Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Perkataannya Selalu Menyakitkan
Raka Dewandaru adalah pria dari keluarga terhormat yang memiliki perusahaan textile terbesar. Keluarga mereka dihormati dan dihargai, namun Raka yang merupakan anak satu-satunya sering kali menjadi incaran anak para rekan bisnis Zafran. Sayangnya, pria itu selalu menolak untuk menikah karena begitu malas berurusan dengan perempuan.
Keresahan Zafran dengan sikap Raka membuatnya mengambil tindakan untuk menjodohkan Raka, namun, hal itu membuat Raka semakin emosi. Kekuasaan Zafran mampu mengancam Raka untuk segera menikah. Jadilah, pria itu mencari gadis dari panti asuhan agar bisa dia nikahi dan atur sesuka hati.
Raka tak pernah mau kalah dari siapapun, daripada dia dijodohkan, lebih baik dia mencari jodoh sendiri dari perempuan yang menurutnya lemah dan senang dikendalikan.
Intinya, pernikahan antara Raka dan Arumi hanya sekedar status semata agar Raka tak terus dijodoh-jodohkan oleh ayahnya. Selama pernikahan dengan Arumi, tak sekalipun ia berikan kesempatan pada Arumi untuk mencintainya dan tak sekalipun dia berikan kasih sayang pada gadis yatim piatu itu.
...***...
Raka selesai dengan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang, rasanya begitu lelah dan butuh istirahat. Perutnya juga sudah berbunyi ingin diisi semenjak tadi.
Mobil melaju dengan cepat hingga sampai di rumah mewah yang letaknya cukup terpencil dari pemukiman penduduk lainnya. Raka memang sengaja membeli rumah yang jauh dari keramaian lantaran tak ingin Arumi bergaul dengan siapapun dan tak ingin rumah tangganya diusik.
Raka segera bergegas masuk dan tidak mendapati Arumi yang biasanya sibuk di dapur jam segini. Ia memeriksa makanan yang ternyata masih panas, seperti baru saja dimasak.
Raka sedikit berlari memasuki kamar dan tidak mendapati Arumi di sana. “Ke mana perempuan itu? Kabur dia?” ujar Raka lalu meraih ponselnya untuk menghubungi Arumi.
Tak lama, panggilan itu dijawab dan terdengar suara Arumi di seberang sana.
“Kamu di mana? Aku pulang tapi kamu tidak di rumah.” Jelas terdengar nada kesal dari pembicaraan Raka
“Maaf ya, aku lagi di supermarket sekarang membeli bahan makanan. Sebentar lagi aku pulang kok,” balas Arumi dengan lembut.
“Harusnya kamu menunggu aku pulang dulu, baru keluyuran. Suami pulang bukannya disambut, malah ditinggal keluar. Itu kurang ajar namanya,” sengit Raka lalu memutus panggilan begitu saja.
Ia membanting ponselnya dan melonggarkan dasi yang terasa mencekik. “Dasar perempuan bodoh, begini nih kalau menikahi perempuan yang tidak pernah dididik oleh kedua orang tuanya.” Raka menggerutu.
Sementara Arumi bergegas memilih bahan makanan untuk seminggu ini dan segera membayarnya. Dia mengurungkan niat untuk membeli beberapa cemilan untuk dirinya sendiri karena takut Raka marah kalau dirinya terlambat pulang.
Saat jalan mau pulang, Arumi dihadang macet karena ada kecelakaan di depan sana. Arumi memilih jalan pintas yang cukup jauh, alhasil, dirinya semakin terlambat sampai di rumah.
“Maaf ya, tadi di jalan ada orang kecelakaan, aku ambil jalan lain yang cukup jauh makanya telat sampai rumah.” Arumi mengutarakan alasan keterlambatannya pada Raka yang tengah merokok di ruang keluarga sambil menonton televisi.
“Aku pikir kamu yang kecelakaan.” Raka memberikan jawaban sangat enteng tanpa peduli kalau istrinya tengah menenteng banyak barang belanjaan.
Arumi tak menggubris, ia berjalan ke arah dapur untuk menyusun semua bahan makanan itu. Ia melirik makanan di meja makan dan memeriksanya— masih utuh.
“Kamu belum makan?” seru Arumi dari ruang makan pada Raka.
“Aku sudah makan, makanan saja masakanmu itu, aku tidak selera, rasanya sangat hambar.” Arumi mengangguk dan duduk untuk makan, perutnya memang sangat lapar.
Dia memakan masakannya sendiri dan sangat enak rasanya, tidak hambar sama sekali. Setelah kenyang, ia duduk di samping Raka untuk ikut menonton televisi bersama namun respon Raka justru membuat hatinya semakin sakit.
“Di kamar juga ada televisi, kenapa kamu harus menonton di sini denganku?”
“Memangnya tidak boleh?” balas Arumi dengan baik, berharap suaminya bisa meliriknya.
“Nonton saja, aku mau ke kamar.” Arumi menatap nanar ke arah Raka yang kian menjauh, dia tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana agar bisa menjalani kehidupan seperti pasangan normal pada umumnya.
...***...
Arumi kembali ke ruang makan untuk membereskan piring kotor dan menyalin makanan yang masih banyak bersisa. Setetes air mata meluncur membasahi kedua pipinya dan dengan cepat dia hapus.
Saat mencuci piring kotor, pikirannya terus melayang akan kehidupan yang dia jalani ini. “Apa akan terus begini sampai mati? Dia bilang pernikahan ini hanya sementara. Sementara sampai kapan? Apa sampai dia menemukan perempuan idamannya atau sampai dia merasa bosan?” lirihnya pelan dengan tangan yang masih sibuk menyabuni piring-piring.
Raka sengaja tidak menyewa jasa pembantu rumah tangga, tukang kebun ataupun satpam karena dia ingin Arumi memiliki kesibukan di rumah besar itu.
Toh Arumi sudah biasa hidup susah bukan? Tidak ada salahnya beberes seperti ini. Selesai mencuci piring, Arumi memilih untuk tiduran di sofa depan televisi sembari menonton drama kesukaannya. Drama rumah tangga yang dibalut dengan kisah romansa yang menggelitik hati.
Cukup menghibur hingga dia menonton sampai pukul 3 pagi, ia tertidur di sofa dengan kondisi tv masih menyala. Raka yang juga belum tidur menyusul Arumi ke ruang nonton dan mematikan televisi itu.
Ia membangunkan istrinya tersebut hingga Arumi mengeluh karena kepalanya terasa sakit. Arumi mengucek matanya sendiri dan menatap Raka yang berdiri sambil bersedekap dada.
“Ada apa?” tanya Arumi pelan.
“Tidur itu di dalam kamar, lupa ya kalau sudah bersuami?” Arumi bangkit perlahan namun kepalanya makin terasa pusing, ia lupa minum obat sebelum tidur tadi.
“Maaf ya, aku ketiduran.” Terdengar Raka berdecak dan menarik lengan Arumi agar ke kamar bersama dengannya.
Jelas Raka bisa merasakan tubuh Arumi sangat panas tapi dia tidak peduli.
“Buka bajumu,” titahnya saat sampai di kamar dan setelah mengunci pintu.
“Apa tidak sebaiknya besok saja? Aku ngantuk, Raka. Ingin tidur.” Raka mendekat dan menatap tajam Arumi yang membuat Arumi bergidik ngeri.
“Ketika suami ingin dilayani, tidak boleh menolak. Apa kau tidak pernah diajari mengenai hal ini? Oh iya,” ucapan Raka terhenti dan ia menjauhkan wajahnya dari Arumi lalu melanjutkan perkataannya. “Kau kan tidak memiliki orang tua, wajar jika kau tidak mengerti hal dasar seperti ini. Sudahlah, layani aku karena aku ingin dipuaskan malam ini.”
Arumi memejamkan matanya sejenak lalu mengangguk mematuhi perintah suaminya. Sakit sebenarnya hati Arumi saat Raka menyinggung mengenai statusnya sebagai anak yatim piatu sejak lahir tapi mau bagaimana? Dia berusaha bersikap biasa saja agar Raka tidak melihat bahwa dirinya lemah hanya karena sebuah perkataan.
Arumi melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya, begitu pula dengan Raka. Dengan lembut, Raka mencumbu istrinya lalu menuntaskan hasrat yang sedari tadi ia tahan.
Arumi sedikit meringis ketika suaminya bermain sedikit kasar, sebenarnya hal ini sudah biasa, hanya saja, sekarang dia sedang demam dan seluruh tubuhnya terasa ngilu.
Puas dilayani, Raka mengenakan pakaiannya begitu pula dengan Arumi yang langsung meringkuk dalam selimut setelah berpakaian lengkap. Tubuhnya menggigil dan tak ada rasa empati sama sekali dari Raka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir