menceritakan sang pangeran bernama iglesias Lucyfer seorang pangeran yang manja dan kekanak-kanakan suatu hari dia dan kakak perempuan Lucyfer iglesias Elice ingin menjadi penyihir high magnus dan bertahun tahun berlalu di mana saat sang kakak kembali lagi ke kerajaan vantier Elice berubah pesat dan menjadi sangat dingin, perfeksionis,fokus dan tak peduli dengan siapapun bahkan Elice malah menantang sang adik dan bertarung dengan sang adik tetapi sang adik tak bisa apa apa dan kalah dalam satu teknik sihir Elice,dan Elice mulai menyadarkan Lucyfer kalau penyihir seperti nya tak akan berkembang dan membuat lucyfer tetap di sana selama nya dan sang adik tak menyerah dia ke akademi yang sama seperti kakak nya dan mulai bertekad menjadi high magnus dan ingin membuktikan kalau diri nya sendiri bisa jadi high magnus tanpa kakak nya dan Lucyfer akan berjuang menjadi yang terhebat dengan 15 teman teman nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nakuho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 32:amarah alam
Tatapan kloning kayu berubah.
Empat pasang mata berwarna berbeda itu menyala bersamaan—bukan sekadar marah, tapi tersinggung. Aura yang keluar darinya mendadak melonjak, menekan tanah hingga retak dan membuat udara terasa berat seperti ditindih gunung.
Toma dan Alven langsung terhuyung.
Lutut mereka melemas, napas tersendat, seolah paru-paru diperas oleh tangan tak terlihat.
Kloning kayu melangkah satu kali ke depan.
“Manusia,” ucapnya dingin, suaranya bergema ke seluruh hutan.
“Setelah semua yang kau katakan…”
“kau tetap sama saja dengan yang lain.”
Akar-akar di tanah bergerak liar.
“Kalau begitu—”
“mari kita mulai penyiksaan ini.”
Ia mengangkat tongkat sihirnya.
Permukaannya dipenuhi ukiran akar dan daun yang hidup, bergerak perlahan seakan bernafas.
“Persiapkan dirimu.”
“Karena kau akan melawan alam yang mengamuk.”
Tongkat itu menghantam tanah.
“Sihir Kayu: Tujuh Naga Kayu Ular Raksasa.”
Tanah di bawah kaki Toma dan Alven meledak.
Tujuh sosok raksasa menerobos keluar—naga kayu memanjang seperti ular, tubuh mereka dilapisi akar tebal menyerupai zirah. Empat mata merah menyala di setiap kepala, rahang mereka dipenuhi sulur kayu tajam.
Satu hentakan saja cukup untuk menerbangkan tubuh Toma dan Alven ke udara.
“GRAAAAAAAHHH!!”
Naga-naga itu melingkar di udara, menciptakan tekanan mengerikan.
Kloning kayu mengangkat tangannya perlahan.
“Matilah, manusia.”
“Sihir Kloning Elemen: Tornado Berapi."
Ketujuh naga membuka mulut mereka bersamaan.
Pusaran api berputar keluar, bercampur angin dan panas yang menggila. Hutan di bawahnya langsung hangus. Pohon-pohon terbakar bahkan sebelum api menyentuh mereka.
Alven refleks melompat ke depan Toma.
“DUKKK!!”
Ledakan menghantam mereka.
Tubuh Alven terlempar, kaki kirinya terbakar parah, namun ia masih memaksa berdiri.
Toma menjerit.
“ALVEN!! KAU TAK APA-APA?!”
Alven meringis, tapi masih sempat membentak.
“LU GAK USAH TERIAK, BLOON!”
“GW JADI KAGET!!”
Ia menggertakkan gigi, lalu merobek sebagian pakaiannya sendiri—kain yang sebelumnya ia ambil dari kloning api Lucyfer.
Api merah menyala di tubuhnya.
Kulit yang terbakar meregenerasi perlahan.
Inilah sihir Alven: meniru sihir lawan melalui benda yang melekat pada tubuh musuh—tanpa mengambil anggota tubuh mereka dengan cara memakan benda yang melekat pada tubuh orang lain. Kini ia memiliki api dan regenerasi milik kloning api.
Kloning kayu memperhatikan dengan tenang.
“Menarik…”
“Pemanah itu bisa meniru sihir.”
“Dan menggabungkannya dengan kemampuan sendiri."
Ia mengangkat tongkatnya lagi.
“Sihir Kloning Elemen: Tangan Tanah Berkabut.”
Ketujuh naga mengaum.
Dari mulut dan tubuh mereka, tangan-tangan tanah raksasa keluar, diselimuti kabut tebal.
Pandangan Toma dan Alven langsung tertutup. Kabut dingin menusuk tulang.
Tangan-tangan itu mencengkeram mereka dari segala arah.
Toma mengangkat pedangnya.
“Sihir Matahari: Matahari Terbit di Penghulu!”
Cahaya keemasan membelah kabut. Toma menebas dengan seluruh sisa kekuatannya—tangan tanah hancur satu per satu.
Namun tiba-tiba—
Cahaya pedangnya meredup.
Ujung pedang matahari mulai memudar, partikel cahaya terurai di udara.
Toma terbelalak.
“Gawat…”
“Waktunya sudah terlalu lama…”
“Pedang ini sekali pakai…”
Ia berlari, napasnya berat.
Di belakangnya, Alven menembakkan panah-panah api. Ledakan menghantam naga kayu, membakar tubuh mereka—
Namun akar-akar bergerak.
Kayu menyatu kembali.
Regenerasi mereka terlalu cepat.
“Sial…”
“Kalau inti bunganya tidak dihancurkan…”
“kita benar-benar mati.”
Toma melihat celah.
Ia menerobos di antara naga, melompat, mendekati kloning kayu. Pedang matahari yang hampir lenyap masih menyala lemah.
Ia mengayunkannya ke arah leher kloning kayu—
Namun kloning itu hanya menatapnya dingin.
Dan saat itulah—
Satu naga muncul dari belakang.
Rahang kayunya menggigit pakaian Toma.
“CRAAASH!!”
Tubuh Toma terlempar ke langit. Pedang matahari lenyap sepenuhnya dari tangannya.
Sebelum ia bisa berteriak—
Naga itu menelan Toma hidup-hidup.
Di dalam tenggorokan naga, tekanan menghimpit tubuhnya. Akar kayu menekan dari segala arah, tulangnya nyaris remuk.
Gelap.
Sesak.
Namun tiba-tiba—
“SIHIR CINTA: TUSUKAN CINTA YANG MEMAKSA!”
Cahaya pink menembus rahang naga.
Tubuh naga bergetar, lalu roboh.
Toma terlempar keluar, terbatuk keras—dan seseorang menangkapnya.
“Kau lambat sekali, Toma,” ujar suara ceria tapi tegas.
Klee.
Dengan cambuk cintanya, ia menusuk dan merobek akar naga kayu. Aura pink mengamuk di sekelilingnya.
Ia menopang tubuh Toma.
“Ayo,” katanya.
“Kalau kau mati sekarang, aku bakal marah.”
Di kejauhan, kloning kayu menoleh.
Dan untuk pertama kalinya—
ia tersenyum tipis.
“Menarik…”
“Pertunjukan ini… baru saja menjadi menyenangkan.”