Di cerai karena anak yang dia lahirkan meninggal, membuat hati Adelia semakin terpuruk, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia di minta untuk menjadi ibu susu anak CEO di tempatnya bekerja, karena memang dirinya di ketahui mempunyai ASI yang melimpah.
Apakah Adelia mampu menyembuhkan lukanya melalui bayi yang saat ini dia susui? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Besar Di Tengah-Tengah Badai
Setelah mengajak Adel masuk ke dalam rumah di sini Arthur benar-benar menyuruh Adel untuk tenang agar tidak memikirkan masalah ini sampai larut, karena Arthur tidak mau hal itu justru berpengaruh ke Dalton anak yang sekarang tengah di susui oleh Adel.
Saat ini Arthur mulai mengajak wanita itu ke dalam kamar Dalton untuk melihat bayi mungil yang saat ini tengah terlelap dalam tidurnya.
"Del, lihatlah dia, ketika berada di tangan yang tepat," ucap Arthur sambil menatap sendu wajah malaikat kecilnya itu.
"Dia selalu anteng Tuan," sahut Adel.
"Maka dari itu, aku ingin kau selalu menjaga waras mental mu agar mentalnya juga baik-baik saja Del, aku ingin kau dan Dalton menyatu dalam kehangatan kasih sayang yang setara," ucap Arthur penuh harap.
"Makasih sudah memperhatikan mentalku Tuan, karena terus terang saja, sekarang aku sudah lega dengan tertangkapnya handphone Bima, meskipun aku belum tahu orang itu benar-benar jerah atau tidak," sahut Adel.
Arthur terdiam sejenak, melihat Adel yang di landa kebimbangan seperti ini membuat hati Arthur semakin yakin untuk melindungi Adel dan menjaganya lebih dari sekedar ibu susu dari anaknya.
"Del, aku tahu kamu masih terluka dengan kejadian ini, akan tetapi aku ingin menagih janjiku pada waktu itu," ucap Arthur yang akhirnya membuat Adel sedikit tertegun.
"Tuan, sebenarnya aku juga punya pertanyaan yang ingin aku keluarkan untuk anda," sahut Adel.
"Apa itu?" tanya Arthur.
"Apa tujuan anda mengajakku untuk menikah," ucap Adel.
"Yang jelas aku menaruh hati padamu," sahut Arthur dengan nada serius.
Adel mulai menatap manik elang itu dengan sorot matanya yang sendu, tidak ada keraguan yang di sembunyikan, sorot matanya benar-benar memancarkan keseriusan untuk memulai hidup dengannya.
langkah Adel mulai melaju ke depan, sekilas tatapannya mulai teralihkan kepada makhluk mungil yang tertidur diatas boks bayinya itu, rasa sayang Adel melebihi segalanya, bahkan ia mulai mempertimbangkan permintaan ayah Dalton untuk segera menjadikannya bagian dari hidupnya.
"Jika itu yang terbaik untuk aku dan Dalton, maka aku terima ajakan anda Tuan," ucap Adel yang tiba-tiba menggetarkan hati Arthur.
Sejenak pria itu mulai mendekatkan diri kepada Adel, lalu tangan kokoh itu meraih tangan mungil Adel.
"Terima kasih sudah menerima ajakanku, aku serius dengan semuanya ini, tentunya kau wanita pilihan hatiku," ucap Arthur sekali lagi.
"Baiklah aku tunggu niat baikmu itu," sahut Adel.
Di tengah-tengah badai seperti ini pasangan ini berani mengambil keputusan yang sangat besar di dalam hidupnya tanpa ragu lagi Adel mulai memberanikan diri untuk melangkah lebih serius lagi.
Sejenak suara Dalton mulai merengek, Adel segera mengambil makhluk mungil itu lalu mulai menggendong di dalam dekapannya.
"Cup ...cup ...cup. sabar ya Sayang," ucap Adel sambil membuka kerah bajunya, akan tetapi sebelumnya tangan Arthur dengan cepat menutupi bagian dada Adel dengan kain penutup.
Dalton langsung menyesap benda kenyal itu, sementara tatapan Arthur begitu damai melihat kehangatan yang mereka ciptakan, bayi yang dulunya rewel dan sering keluar masuk rumah sakit, sekarang tumbuh normal di tangan seseorang yang tidak pernah ia duga sama sekali.
Tiba-tiba tangan Arthur langsung mengambil ponsel, entah kenapa pria itu suka dengan momen ini laku mulai mengabadikannya melalui ponsel pribadinya.
Cekrek ...
Adel tertegun ia tidak percaya kalau pria dihadapannya itu tanpa ia sadari mengambil gambarnya diam-diam.
"Tuan ....," ucap Adel.
"Aku suka momen seperti ini, suatu saat nanti jika Dalton besar dia pasti bangga memiliki ibu yang hangat seperti kamu dan penyabar yang sangat luar biasa," puji pria tegas itu.
"Tuan jangan berlebihan aku juga manusia biasa yang kadang bisa marah dan nyerocos," sahut Adel.
"Perempuan itu memang kodratnya seperti itu, tapi di samping itu macamnya ada dua, ada perempuan yang bertahan di saat badai itu datang, dan sebaliknya, seperti kisahku dengan ibu kandung Dalton, dan itupun aku sadari semua atas dasar kesalahanku, sehingga membuat Dalton kehilangan peran ibu, dan siapa sangka kamu datang bisa mencuri perhatian Dalton dan juga papanya," ucap Arthur terdengar begitu manis.
☘️☘️☘️☘️☘️
Angin malam berembus pelan lewat sela jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma hangat dari tubuh bayi mungil yang tertidur pulas. Arthur dan Adel masih berdiri di samping boks, tangan mereka masih saling bertaut. Tak ada suara, hanya detak jantung yang terasa saling menyatu dalam satu irama.
Adel menghela napas perlahan, lalu menunduk memandangi Dalton yang begitu damai.
"Aku... belum pernah merasa segini damainya, Tuan," ucap Adel pelan, hampir seperti bisikan.
Arthur membalas tatapan itu dengan mata teduh. "Mulai malam ini, panggil aku Arthur saja, tanpa embel-embel itu. Kalau kamu akan menjadi istriku... aku ingin kita bicara sebagai pasangan, bukan antara bos dan karyawan."
Adel tertegun sejenak, lalu mengangguk kecil. "Arthur..."
Sebuah nama yang dulunya hanya ia ucapkan dalam benaknya, kini terasa begitu dekat dan hangat. Dan ketika nama itu keluar dari bibirnya, Arthur tersenyum lebih lebar dari biasanya, senyum yang tak dibuat-buat, senyum seorang pria yang akhirnya menemukan rumahnya.
Arthur lalu membawa Adel keluar dari kamar Dalton, membimbingnya duduk di sofa ruang tengah yang remang-remang oleh cahaya lampu tidur.
"Aku tahu kamu masih menyimpan takut dan waspada," ucap Arthur sambil duduk di sampingnya, "Tapi aku ingin kamu tahu satu hal, Del. Aku nggak akan menjadikan kamu pelarian. Kamu adalah tujuan."
Adel menatap Arthur, kali ini tak menghindar. "Aku bukan wanita yang sempurna, bahkan masih sering menangis karena luka yang lama..."
"Tapi luka itu justru yang membuatmu luar biasa," potong Arthur pelan. "Kamu terluka, tapi kamu tetap bisa mencintai... kamu tetap bisa menyusui anakku dengan penuh kelembutan. Kamu ibu yang hebat, Del. Dan aku ingin Dalton tumbuh besar dengan mencintai wanita sehebat dirimu."
Air mata Adel mengalir tanpa perintah. Bukan karena sedih, tapi karena jiwanya disentuh—oleh kalimat tulus yang tak pernah ia bayangkan akan ia dengar dari pria setegas Arthur.
"Kalau begitu... kapan kamu akan datang melamarku secara resmi?" tanya Adel, kali ini tersenyum malu-malu.
Arthur menggenggam tangannya lebih erat. "Segera. Aku tidak ingin membiarkan satu malam pun lewat tanpa status yang jelas. Kamu harus jadi istri yang sah, dan Dalton akan tumbuh bersama dua orang tua yang saling mencintai."
Suasana malam itu terasa seperti janji yang tak terucap dari langit. Tak perlu ada pelaminan mewah untuk mengukuhkan cinta, hanya ruang sederhana, dua hati yang saling terbuka, dan seorang bayi mungil yang menjadi saksi kehangatan mereka.
Bersambung ...
Kasih komen dong Kak♥️♥️♥️♥️
vote pun udah meluncur lho