Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 - Ayah Rindu (2)
Rindu menyaksikan sendiri kalau Mada lahap dengan makanan yang disebutkan Sarah. Arya yang terlihat bucin pada Sarah juga peduli pada anaknya, membuat hati Rindu tercubit. Ia tidak pernah merasakan kehangatan seperti keluarga itu.
“Rindu,” panggil Mada sambil menyentuh bahunya.
“Eh, iya,” sahut Rindu.
“Kamu melamun, mama tadi bertanya?”
“Maaf, tante tanya apa?”
Sarah tersenyum. “Kenapa melamun, tidak suka dengan menunya?”
Bagaimana tidak suka, ia merasa hidangan di hadapannya menu paling mewah karena dibuat dengan rasa cinta untuk keluarga.
“Suka tante.” Gegas Rindu lanjut menekuni makanan di hadapannya.
Arya dan Mada sempat saling tatap sekilas. Lamunan Rindu bukan hanya tentang keluarga yang sempurna, tapi juga keluarga Pakde Yanto. Antara benci dan kasihan, rasanya sesak memikirkan hal itu.
Usai makan malam, Arya mengajak Mada ke ruang kerja. Memberikan arahan karena besok Rindu harus memberikan keterangan juga masalah lain.
“Kamu yakin dengan Rindu?” tanya Arya.
“Yakinlah, pah. Kalau nggak mana mungkin aku senekat ini. Baru kali ini aku serius dengan perempuan, dulu-dulu paling sekedar tertarik aja nggak pernah aku sampai bilang cinta. Jangan bilang Papa batal kasih restu.”
“Bukan itu. Mama kamu benar, kita harus cari tahu Ayah Rindu.”
“Lalu nasibku gimana, pah?”
“Nasib apa, memang kamu kenapa?” Arya heran dengan putranya ini.
“Gimana kalau Ayah Rindu ternyata tidak sesuai ekspektasi kalian, kami nggak boleh nikah gitu? Papa mau aku kawin lari atau kabur kayak Arya Bimantara zaman muda?’
“Ngaco kamu, sama orangtua ngeledek terus. Memang ekspektasi kami dengan keluarga Rindu kayak mana?”
Wajah Mada terlihat murung, ia khawatir identitas Ayah kandung Rindu akan menjegal hubungan mereka.
“Nggak usah ngambek, malu sama umur,” ejek Arya lalu beranjak. “Biarkan Rindu istirahat dan kamu nggak usah aneh-aneh atau tidur di apartemen Gilang.”
Mada mengusap wajahnya setelah Arya meninggalkan ruangan.
“Jatuh cinta gini amat. Sekalinya ada yang cocok, urusannya ribet. Tau ah, yang penting gue sama Rindu saling cinta.”
Saat keluar dari ruangan, ternyata Rindu masih menunggu di ruang keluarga.
“Loh, masih di sini. Kirain udah disuruh tidur sama mama.”
“Mas, kamu balik ke apartemen?” tanya Rindu saat Mada sudah duduk di sampingnya.
“Ngapain, mending di sini ada kamu.”
“Mas, aku serius.” Refleks Rindu memukul paha Mada. “Aku pulang ke kosan aja ya, nggak enak sama keluarga kamu.”
“Kebiasaan, kenapa sih kamu tuh nggak enak mulu. Enaknya kapan?”
Rindu berdecak dan Mada malah terkekeh.
“Aku malu, orang tua kamu baik banget sedangkan keluargaku kayak gitu.”
“Itu ‘kan keluarga kamu, yang penting kamu nggak. Kamu tuh spesial lebih spesial dari martabak telur.”
“Mas, bisa serius nggak sih?”
Mada menangkup wajah Rindu agar fokus menatapnya. “Dengar aku. Jangan lagi pikirkan masalah enak nggak enak. Mama minta kamu tinggal di sini, untuk kebaikan bersama. Besok aku temani kamu ke kantor polisi untuk berikan keterangan. Ponsel dan dompet kamu ada di mobil aku. Sementara jangan dipakai dulu, nanti aku siapkan ponsel baru untuk kita komunikasi.”
“Hm, kerjaan aku gimana?” tanya Rindu. “Aku masih boleh ngisi acara?”
“Lah, sekarang kamu juga lagi kerja. Kerja menjadi kekasih Mada.” Mada terkekeh sedangkan Rindu kembali berdecak. Mungkin ia emosi karena bicara dengan Mada tidak ada seriusnya.
“Setelah urusan di kepolisian beres, kamu boleh mulai kerja denganku.”
“Hah, jadi apa?”
“Asisten Manager marketing PT. Bimantara Property,” sahut Mada.
“Manager marketing, bukannya … kamu, mas?”
“Nah, itu tahu.”
“Jadi, aku kerja sama kamu?”
“Tuh, tahu lagi.”
“Apa kata orang. Aku kerja sama kamu, tinggal dengan keluarga kamu terus ….”
“Nggak usah pusing apa kata orang. Lagian kamu kerja jadi asisten nggak akan lama, nanti naik jabatan jadi istri aku. Ayo, ke kamar,” ajak Mada sudah berdiri dan mengulurkan tangannya dan disambut oleh Rindu.
“Ke kamar, mau ngapain? Nanti mama kamu marah kalau tahu kita ke kamar.”
“Aish, ternyata yang mesum bukan cuma aku. Kita ke kamar masing-masing untuk tidur. Memang kamu mau kita tidur sekamar, aku sih mau banget.”
Rindu memukul pelan dada Mada, tapi tangannya langsung ditahan dan digenggam oleh pria itu. Mada menarik tangan Rindu membuat tubuhnya mendekat. Tatapan mereka saling mengunci dan Mada mengikis jarak tatapan lalu ….
“Mada!”
“Ya ampun mama, ngagetin aja deh.”
***
Arya mendengarkan penjelasan orang kepercayaannya. Ada Doni juga di sana, ikut mendengar informasi yang baru ia dapatkan.
“Meta Anjani ibu dari Rindu Anjani pernah menjadi sekretaris di Emerald. Dia resign lalu menghilang begitu saja.”
“Sekretaris siapa?” tanya Arya.
“Felix.” Emerald adalah perusahaan keluarga Felix yang sekarang dipimpin langsung oleh pria itu, Ayah Arba.
Arya menghela nafas lalu saling tatap dengan Doni.
“Saya tahu maksud Pak Arya, tapi Felix tidak pernah bertemu lagi dengan Meta setelah wanita itu resign. Saat Rindu berumur sepuluh tahun, Meta meninggal dan menitipkan Rindu pada Yanto.”
Arya memijat kepalanya, berharap apa yang ia duga tidak benar. Jika diperhatikan lagi wajah Rindu seperti wajah indo, sangat berbeda dengan silsilah keluarga besar Rindu.
“Kuncinya ada di Yanto, karena pria itu ada di penjara jadi sulit untuk mengorek informasi.”
“Kita harus cari cara lain,” usul Doni.
“Cara apa?” tanya Arya. “Kuncinya hanya Yanto. Dia yang tahu siapa Ayah Rindu. Percuma berurusan dengan Sari, sepertinya wanita itu licik.”
“Rindu biar menjadi urusan Ibu Sarah, Felix menjadi urusan Pak Arya,” ujar Doni. “Paham maksud saya?”
“Ah, cerdas juga kamu. Tidak salah aku jadikan kamu asisten sampai dengan sekarang.” Arya terkekeh sambil menepuk bahu Doni.
“Kapan saya bisa pensiun?”
“Oh, tidak bisa. Belum waktunya,” cetus Arya. “Sekarang ikut aku, kita temui Felix. Jadikan Arba alasan untuk bertemu.”
mendingan Rindu la,jaaaauuuh banget kelakuan kamu dan Rindu...
gimana mau jatuh cinta ma kamu
😆😆😆😆
kamu gak masuk dalam hati Mada Arba,lebih baik sadar diri...
jauh jauh gih dari Mada
babat habis sampai ke akarnya...
🤬🤬🤬🤬🤬