SEQUEL KEDUA ANAK MAFIA TERLALU MENYUKAIKU!
Lucas Lorenzo yang mendapati kenalan baiknya Philip Newton berada di penjara Santa Barbara, ketika mengunjunginya siapa sangka Lucas dimintai tolong oleh Philip untuk menyelamatkan para keponakannya yang diasuh oleh sanak keluarga yang hanya mengincar harta mendiang orang tua mereka.
Lucas yang memiliki hutang budi kepada Philip pun akhirnya memutuskan untuk membantu dengan menyamar menjadi tunangan Camellia Dawson, keponakan Philip, agar dapat memasuki kediaman mereka.
Namun siapa sangka ketika Lucas mendapati kalau keponakan Philip justru adalah seorang gadis buta.
Terlebih lagi ada banyak teror di kediaman tersebut yang membuat Lucas tidak bisa meninggalkan Camellia. Ditambah adanya sebuah rahasia besar terungkap tentang Camellia.
Mampukah Lucas menyelamatkan Camellia dari orang yang mengincarnya dan juga kebenaran tentang gadis itu? Lalu bagaimana jika Camellia tahu bahwa Lucas adalah seorang mafia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9. MANIPULASI
Mentari merunduk perlahan di balik cakrawala, mengguratkan semburat jingga yang membalut taman belakang rumah Dawson dalam kehangatan yang meredup. Angin berhembus pelan, menyisir bunga-bunga lavender dan mawar yang mulai mekar sempurna. Di tengah taman itu, duduklah dua sosok dalam diam yang tenteram; Lucas Lorenzo dan Camellia Dawson.
Camellia duduk di bangku kayu bercat putih, jemarinya menyusuri pola pahatan di sisi sandaran bangku sambil menghirup aroma mawar yang tumbuh tak jauh dari tempatnya. Di sampingnya, Lucas duduk tenang dengan buku puisi yang terbuka di pangkuannya, namun lebih banyak mengamati Camellia daripada membaca bait-bait yang tertera.
"Langit sepertinya sedang senang hari ini?" bisik Camellia, senyumnya mengembang lembut.
Lucas menoleh, menatap wajah gadis itu yang menghadap kosong ke langit namun penuh dengan ketulusan.
"Kau tak bisa melihatnya, tapi kau lebih mengerti keindahannya daripada siapa pun, Camellia," ucap Lucas, selalu merasa terhibur setiap kali mendapati Camellia mengungkapkan yang gadis itu rasa lewat indra yang bekerja.
Camellia terkekeh pelan. "Aku bisa merasakannya. Cahaya sore terasa berbeda. Sore ini cukup hangat, tapi lembut, seperti tangan Mom waktu dulu menyisir rambutku."
Lucas hanya memandangi wajah Camellia, mengukirnya dalam memorinya yang kelam. Ada sesuatu dalam ketenangan gadis itu yang menyentuh sisi dirinya yang paling dalam. Sebuah kedamaian yang tak pernah ia tahu dirinya butuhkan.
Tapi justru karena itu, hati Lucas mengerut pelan. Gadis sepolos dan selembut ini, bagaimana mungkin jika Camellia tahu dunia seperti apa yang Lucas jalani selama ini? Pria yang bergelimang darah, hidup dalam bayang-bayang mafia dan kekerasan, membawa nama Lorenzo yang ditakuti di balik kemewahan. Dunia Lucas adalah dunia malam, penuh racun, perjanjian senyap, dan peluru yang tak mengenal belas kasih.
Ia bahkan tak layak menyentuh tangan Camellia. Tak pernah ia melihat kelembutannya dari seorang gadis seperi Camellia sebelumnya, bahkan lebih lembut dari ibu dan juga kakak sepupu perempuan Lucas. Ah, jangan masukkan adik perempuan Lucas dalam list perempuan lembut. Dan tetap saja, setiap senyuman Camellia menyalakan api yang perlahan mencairkan dinding baja yang telah Lucas bangun sejak dulu. Ia mulai mengerti apa yang dirasakan oleh Leonard terhadap Rosetta sekarang.
Lucas menghela napas pelan, memanggil nama gadis itu dengan nada hampir tak terdengar. "Camellia?"
"Hmm?"
"Kalau suatu hari aku pergi, jauh dari sini, meninggalkanmu, apa kau akan membenciku?" tanya Lucas, seolah bayangan Camellia membenci Lucas menjadi hal yang tidak Lucas inginkan.
Camellia diam sejenak, seolah mendengar sesuatu yang lebih dari sekadar kata. Kemudian ia menggeleng perlahan. "Aku tidak tahu kenapa kau bertanya begitu. Tapi aku tahu kalau kau pasti punya alasan kenapa kau pergi."
Lucas menutup mata sejenak. Keheningan itu seolah menusuk, dan untuk sekejap, ia ingin menyerah pada perasaan yang muncul begitu dalam untuk gadis buta yang kini duduk di sampingnya. Apakah ibu Lucas adalah peramal? Bagaimana ibunya bisa tahu kalau Lucas akan merasa seperti ini?
Namun di balik rerimbunan mawar dan lavender, sepasang mata memerhatikan mereka sejak tadi.
Briana.
Ia berdiri dalam diam, tersembunyi di balik pohon besar, mengenakan gaun rumah berwarna gading yang membentuk lekuk tubuhnya sempurna. Rambut ikalnya dibiarkan terurai, berkilau tertimpa cahaya senja. Jelas kalau Briana memang perempuan yang amar cantik.
Briana melihat cara Lucas menatap Camellia. Cara ia mendekatkan tubuhnya saat Camellia mencondongkan kepala, mendengar bisikan puisi yang dibacakannya. Cara Lucas mengulurkan tangan saat angin menerbangkan helaian rambut Camellia. Semua itu membuat darah Briana mendidih.
Tak ada yang bisa mengabaikannya. Tidak setelah semua laki-laki yang pernah ia temui menaruh perhatian padanya dan memohon agar dapat bersama dengan Briana. Tapi Lucas, pria itu justru menatap Camellia seolah gadis buta itu adalah pusat semesta.
Briana melangkah keluar dari persembunyiannya. Senyumnya manis, suaranya dibuat seramah mungkin. "Wah, sepertinya aku mengganggu momen yang sangat intim," ucapnya.
Camellia langsung tersenyum. "Briana? Kukira kau ikut dengan Uncle dan Auntie hari ini?"
"Aku sedang malas pergi kemana-mana hari ini," jawab Briana yang kini berada di dekat Camellia.
Lucas menoleh sekilas, lalu kembali menatap bukunya. Tidak ada sapaan, tidak ada pengakuan. Justru seolah terganggu dengan kehadiran Briana.
Briana menatap sebal Lucas, meski hatinya tergelitik oleh sikap Lucas yang tak berubah. Ia duduk di samping Camellia, melemparkan pandangan kepada pria itu. "Lucas, kau suka membaca puisi?"
Lucas hanya menjawab singkat. "Terkadang."
"Mungkin kau bisa membacakan satu untukku juga nanti," ucap Briana sambil menyilangkan kaki, memastikan gerakannya cukup untuk menarik perhatian.
Lucas tidak merespon. Tapi ketika Camellia menggigil kecil karena angin sore, Lucas tanpa ragu membuka jaket tipisnya dan menyelimutkannya ke pundak gadis itu. Tangannya menyentuh pelan lengan Camellia, memastikan kehangatannya tersampaikan.
"Terima kasih, Lucas," gumam Camellia.
Briana menatap adegan itu dengan nyaris tak percaya. Ia menggenggam ujung gaunnya erat-erat di bawah meja, mencoba menahan amarah yang bergolak. Namun wajahnya tetap tersenyum.
...***...
Malam turun begitu cepat, suasana rumah lengang. Margaret dan Oliver sedang pergi untuk urusan bisnis sejak pagi, dan Lucas keluar sejak pagi tanpa memberi tahu ke mana. Hanya Camellia dan Briana yang tinggal di rumah, sedangkan Jane beristirahat di ruangannya.
Camellia duduk di kursi baca di kamar, tangannya menyentuh halaman buku Braille yang baru saja dikirim dari yayasan tunanetra. Senyum tenang menghiasi wajahnya ketika ia mendapatkan bacaan baru setelah sekian lama.
Briana masuk, membawa dua gelas teh hangat.
"Lia? Aku bawakan teh. Kau pasti butuh sesuatu yang manis, bukan?" ujar Briana dengan nada bersahabat.
Camellia menoleh dan tersenyum. "Kau sangat baik, Briana. Terima kasih."
Briana duduk di samping Camellia, menyerahkan teh itu, lalu menatap wajah sepupunya dalam-dalam.
"Lia, aku tahu ini mungkin bukan urusanku, tapi kau yakin Lucas adalah pria baik?" Briana mulai membuka obrolan.
Camellia terdiam. "Kenapa kau bertanya begitu?"
"Karena aku khawatir. Dia pria asing yang kau dan aku tidak pernah tahu dan kenal. Bahkan Dasthan yang dekat denganmu dulu saja bisa mengkhianatimu, apalagi pria asing seperti Lucas. Aku takut terjadi sesuatu padamu, Lia," kata Briana penuh simpati.
"Lucas tidak seperti itu. Dia pria baik dan tulus," bela Camellia.
"Lia, dia pria yang misterius. Dia muncul tiba-tiba, dan sekarang tinggal di sini. Kau tahu kan, semua harta dan kekayaan keluarga Dawson akan jatuh padamu begitu kau menikah? Dan kau percaya dengan Lucas begitu saja hanya karena dia memegang wasiat orang tuamu. Bukankah justru itu aneh? Dalam wasiat bahkan orang tuamu tidak menyebutkan siapa tunanganmu itu, bahkan namanya," kata Briana.
Camellia menunduk, mencoba mencerna yang Briana ucapkan.
"Aku tahu kalau kau terlalu baik untuk berpikir buruk tentang siapa pun. Tapi sebagai sepupumu, aku ingin kau hati-hati. Aku hanya takut kau dimanfaatkan, Lia. Terutama karena kau kadang mudah percaya pada orang. Aku tidak ingin kau terluka." Kata-kata Briana keluar dengan nada lembut dan perhatian, seolah ia sedang melindungi Camellia. Tapi di balik suaranya, tersembunyi niat busuk dan kecemburuan yang mengendap.
Camellia terdiam lebih lama kali ini. Hatinya bergemuruh pelan. Kenapa hari ini baik Lucas maupun Briana membicarakan tentang kepercayaan? Seolah keduanya berusaha melindungi Camellia dari sesuatu yang bahkan Camellia sendiri tidak tahu apa itu.
"Kau pikir, Lucas tidak benar-benar peduli padaku?" tanya Camellia.
Briana menunduk, pura-pura berat menjawab. "Aku hanya ingin kau berpikir ulang. Aku tahu kau sudah cukup akrab dengan Lucas, tapi kau juga harus berpikir realistis. Dunia tidak selalu sebaik yang kita harapkan. Terutama untuk orang sepertimu."
"Sepertiku?"
"Maksudku, kau istimewa, Camellia. Tapi banyak orang melihat kelemahan lebih dulu sebelum keindahan. Bukankah itu juga yang terjadi pada Dasthan dulu? Bersikap baik dan perhatian tapi nyatanya dia mengungkit soal kekuranganmu," ucap Briana yang berusaha membuka luka lama sepupunya ini.
Camellia menggigit bibirnya. Tangannya gemetar sedikit saat meremas ujung Braille di pangkuannya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, hatinya dirundung rasa kecil dan tidak berdaya, perasaan yang dulu telah ia kubur dalam.
Ia membenci saat-saat seperti ini. Saat di mana ia menyadari bahwa ia tak pernah bisa melihat mata seseorang, bahwa ia tak akan tahu kebenaran selain dari kata-kata. Dan jika kata-kata itu bisa menipu, maka betapa rapuh Camellia sebenarnya?
Briana tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Camellia dengan lembut, pura-pura menguatkan. "Kau layak mendapatkan yang terbaik, Lia. Jangan sampai kau menyerahkan semuanya pada seseorang yang mungkin tak pernah peduli padamu. Aku lihat Adrian justru yang paling peduli. Asal kau tahu saja, dia setiap kali dia ke rumah dia selalu mencarimu terlebih dahulu. Kau tidak tahu tapi dia suka diam-diam berada di dekatmu, memperhatikanmu dan berjaga-jaga kalau sesuatu terjadi padamu dan dia bisa menolong dengan cepat. Ini rahasia, Adrian itu malu, dia pernah bilang kalau setiap kali di dekatmu dia gugup dan berakhir pergi karena takut membuat dirinya malu di depan perempuan yang dicintainya."
"Benar, 'kah?" Camellia tidak tahu tentang hal ini, Jane tidak pernah bilang kalau Adrian ternyata suka memerhatikannya.
"Kau bisa tanya sendiri padanya nanti jika tidak percaya." Briana tersenyum puas karena ia berhasil membuat keretakan yang ia inginkan pada diri Camellia.
Camellia mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa. Tapi bagaimana pun ia hanya gadis remaja, yang ketika mendengar ada seorang pria diam-diam bersikap romantis seperti itu, tentu Camellia akan bersemu malu.
Dan Briana pun tersenyum dalam hati ketika tahu dirinya berhasil. Langkah pertama dari rencananya telah tertanam kuat di tanah keraguan yang baru saja ia ciptakan untuk Camellia.
karna saking kaget nya Cammy bisaa meliy lagi, dan orang² yg pernah mengkhianati Cammy menyesal
oiya btw kak, kan kemarin ada part yg Lucas bilang " dia lebih tua dari mu " itu Arthur atau Rose, terus umur Rose berapa sekarang, aku lupaa eee