorang penyihir elf bernama Thalion, dan mereka memiliki seorang putri bernama Elara.
Pada hari yang mendung, Valerius dan Lyra berkumpul di monumen Alistair di Willow Creek. "Kamu merasa apa?" tanya Lyra, melihat wajah saudaranya yang serius.
"Rasa tidak nyaman," jawab Valerius. "Aku selalu merasa bahwa ada sesuatu yang salah denganku. Nama ku adalah Valerius—nama penyihir jahat yang dikalahkan kakek buyut kita. Kadang-kadang, aku merasakan energi kegelapan di dalam diriku. Seolah-olah itu sedang mencoba menguasai aku."
Lyra menyentuh bahunya dengan lembut. "Kamu tidak sendirian, kakak. Kita semua memiliki sisi gelap di dalam diri kita. Yang penting adalah bagaimana kita mengendalikannya."
Tetapi, perasaan Valerius semakin memburuk seiring waktu. Malam-malam ia bermimpi tentang Valerius yang asli—mengenai kekuatan dan keserakahan yang membuatnya menjadi jahat. Kadang-kadang, ia merasakan tangan itu menariknya ke arah kegelapan, meminta ia menggunakan kekuatan yang tersembunyi di dalam dirinya.
Satu malam, Valerius bangkit dari tidur dan menyadari bahwa ia telah melangkah keluar dari rumah tanpa menyadari. Ia berada di hutan di pinggiran Willow Creek, memegang Cahaya Keberanian yang berwarna hitam gelap—seolah-olah kegelapan telah menyentuhnya.
"Aku tidak bisa mengendalikannya," bisik ia, merasa takut.
Sora, istrinya, yang telah mengikutinya, muncul dari semak-semak. "Valerius! Apa yang terjadi padamu?"
Valerius berbalik dan melihat wajahnya yang takut. Ia merasa malu dan bersalah. "Aku tidak tahu, sayang. Aku merasakan energi kegelapan di dalam diriku. Ia semakin kuat setiap hari."
Sora memeluknya dengan erat. "Kita akan mencari bantuan. Kita akan bertanya pada Lyra dan para penyihir Ordo Cahaya. Mereka pasti punya cara untuk membantumu."
Keesokan pagi, Valerius dan Sora mendatangi Lyra di Ordo Cahaya. Lyra memanggil para penyihir terbaik, termasuk ayahnya Gideon yang sekarang berusia delapan puluh tahun.
"Kita telah memeriksa Valerius," kata Lyra, setelah melakukan pemeriksaan sihir. "Energi kegelapan di dalam dirinya adalah energi yang sama dengan Valerius yang asli. Seolah-olah jiwa Valerius yang asli telah menempel di dalamnya sejak lahir."
Gideon terdiam sejenak. "Aku pernah mendengar tentang hal ini dari ayahku, Alistair. Dia mengatakan bahwa jiwa Valerius dan Mordath tidak sepenuhnya hilang. Mereka tinggal di alam antara, menunggu kesempatan untuk kembali ke dunia."
"Jadi, apa yang kita lakukan?" tanya Valerius, suara gemetar. "Aku tidak ingin menjadi seperti Valerius yang asli. Aku tidak ingin membahayakan keluarga dan teman-temanku."
"Kita harus membunuh jiwa Valerius yang asli," kata Lyra. "Kita harus pergi ke alam antara dan menghancurkannya sebelum ia menguasai kamu sepenuhnya."
Mereka mempersiapkan ritual untuk memasuki alam antara. Lyra mengembangkan mantra khusus, sementara Gideon memberikan petunjuk berdasarkan apa yang dia pelajari dari Alistair. Valerius, Sora, Lyra, Thalion, dan beberapa penyihir terbaik dari Ordo Cahaya berkumpul di hutan di pinggiran Willow Creek untuk melakukan ritual.
"Saat kita memasuki alam antara, kita akan menghadapi bahaya yang besar," kata Lyra. "Kita harus tetap bersama dan fokus pada tujuan kita."
Lyra membaca mantra, dan cahaya terang muncul di sekitar mereka. Perlahan-lahan, mereka memasuki alam antara—tempat di mana jiwa-jiwa yang hilang tinggal, di antara cahaya dan kegelapan.
Alam antara adalah tempat yang aneh dan menakutkan. Langit berwarna ungu gelap, dan tanah berwarna abu. Mereka melihat jiwa-jiwa yang berkeliaran, mencari jalan kembali ke dunia nyata.
Mereka berjalan selama berjam-jam, sampai akhirnya mereka menemukan Valerius yang asli—berbentuk bayangan yang besar dan kuat, dengan mata merah menyala.
"Selamat datang, Valerius," kata bayangan itu dengan suara yang serak. "Aku telah menunggu kedatanganmu. Kamu adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari dirimu. Bersama-sama, kita akan menjadi kuat dan menguasai dunia."
Valerius merasa tarikan yang kuat ke arah bayangan itu. "Aku tidak mau menjadi seperti kamu," teriak ia. "Aku adalah pejuang cahaya!"
"Kamu tidak bisa melarikan diri dari dirimu sendiri," jawab bayangan itu. "Kegelapan adalah bagian dari dirimu. Terima itu!"
Pertempuran dimulai. Bayangan Valerius menyerang mereka dengan kekuatan sihir gelap. Lyra dan para penyihir menggunakan sihir cahaya untuk melawan, sementara Gideon dan Thalion menggunakan senjata mereka. Sora berdiri di sisi Valerius, memberikan dukungan dan kekuatan.
Valerius memegang Cahaya Keberanian, yang sekarang berwarna campuran cahaya dan kegelapan. Ia merasa kedua kekuatan itu bertempur di dalam dirinya—cahaya yang mewakili keberanian dan kebaikan, dan kegelapan yang mewakili keserakahan dan kekuatan.
"Aku adalah Valerius, tapi aku juga pejuang cahaya!" seru ia dengan suara yang kuat. "Aku tidak akan membiarkan kegelapan menguasai aku!"
Valerius menyatukan kekuatan cahaya dan kegelapan di dalam dirinya, dan Cahaya Keberanian mulai bersinar dengan terang yang luar biasa—seolah-olah kedua kekuatan itu telah menyatu menjadi satu yang lebih kuat. Ia menyerang bayangan Valerius dengan semua kekuatan yang ia miliki.
Bayangan itu menjerit kesakitan dan mulai menghilang. "Kamu telah mengalahkanku," bisik ia. "Tetapi, kegelapan akan selalu ada di dalam dirimu. Ingat itu."
Setelah bayangan Valerius menghilang, mereka merasa energi di alam antara berubah. Cahaya mulai menyebar, dan tempat itu menjadi lebih hangat dan damai.
Mereka kembali ke dunia nyata, merasa lega dan puas. Valerius merasakan bahwa energi kegelapan di dalam dirinya telah hilang—digantikan oleh rasa damai dan kejelasan.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Sora, memegang tangannya.
"Ya," jawab Valerius, tersenyum. "Aku baik-baik saja. Terima kasih untuk semua yang telah membantuku. Tanpa kalian, aku tidak akan bisa mengatasi ini."
Beberapa hari kemudian, seluruh Willow Creek merayakan kemenangan Valerius. Para penyihir Ordo Cahaya memberikan kepadanya penghargaan khusus untuk keberaniannya dalam menghadapi kegelapan di dalam dirinya.
Pada malam itu, Valerius berdiri di puncak bukit di dekat Willow Creek, bersama dengan keluarga dan teman-temannya. Ia memegang Cahaya Keberanian yang bersinar terang, dan melihat matahari terbenam.
"Kakek buyut," bisik ia, melihat ke langit. "Terima kasih untuk warisanmu. Aku telah memahami bahwa cahaya tidak selalu berarti tidak ada kegelapan. Kadang-kadang, kita harus menghadapi gelap di dalam diri kita untuk menjadi lebih kuat. Dan aku akan melanjutkan warisanmu—melindungi dunia dan memastikan bahwa cahaya selalu menyala."
Lyra mendekatinya dan memegang tangannya. "Kita akan melakukannya bersama, kakak. Selalu bersama."
Dunia itu damai sekali lagi. Valerius telah mengatasi tantangan terbesar dalam hidupnya—tantangan dari dalam dirinya sendiri. Dan ia tahu bahwa warisan cahaya yang dibangun Alistair akan terus berlanjut, dilewatkan dari generasi ke generasi, selalu siap untuk menghadapi kegelapan apa pun yang muncul—baik dari luar maupun dari dalam.