Aira memergoki suaminya selingkuh dengan alasan yang membuat Aira sesak.
Irwan, suaminya selingkuh hanya karena bosan dan tidak mau mempunyai istri gendut sepertinya.
akankah Aira bertahan bersama Irwan atau bangkit dan membalas semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fazilla Shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tekad Untuk Balas Dendam
Pak Dani dan juga Bu Melati akhirnya sampai juga di rumah sakit. Keduanya segera melangkahkan kakinya dengan cepat ke ruang UGD agar bisa segera sampai di tempat Syifa dirawat.
Setelah sampai di UGD, pak Dani dan juga Bu Melati sama-sama terdiam. Mereka sebenarnya ingin bertanya pada sosok wanita gendut yang sedang menunggu di depan ruangan UGD dengan wajah yang tertunduk.
"Apa benar itu Aira?" bisi Bu Melati pada Pak Dani. Karena yang ia tahu dulu Aira adalah wanita cantik dan juga seksi. Kenapa tiba-tiba jadi melar begini.
"Kayaknya bukan deh, Ma," sahut Pak Dani.
Mendengar suara orang, membuat Aira akhirnya mendongakkan kepalanya.
"Paman, bibi!" ucap Aira yang langsung berbinar melihat kedatangan kedua orang yang sudah ditunggunya.
"Kamu Aira?" tanya Bu Melati.
Begitu pula dengan Pak Dani yang merasa syok melihat Aira sekarang. Tidak salah jika kalau sampai Irwan mencari wanita lain melihat kondisi Aira yang tidak pandai menjaga tubuhnya, padahal mereka baru menikah beberapa tahun saja.
"Ya, aku Aira. Paman dan bibi mungkin akan sangat terkejut melihat berat badanku sekarang yang sangat gendut," sahut Aira dengan senyum kecut.
"Ah, tidak, tidak, mana mungkin bibi terkejut sih Aira. Karena dulu juga bibi sempat kok di posisi kamu," bohong Bu Melati yang tidak ingin menyakiti Aira.
"Jadi, bagaimana keadaan anak kamu sekarang?" tanya Pak Dani mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Dokter masih belum keluar juga paman, aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada Syifa. Karena baru kali ini kondisi Syifa seperti ini," jawab Aira sedih.
Baru saja Aira selesai bicara, pintu ruangan IGD pun terbuka. Aira segera menoleh dan menghampiri dokter.
"Bagaimana keadaan anak saya, dok?" tanya Aira dengan tidak sabar.
"Demamnya sangat tinggi sekali, Bu. Bahkan tadi sempat kejang, makannya saya juga lama menanganinya. Bersyukur sekarang sudah tidak lagi. Hanya saja mungkin panasnya akan bertahap turunnya. Sebaiknya dirawat inap saja ya, Bu! Agar kami juga bisa lebih mudah memantau keadaannya," ucap dokter itu menjelaskan pada Aira.
Aira merasa dilema, karena untuk rawat inap anaknya membutuhkan biaya yang cukup besar. Sedangkan untuk membayar pengobatan anaknya hari ini saja harus meminjam pada Pak Dani dan juga Bu Melati.
"Berikan kamar terbaik dan juga perawatan terbaik padanya, Dok. Saya akan langsung mengurus administrasinya," kata Pak Dani yang tau kebingungan Aira.
"Baiklah, Pak. Kalau begitu saya pamit permisi dulu, ya!" pamit dokter.
"Apa saya bisa bertemu anak saya sekarang, Dok?" tanya Aira.
"Tunggu sampai anak ibu dipindahkan ke ruang rawat ya, Bu. Mungkin sebentar lagi," jawab dokter.
"Terimakasih, Dok."
Dokter mengangguk dan pergi meninggalkan Aira
"Paman, aku benar-benar sangat berterimakasih sama paman. Aku nggak tau lagi kalau sampai paman nggak datang kesini," kata Aira dengan mata berkaca-kaca.
"iya, Aira. Jangan terlalu pikirkan masalah uang, paman akan membantumu. Yang penting kesehatan anak kamu dulu," jawab Pak Dani.
Aira menganggukan kepalanya.
"Mungkin jika kedua orang tua Aira masih ada, dia nggak akan mengalami nasih seperti ini," batin Bu Melati.
Akhirnya Syifa dipindahkan ke ruang rawat inap setelah Pak Dani menyelesaikan semua administrasinya.
"Kalau paman dan bibi mau pulang, bisa pulang dulu. kalian pasti butuh istirahat," ucap Aira.
"Benar, tuh. Papa aja yang pulang, biar Mama yang temenin Aira buat jaga anaknya," kata Bu Melati, karena ia butuh waktu berdua untuk bicara dengan Aira dari hati ke hati.
"Baiklah kalau begitu, paman pamit pulang dulu ya, Aira!" pamit Pak Dani.
"Iya, Paman. Sekali lagi terimakasih kasih banyak," ucap Aira.
"Iya, Nak," jawab Pak Dani.
Pak Dani pun berjalan keluar dari kamar rawat itu dan pergi ke arah parkiran untuk segera pulang kerumahnya karena sudah sangat lelah dan mengantuk.
"Kamu istirahatlah, Aira. Bibi lihat kamu sangat lelah, dari tadi kamu belum tidur?" tanya Bu Melati, apalagi melihat lingkaran hitam begitu jelas di mata Aira.
"Iya, Bi. Aku nggak bisa tidur karena memikirkan Mas Irwan. Dia nggak pulang malam ini Bi, bahkan aku berkali-kali menghubungi nomornya nggak diangkat, padahal aktif," kata Aira. Ia tidak tahu harus cerita pada siapa lagi tentang kesakitan hatinya ini.
"Apa kamu bisa cerita, kenapa bisa kamu jadi gendut begini? Kalau nggak mau cerita juga nggak apa-apa, Bibi nggak akan memaksa. Bibi hanya ingin hati kamu jadi lebih lega aja," kata Bu Melati dengan pelan dan sangat hati-hati takut menyinggung perasaan Aira.
"nggak masalah bi, awalnya aku seperti ini setelah melahirkan Syifa. Setelah itu, aku mulai nggak bisa menjaga pola makan ku. Apalagi harus memberikan asi, dari situ sih aku jadi gendut. Pernah coba diet setelah sapih Syifa tapi selalu aja gagal, apalagi dirumah juga nggak ada asisten rumah tangga, bi. Jadi, aku harus handle semuanya sendirian, butuh makan agar aku bisa selalu semangat melakukan semua pekerjaan itu," jawab Aira panjang lebar.
"Kenapa sampai nggak ada ART, Aira? Bukannya dulu di rumah kamu ada banyak ART?" tanya Bu Melati heran.
"Waktu awal menikah, Mas Irwan ingin hidup berdua aja, Bi. Aku pikir, mungkin masih pengantin baru dan membutuhkan privasi. Jadi, kami menggunakan jasa ART hanya seminggu 3 kali aja untuk bersih-bersih rumah. Namun, dengan seiring berjalannya waktu, aku mulai keteteran apalagi sambil mengurus Syifa. Hingga aku juga nggak ada waktu untuk mengurus diri," sahut Aira.
"Kenapa kamu bisa kuat bertahan sama Irwan? Apa karena Irwan menyayangi Syifa?" tanya Bu Melati lagi.
Aira mulai berkaca-kaca. "Aku pikir Mas Irwan nggak akan seperti ini, Bi. Dia akan selalu mencintaiku. Namun, setelah satu tahun Syifa lahir, dia jarang untuk menyapa atau bahkan menggendong Syifa. Dan puncaknya hari ini. Syifa hanya bisa menatapnya takut karena selalu marah jika datang kerumah. Aku takut jika psikis Syifa yang juga bakalan diserah, Bi. Aku bertahan agar Syifa bisa memiliki sosok ayah. Tapi kalau begini, rasanya aku nggak sanggup, Bi. Aku ingin meminta paman Dani agar membantuku merebut perusahaan itu lagi dan membuat Mas Irwan kembali ke posisi semula," ucap Aira dengan tatapan benci yang begitu kentara di matanya.
"Bibi setuju dengan dengan tujuan kamu itu. Tapi selama paman mengurus semuanya, bibi juga ingin kamu diet ketat. Balas dendam terbaik itu dengan cara kamu berubah ke arah yang lebih baik, Aira. Dia akan benar-benar menyesal dan kamu harus tetap membalasnya dengan menceraikannya. Jika bisa, kamu juga harus menjebloskannya ke penjara dengan pasal perselingkuhan. Kamu miskinkan dia kembali agar dia bisa merasakan jika tanpa kamu dirinya bukan siapa-siapa," ucap Bu Melati dengan menggebu. Rasanya ia yang terlalu semangat untuk membalas pria mokondo seperti Irwan.
"Aku setuju dengan ucapan bibi, aku nggak ingin hanya hidup terus menangis seperti ini, Bi. Hatiku rasanya teriris, apalagi aku jelas tahu kalau Mas Irwan selingkuh," jawab Aira dengan sedih.
"Paling juga sama sekretarisnya? Apa asisten di perusahaan Alexander udah di ganti? Apa kamu nggak bisa menghubunginya untuk memata-matai Irwan? Jika bisa, kamu letakan kamera tersembunyi di ruangannya agar bisa dijadikan bukti perselingkuhannya nanti," ucap Bu Melati.
"Asisten sepertinya udah diganti, Bi. Karena nggak ada laporan apapun padaku sejak satu tahun yang lalu," jawab Aira.
"Kenapa si Aira ini sangat bodoh sekali. Gara-gara cinta dia sampai percayai semuanya sama suaminya yang mokondo," batin Bu Melati. Namun, ia juga tidak tega mengatakan hal itu secara langsung pada Aira.
"Mungkin nanti kita bisa minta tolong OB, kamu hubungi Jon, asisten lama yang biasanya yang selalu menjadi tangan kanan kamu agar bisa memperkuat merebut perusahaan. Kamu nggak bisa hanya berjalan sendirian, disamping kemampuan kamu yang juga tidak memumpuni karena tidak pernah terjun langsung, kamu juga akan diremehkan para investor. Makannya Jon harus ada agar bisa mendongkrak perubahan di Alexander."
"Bi, kalau boleh aku merepotkan lagi, apa aku bisa meminjam uang bibi untuk itu semua? Bibi total aja semuanya, aku sebenarnya sangat malu bi, tapi aku juga nggak memiliki pegangan uang yang banyak. Aku akan belajar bisnis dengan tekun bi, aku akan diet dan mempercantik diri. Bahkan aku akan mencari baby sister untuk anak aku," ucap Aira.
Tekadnya juga sudah sangat bulat untuk berubah, keadaan tidak pernah berpihak padanya. Jika bukan dirinya sendiri yang memiliki keinginan itu.
"Baiklah, tapi setelah Syifa sembuh. Biarkan dia tinggal dirumah bibi aja, bibi juga ngerasa kesepian karena anak bibi juga ada diluar negeri," ucap Bu Melati.
"Bi, aku benar-benar nggak nyangka jika Tuhan akan mengirimkan malaikat seperti bibi dan juga paman. Saat aku ngerasa udah hampir putus asa karena nggak ada orang yang menoleh padaku dan penderitaan yang aku alami," ucap Aira dengan terharu.
"Nggak apa-apa Aira, ini juga salah satu balas Budi dari paman dan juga bibi karena dulu mendiang kedua orang tua kamu yang sudah banyak membantu kita berdua. Bibi sangat yakin kalau kamu pasti akan sangat mudah untuk belajar, mengingat almarhum papa dan juga mama kamu yang sangat cerdas sekali," ucap Bu Melati agar bisa memantik semangat Aira untuk bisa lebih maju lagi.
"Terimakasih untuk nasihatnya, Bi," jawab Aira sambil mengusap air matanya.
"Kamu tidur dulu sana, nanti kalau anak kamu bangun, bibi akan bangunkan kamu. Wajah kamu kelihatan lelah banget," perintah Bu Melati.
"Apa nggak apa-apa, Bi? Aku takut merepotkan bibi," jawab Aira tidak enak.
"Sama sekali nggak repot, bibi tadi juga udah istirahat kok sama paman," sahut Bu Melati.
Aira pun akhirnya nurut dan bangkit dari duduknya dan segera merebahkan tubuhnya diatas kasur yang juga berada diruangan itu.
Tak lama matanya langsung terpejam karena Aira memang sangat mengantuk dan juga merasa lelah.
"Malang sekali nasibmu, Aira! Semoga aja nanti kedepannya apa yang kamu inginkan untuk membalas suamimu itu bisa menjadi kenyataan. Bibi nggak akan berhenti berdoa untuk kebaikanmu," ucap Bu Melati yang tak tega melihat kondisi Aira sekarang.
"Irwan dan keluarganya, semoga bisa lekas mendapatkan karmanya hingga mereka sulit walau hanya untuk makan saja!"